Kabupaten Bangil adalah salah satu kabupaten tua di wilayah Karesidenan Pasuruan, selain kabupaten Malang dan kabupaten Pasuruan sendiri. Menurut H. J. Domis di 1830, kabupaten Bangil terdiri dari 3 distrik, yaitu : Bangil (Kotta), Gempol dan Pandaan. Sedangkan di tahun 1920 sudah menjadi 4 distrik, bertambah 1 distrik Poerworedjo (Poerwosari), yang wilayahnya mencapai Lawang.
Para penguasa yang pernah memimpin di Bangil (menurut catatan Domis), adalah sebagai berikut :
- Ingebeij Soeto Pronno.
- Toemengoong Djojo Pronno dari Bali.
- Radin Karta dito dari Mataram.
- Ingebeij Poespodirdjo dari Grissee.
- Radin Soerajoeda dari Malang.
- Ao 1761. Ingebeij Broedo Joedo, dari Pasuruan.
- Ingebeij Soero Joyo, dari Pasuruan.
- Ingebeij Poespo Negoro, Madura.
- Ingebeij Soero Adie Widjojo.
- Ao 1787. Radin Toemengoong Soero Adi Negoro.
- Toemengoong Prawiro Adie Negoro.
- Prawiro Adie Negoro.
- Ao 1818. Krama Jaya Adie Negoro.
- Ao 1825. Radin Toemengoong Nottodieningrat
Dari Regerings-almanak voor Nederlandsch-Indië : (Tanggal menjabat dan nama bupati)
- 25 Juni 1854 Raden Adipati Ario Soerio Adhi Ningrat
- 20 Desember 1872 Raden Tumenggung Noto Adiningrat
- 16 April 1888 Raden Tumenggung Soendjoto Ningrat
- 9 Januari 1902 Raden Tumenggung Kromodjojodiningrat
Bupati yang “Terakhir” dijabat oleh R. A. A. Harsono, menjabat sejak 20 Mei 1915. Beliau lahir pada tanggal 29 November 1870 di Kepanjen Lor di Bitar. Ia bersekolah di Hoofdenschool (OSVIA) di Probolinggo, dan memulai karirnya sebagai juru tulis jaksa di Jember, tanggal 29 November 1889. Kemudian ia ditempatkan sebagai mantri di departemen candu di Jember, yang diikuti oleh adj.-djaksa dan adj.-hoofddjaksa di Bondowoso.
Pada bulan Oktober 1901, ia diangkat sebagai wedono di Soekowono. Pada saat yang sama ditugaskan sebagai wedono Wonosari di Bondowoso, dia secara definitif ditunjuk untuk posisi itu pada Mei 1902.
9 Tahun Raden Harsono menjabat wedono di Wonosari, pada bulan September 1911, ia dipromosikan menjadi patih di Jember. Setelah 4 tahun kemudian, pada bulan Mei 1915, beliau dilantik menjadi Bupati Bangil.

29 November 1870 – 24 September 1936
Mendapat gelar “Ario” juga pada tahun 1920, dan gelar “Adipati” diberikan kepadanya pada tahun 1923. Penghargaan lebih lanjut adalah Songsong Kuning yang diberikan pada bulan November 1924. Bintang emas besar kesetiaan dan jasa pada Agustus 1928, dan pengangkatannya sebagai Perwira Ordo Oranye-Nassau pada Desember 1934. Istrinya adalah Bendoro Raden Ajoe Harsono, putri dari Kanjeng Ratoe Madoeretno, kakak perempuan tertua dari Sultan Hamangkoeboewono VIII.
Pada tahun 1920, bupati menerima pernyataan kepuasan atas kiprahnya dalam memerangi wabah pneumonia. Pada tahun yang sama mendapat pengakuan dari pemerintah atas kiprahnya sebagai anggota panitia perubahan dasar Undang-Undang Dasar Hindia Belanda.

Jasa beliau lainnya adalah membentuk paguyuban peternak “Mardi Rodjokojo“. Suatu lembaga yang didirikan untuk meningkatkan peternakan dan pernah menjadi kebanggaan Bupati dan warga Bangil. Yaitu dengan mengimpor sapi biasa dan pejantan unggul dari British India dan Bali, serta kambing dan domba dari wilayah lain di Jawa. Secara teratur setiap tahun, pameran ternak besar dan karapan sapi diadakan di Aloon-aloon Bangil. Acara ini menarik banyak pengunjung dan pembeli dari jauh dan luas, yang menguntungkan penduduk.
Mengetuai Paguyuban “Panti Hoesodo”, yang mendirikan rumah sakit di Lawang pada lahan seluas 6000 M2. Rumah sakit ini didirikan dengan anggaran 29.500 Gulden dan peralatan pelengkap seharga 4.350 Gulden. Diresmikan pada tanggal 28 Agustus 1930, yang menjadi cikal bakal RSUD Lawang Kabupaten Malang sekarang.

Dampak dari krisis ekonomi di tahun 1930-an, memukul telak kabupaten Bangil. 6 (enam) pabrik gula utama (Wonoredjo, Soemberredjo, Ardjosari, Pandaan, Soekoredjo, Alkmaar) di wilayah ini tutup, mengakibatkan banyak pengangguran dan PAD menurun drastis. Banyak penduduk Eropa yang pindah dan belasan toko-toko Cina yang tutup, telah menurunkan Bangil ke dalam kategori “Kota Mati“. Mardi Rodjokojo kehilangan semua sponsornya, banyak ternak dijual atau disembelih oleh peternak karena krisis.

Jatuhnya perekonomian Bangil ini berakibat dihapuskannya kabupaten Bangil, dan menggabungkannya dengan kabupaten Pasuruan. Kecuali distrik Lawang yang digabungkan dengan kabupaten Malang. Pemerintah mengangkat R. A. A. Harsono sebagai bupati Pasuruan yang “Pertama” penggabungan wilayah ini pada tanggal 1 Januari 1935. Ia dilantik secara resmi pada 20 Maret 1935, oleh Gubernur Jawa Timur J. H. B. Kuneman.
Sebagai salah satu bupati tertua di Jawa waktu itu, beliau wafat pada usia 66 tahun pada 24 September 1936..
Hadir memberi penghormatan terakhir pada pemakaman tanggal 25 September 1936 di pemakaman keluarga di Bangil : Gubernur Jawa Timur, Residen Malang dan Surabaya, seluruh Asisten Residen di Pasuruan, Bupati Situbondo, Bondowoso, Lumajang, Probolinggo, Malang, Mojokerto, Jombang, Kediri, Tulung Agung, Madiun dan Magetan, serta pensiunan bupati Surabaya dan Jombang. Dewan Provinsi diwakili oleh Bapak Wilmers dan Bapak Soesanto Tirtoprodjo, anggota Dewan Pengurus.
Pangeran Tjakraningrat, Panglima Keraton yang merupakan saudara ipar almarhum datang dari Jogja. Banyak juga yang datang dari pejabat Eropa dan pihak swasta, serta dari kalangan Cina dan Arab. Manajemen Proefstation di Pasuruan diwakili oleh Dr. ir. Honig, pengurus pabrik gula Kedawung dan Krian, insinyur seksi Departemen Pengairan Brantas dan anggota Eropa Dewan Kabupaten. Banyak patih juga telah datang, seluruh PNS Korps Pribumi kabupaten dan tentunya warga Bangil yang tak terhitung jumlahnya.

Postingan Terkait :
Kisah R.A.A. Harsono, Bupati Bangil Terakhir yang Menjadi Pendiri Cikal Bakal RSUD Lawang
Sejarah Berdirinya Rumah Sakit Gila dan Acara Sedekah Bumi di Sumber Porong Lawang 1902
Volscrediet Bank, Bank Era Belanda yang Kini Jadi BRI Kota Pasuruan