Pada tanggal 23 Juni 1902, rumah sakit jiwa (RSJ) yang disebutkan dalam judul artikel ini sudah mulai dibuka dan dapat digunakan. Setelah selesai dibangun, ini akan menjadi yang terbesar di antara RSJ yang ada di Hindia Belanda. Karena dapat menampung dan merawat kurang lebih 1.000 orang pasien. Dan hal ini merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagi Pemerintah Hindia Belanda. Sementara itu, pujian untuk Pemerintah yang telah mengambil inisiatif dan menunjukkan rasa kemanusiaan yang tinggi. Dengan mendirikan yayasan yang indah ini di Lawang, atau lebih tepatnya di Sumber Porong (text asli ditulis : Soember Porrong).

Juga tidak ada tembok pembatas, pagar besi dan benda-benda lain seperti di penjara. Melainkan pagar hidup, hamparan bunga, dan jalan yang teduh dimana-mana di seluruh halaman. Segala sesuatu yang menyerupai penjara bawah tanah telah dihindari sebisa mungkin.

Mengapa di Sumber Porong?

Pilihannya diperdebatkan secara berbeda, tetapi itu adalah masalah yang sebaiknya diserahkan kepada fakultas kedokteran untuk menilainya. Untuk beberapa alasan, pilihan ini menurut saya sangat bagus. Suhu di sana misalnya, rata-rata 83 °F (28 °C). Meskipun kadang-kadang bisa sangat hangat, tetapi iklimnya sehat dan menyenangkan. Ada banyak air dan sumber yang indah, ada juga vegetasi yang rimbun, banyak pohon palem, serta alamnya bersih dan agung. Pemandangan yang indah, pemandangan pegunungan dan lembah yang cantik, dihiasi dengan tanaman hijau yang abadi. Selain itu, ada – setidaknya tampaknya – kedamaian dan ketenangan di mana-mana. Tepat untuk makhluk malang, yang suatu hari nanti akan membentuk populasi koloni baru ini. Semuanya memberi lanskap pesona yang sangat indah. Singkatnya, Sumber Porong, layak untuk digambarkan oleh Melati van Jawa, yang tahu bagaimana menggunakan penanya dengan sangat ahli. Bagaimana membuat sketsa pemandangan alam dengan sangat setia dan mengharukan, menurut pendapat saya sangat pantas untuk RSJ.

Pemandangan alam sekitar yang indah.

Dari Surabaya, anda dapat mencapai Lawang dalam waktu sekitar tiga jam dengan kereta api. Dari Malang dalam waktu tiga perempat jam. Dan dari stasiun Lawang, anda dapat dengan mudah mencapai Sumber Porong. Terletak di sebelah timur Lawang, yang disebut “Porong” saja oleh penduduk setempat, dengan kereta kuda dalam waktu dua puluh menit. Anda berkendara di sepanjang jalur kereta api untuk beberapa saat dan kemudian berbelok ke kanan di vila terakhir. Salah satu tempat tinggal terindah di Lawang, di jalan yang mengarah ke pemukiman baru. Medannya sangat berbukit dan di ujungnya terus menurun di sepanjang perkebunan tebu milik pabrik gula Alkmaar. Hingga mencapai sebuah halaman, di mana Sumber Porong terletak lebih rendah daripada Lawang, sekitar 80 meter seperti yang saya ketahui.

Sungguh luas lahannya, yang disediakan untuk institusi ini. Untuk mendapatkan gambaran, lebih dari 200 Bahu (140 HA) lahan telah disediakan. Beberapa sawah hampir sepenuhnya diratakan dan akibatnya beberapa rumah di antaranya harus diambil alih. Hanya untuk biaya ini, yaitu ganti rugi untuk penduduk, sekitar f 120.000 telah dibayarkan. Jadi ini adalah area yang sangat besar. Dipahami bahwa meratakan tanah yang begitu berbukit, dengan tanah lempung yang bercampur padas. Dengan susah payah harus diolah, diperlukan biaya untuk komplek bangunan besar ini ribuan Gulden, banyak dana yang harus dikeluarkan .

Lahan seluas lebih dari 200 Bahu (140 HA) untuk RSJ Sumber Porong Lawang.

Dan begitulah cara memahami bahwa ketika bangunan itu akan selesai sepenuhnya, yaitu dengan semua kelengkapannya. Pasti akan menghabiskan anggaran negara lebih dari Satu Juta Gulden (perkiraannya lebih dari f 900.000). Tidak peduli berapa banyak penghematan yang dilakukan dan semua ekses yang dihindari. Tiidak peduli seberapa ketat, seseorang menjaga agar tidak membuang-buang uang yang tidak perlu. Dan terhadap kecerobohan, serta praktik buruk lainnya dari kontraktor dan pemasok.

Arsitek Luyks

Arsitek Pekerjaan Umum Sipil, tuan Luyks (Lambertus Pieter Luyks), adalah orang yang tepat di tempat yang tepat. Pilihan pemerintah terhadap pegawai negeri yang sudah cukup tua, namun masih sangat aktif dan rajin ini. Diduga merupakan hasil dari fakta, bahwa ia juga merupakan perancang dan arsitek yang terampil untuk masjid di Kota Raja. Salah satu permata arsitektur Hindia, dan bahkan membuat orang Aceh sendiri menghormati orang-orang kafir yang sangat mereka benci.

Namun tempat ibadah yang indah itu, hanya menghabiskan biaya yang relatif sedikit. Begitulah cara tuan Luyks memanfaatkan segala sesuatu dan sarana yang dimilikinya. Jadi mereka harus memilih putranya untuk pembangunan RSJ Lawang, sebuah tugas yang sangat terhormat. Tidak diragukan lagi untuk pegawai negeri ini. Bahwa dia akan melaksanakan mandat ini dengan sangat baik, dan berjasa seperti yang dia lakukan di Aceh. Tidak ada keraguan sama sekali, seperti halnya kita yakin bahwa pemerintah akan dapat menghargainya pada waktunya. Misalnya dalam bentuk penghargaan dari kerajaan.

Ada beberapa keluhan tentang tuan Luyks, yaitu bahwa ia dikatakan terlalu ketat dalam pemeriksaan bahan, dll. Dan karena itu ia menyebabkan penundaan atau kemandekan dalam pekerjaan lebih dari satu kali. Terutama di awal, akibatnya dikhawatirkan bahwa bangunan yang seharusnya selesai dalam waktu empat tahun. Mungkin tidak akan siap digunakan pada waktu yang telah ditentukan.

Jadi, seperti yang saya dengar, semen merah yang diturunkan, adalah semen merah yang sangat murni dan bagus, sebaiknya sehalus tepung. Karena harus diayak melalui kain kasa hijau yang digunakan untuk lemari makan. Dan untuk ini mereka tidak mau mengeluarkan biaya lebih dari f 6 per M3. Sementara kontraktor termurah menawar f 15 untuk itu. Banyak orang yang mengatakan, bahwa mereka tidak mengerti mengapa semen untuk pasangan bata, misalnya untuk pembangunan pondasi batu kapur, harus begitu halus. Namun, Luyks pasti memiliki alasan yang bagus untuk ini, yang tentunya tidak berlebihan.

Berbagai Kendala

Dan juga harus diakui, bahwa ada kontraktor dan pemasok yang bekerja dengan kurang jujur. Dengan satu dan lain cara, mencoba memainkan barang yang buruk dengan barang yang baik. Tidak diragukan lagi, adalah ide yang baik dari inspektur saat itu. Ketika rencana untuk membangun rumah sakit jiwa di Lawang diketahui, mendorong penduduk untuk memproduksi batu bata. Yang akan dibutuhkan jutaan dan dengan itu akan banyak yang dapat menghasilkan uang. Di antara pabrik-pabrik batu bata yang ada, ketika Lawang yang dulunya merupakan desa yang tidak penting, terhubung dengan rel kereta api. Akibatnya tiba-tiba berkembang secara signifikan dan semua orang mulai membangun. Banyak pabrik baru dibangun, tetapi kualitas pembuatannya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga seperti yang telah disebutkan, ribuan batu bata ditolak. Jadi kebutuhan batu bata harus dipasok sebagian dari tempat lain, dari Malang misalnya, dan ini masih terus dilakukan. Batu bata gunung yang diperlukan didatangkan dari Gunung Gangsir.

Bahwa hal ini kadang-kadang menyebabkan keterlambatan, atau penghentian sebagian pekerjaan adalah wajar. Terutama mengingat bahwa pasir yang diperlukan, misalnya, harus dibawa dari Tumpang (sekarang dari Bambangan). Kapur serta kayu datang dari Surabaya, Gresik, dari hutan jati Caruban (Madiun) dan dari tempat lain. Yang dimaksud dengan kayu adalah balok-balok kasar.

Pengangkutan bahan-bahan, peralatan, perkakas dan barang-barang lainnya dapat dilakukan dengan lebih mudah dan lebih cepat. Menurut beberapa orang, jika sebelum pembangunan rumah sakit jiwa itu, sebuah pencabangan jalur kereta api sebaiknya dibangun lebih dulu dari vila yang disebut di atas. Untuk mengangkut barang-barang yang ditujukan ke Sumber Porong secara langsung ke sana. Kemudian pasir dapat diangkut dengan murah dan cepat dengan gerbong dari Bangil. Sekarang bahan-bahan, dll. harus terlebih dahulu dibawa ke stasiun kereta api Lawang dan diturunkan di sana. Kemudian dimuat ke dalam gerobak dan diangkut ke Sumber Porong. Sungguh suatu pemborosan waktu dan biaya yang sangat besar!

Memang benar, peletakan rel lintasan kereta api seperti itu membutuhkan biaya yang besar. Tetapi itu akan sangat bermanfaat bagi pembangunan lembaga, dan nantinya juga dapat digunakan untuk mengangkut anak-anak, orang sakit, barang, dll. Saya telah mendengar, bahwa keberatan terhadap rencana itu adalah karena rel tersebut akan menuruni bukit setinggi 44 meter dengan jarak hanya 900 meter. Dihitung dari jalan utama atau rel kereta api ke Sumber Porong, terdapat sebuah lereng yang curam. Tetapi tidak bisakah keberatan ini diatasi dengan satu atau lain cara, misalnya dengan alat pengereman yang lebih baik?

Cara pengangkutan yang lebih mahal dilakukan sejauh ini, sangat disesalkan. Terutama jalan raya penghubung yang sangat parah. Sedemikian rupa sehingga kereta ringan tidak dapat lagi lewat dan bahkan untuk berjalan kakipun sulit. Terutama karena pengangkutan begitu banyak balok yang berat saat di musim hujan. Jalan tersebut menjadi tidak dapat digunakan sama sekali, meskipun telah dilakukan perbaikan berulang kali setelah musim barat. Pengangkutan benda-benda berat melalui jalan tersebut hampir tidak mungkin dilakukan. Lagi-lagi menyebabkan penundaan yang sangat besar pada pekerjaan di tempat tersebut.

Dr. Lijkles, Direktur-dokter RSJ di Surabaya, yang baru-baru ini mengunjungi Sumber Porong. Ia yang ditunjuk sebagai kepala lembaga besar ini, dan yang akan mulai bertugas di sana dalam waktu beberapa bulan lagi. Sekarang mendesak pemerintah untuk segera memperbaiki jalan tersebut di atas. Dan terserah pada mereka untuk memutuskan siapa yang harus bekerja, Kementerian Dalam Negeri atau administrasi perusahaan konstruksi di Sumber Porong.

Dr. Lijkles, Direktur Pertama RSJ Sumber Porong Lawang.

Namun bagaimanapun, secara ringkasnya akan jelas bahwa akan lebih bijaksana dan menguntungkan untuk meletakkan sisi jalan utama di depan institusi. Yang mungkin harus diputuskan suatu hari nanti.

Dan sekarang tentang rumah sakit itu sendiri. Sebagian besar sudah selesai, kecuali untuk finishing yang terdiri dari :

  • Rumah direktur medis, sebuah rumah yang indah dengan empat kamar yang luas dan lapang, paviliun untuk penginapan, paviliun, dll. Hanya lantai beberapa kamar yang masih kurang dan masih menunggu batu marmer putih yang diperuntukkan untuk tujuan itu, yang diharapkan dari Italia dalam beberapa minggu.
  • Rumah dokter kedua, juga rumah yang luas dan lapang.
  • Rumah administrator, juga rumah yang bagus.
  • 3 rumah pengawas juga dengan bangunan luar seperti yang sebelumnya.
  • 9 rumah untuk perawat Eropa, semuanya dilengkapi dengan perabotan yang nyaman.
  • 4 penginapan yang berventilasi sangat baik dan luas untuk penderita yang agak pendiam.
  • 3 idem untuk penderita yang tenang, setiap bangunan dapat menampung sekitar 50 pasien.

Dilengkapi dengan bengkel dan toko tukang kayu, bengkel yang luas dan lapang dan sangat bijaksana. Yang pertama dibangun dan diselesaikan sehingga sangat bermanfaat, karena banyak yang ditaruh di sana untuk kepentingan pendirian. Gudang besar untuk produk pertanian, juga telah siap untuk waktu yang lama dan berbagai kantor dan gudang telah selesai dibangun.

Koloni Pertanian

Pondasi-pondasi telah diletakkan untuk rumah sakit untuk pria, wanita dan pasien infeksi. Sel untuk pasien yang tidak dapat diatur atau menyusahkan, untuk akomodasi para penderita lainnya dan untuk rumah-rumah yang disebut koloni pertanian. Yaitu untuk orang-orang yang pendiam di antara penduduk asli, yang akan dibiarkan di alam liar. Mereka hidup sepenuhnya terpisah dari orang gila yang berbahaya dan dapat mengabdikan diri pada padi dan tanaman lainnya. Yang mana 180 bahu sawah dan tegalan telah disediakan, di samping ternak sebanyak 30 ekor sapi untuk sementara waktu.

Mereka juga bisa menanam kopi, kakao, dan tentu saja juga polowijo. Tetapi padi adalah tanaman utama dan lumbung padi akan dibangun dan mungkin kemudian penggilingan beras, kopi, dan jagung. Dengan cara ini, orang-orang akan disibukkan dengan cara yang menyenangkan dan bermanfaat. Dan siapa yang tahu apakah beberapa dari mereka, yang sekarang sedikit agak sakit jiwanya, akan sepenuhnya pulih di bawah pengaruh semua ini? Akan ada empat blok dengan tempat tinggal bagi para petani yang harus bekerja tanpa bantuan para wanita. Orang-orang yang pendiam di antara wanita akan disibukkan dengan menjahit dan kerajinan tangan lainnya di kamar-kamar yang diatur untuk tujuan itu.

Secara keseluruhan menurut rencana, 80 bangunan dan tempat tinggal akan didirikan di sana, tidak termasuk beberapa gubuk, bangunan tambahan, dll. Rumah pemadam kebakaran, yang tentu saja tidak boleh dilewatkan. Sementara pendopo yang indah dan tinggi, dengan panjang 25 M dan lebar 15 M. Yang dimaksudkan untuk pertemuan, hiburan, perayaan, dll. Juga harus didirikan pada saat bangunan itu hampir selesai.

Gambar rencana pembangunan RSJ Sumber Porong Lawang.

Semua bangunan terbuat dari batu dan dilapisi ubin, beberapa di antaranya berdinding gedek dan diplester luar dalam. Hampir semuanya akan dihubungkan dengan koridor yang dilapisi seng. Di sepanjang dan di antara beberapa bangunan akan ada jalan selebar 8, 10, dan 12 meter. Serta taman dan petak-petak bunga, di sekeliling seluruh halaman, untuk memberikan tampilan yang menyenangkan dan ceria. Sebagai pengganti dinding, akan dipasang pagar kawat besi dikelilingi oleh pagar tanaman. Di mana-mana ditanami sebanyak mungkin tanaman hijau dan bunga. Karena diharapkan dapat memberikan efek yang menguntungkan bagi makhluk-makhluk malang ini nanti. Yang sebagian besar dari mereka, akan terus menjadi penduduk Sumber Porong, yang beberapa tahun lalu masih merupakan sebuah desa. Kini menjadi kota kecil dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi.

Adapun makanan untuk orang gila, saya mendengar bahwa itu akan disediakan oleh kontraktor atau pemasok. Seperti yang terjadi dengan semua fasilitas semacam itu, dengan mengundang tender. Dapur yang diperlukan telah atau sedang dibangun. Hanya untuk peralatan memasak dengan apa yang ada di sampingnya, ada anggaran sekitar £ 16.000.

Dapur RSJ

Dari segi air, awal rencananya adalah memanfaatkan sumber Telogosari yang terletak di dekat lokasi untuk air minum. Tetapi meskipun air yang dihasilkan dari sumber air tersebut sangat indah dan enak. Ternyata sumber air tersebut tidak selalu bebas dari kotoran dan tidak dapat dihindari. Sehingga dari sudut pandang kebersihan, air yang akan digunakan untuk air minum dianggap sebagai air yang berbahaya bagi kesehatan.

Telogosari sekarang akan menjadi tempat berendam, ada rencana untuk membangun kolam renang di sana sini. Sehingga tempat ini menjadi tempat berendam yang bagus. Air minum untuk Sumber Porong diperoleh dari sumber Polaman yang terkenal dan indah. Dari sana lalu dibawa ke Simping, di mana sekarang sedang dibangun sebuah waduk besar, dan kemudian ke komplek bangunan. Kebutuhan akan es akan dipenuhi dengan pengiriman dari pabrik es yang akan dibangun di Lawang oleh beberapa orang swasta. Seluruh lokasi akan diterangi listrik oleh sebuah stasiun dinamo, dengan turbin yang digerakkan oleh air.

Tandon air dari sumber air Polaman.
Kolam renang dari sumber air Telogosari

Pekerjaan di Sumber Porong terus berlanjut dengan kuat sejauh kondisi cuaca dan pasokan bahan dll memungkinkan. Pada saat paling sibuk, ketika banyak yang harus dikerjakan, ada 400 sampai 500 orang bekerja setiap hari. Tetapi sekarang sebagian besar bangunan telah dibangun, tidak lebih dari 150 orang terlihat bekerja. Para pekerja lokal menemukan tempat tinggal di gudang sementara dan dapur di lokasi. Atau di desa besar dan kaya yang tidak jauh dari sana. Sementara untuk para pejabat Eropa telah disediakan tempat tinggal di lokasi konstruksi sejak lama.

Ratusan orang pekerja sedang memperbaiki jalan.

Dalam pembuatan spesifikasi, gambar, anggaran, dll, disarankan untuk membangun sebuah RSJ, yang dapat merawat 120 orang Eropa dan 600 orang pribumi. Dengan pertimbangan untuk memperluasnya, sekarang ada cukup lahan di Sumber Porong. Seperti yang diproyeksikan kedepan, fasilitas ini akan dapat dengan mudah menampung sekitar 1.000 penderita.

Pada tanggal 22 April 1899, pekerjaan persiapan dimulai dan pada bulan Mei tahun ini, jadi hampir tiga tahun yang lalu. Batu pertama diletakkan dan sekop pertama ditancapkan ke dalam tanah di Sumber Porong. Tetapi dalam waktu satu tahun, ketika semuanya seharusnya sudah selesai, bangunan itu tidak akan dan tidak dapat diselesaikan sepenuhnya. Seperti yang diyakinkan oleh arsiteknya, tuan Luyks, kemungkinan pada tahun 1904. Sebelum sentuhan akhir diberikan pada Sumber Porong.

Jadi pembangunan tidak berjalan dengan baik, karena ada banyak kendala. Seperti telah disebutkan sebelumnya dan terutama meratakan tanah yang sangat lembek sangat sulit dan memakan waktu. Karena pembentukan tanah, yang terdiri dari tanah liat yang berat, setelah itu ditemukan padas. Sehingga sangat banyak air yang dibutuhkan, bahkan untuk bedeng dan hanya bisa dilakukan di musim barat. Mengingat semua kekecewaan, kesalahan perhitungan dan kemalangan ini. Harus diakui bahwa banyak hal yang telah dicapai berkat energi, ketekunan dan kebijakan tuan Luyks sedemikian rupa. Sehingga Sumber Porong dapat menerima 200 penderita pertamanya pada bulan Juni.

Rencananya, 200 orang dari Surabaya dan tempat lain akan dikirim ke panti tersebut pada bulan Maret ini. Keseriusan rencana ini ditunjukkan dengan keputusan Direktur Pendidikan, Kesejahteraan dan Industri pada 28 Februari 1902, no. 3322/35. Mengesahkan pemasangan dapur dan pembelian peralatan dapur senilai f 1003.20. Serta pembangunan ketel air dari plat besi untuk mengukus nasi senilai f 153.

200 pasien yang tidak berbahaya akan dipekerjakan di jalan-jalan di halaman dan pekerjaan-pekerjaan lain yang sesuai untuk mereka. Dr. Lijkles akan bertindak sebagai direktur dan akan dibantu oleh tenaga-tenaga Eropa dan lokal yang diperlukan.

Itulah deskripsi dari RSJ Lawang, setelah selesai dibangun nanti, akan menjadi sebuah karya arsitektur Hindia. Akan dengan bangga ditunjukkan kepada semua orang dan bahkan kepada orang asing. Lebih-lebih karena ini menyangkut sebuah yayasan amal, yaitu perhatian penuh kasih dari sesama manusia yang malang dan sangat menyedihkan. Upaya dan usaha untuk memberikan kapasitas berpikir, pikiran mereka kepada jiwa-jiwa yang sakit dan bingung. Semoga mereka, yang terpanggil untuk melakukannya, berhasil dengan kebijakan dan dedikasi untuk meletakkan mahkota pada karya yang mulia ini.

Selamatan dan Sedekah Bumi

Dari Lawang dilaporkan harian Surabaya : Pada 10 Juli 1902, dari jam 9 pagi sampai jam 4 sore diadakan “slametan besar” di rumah sakit jiwa Lawang. Disebut sebagai “Sedekah Bumi” untuk 150 pasien, yang diambil alih dari rumah sakit jiwa di Surabaya dan Buitenzorg (Bogor). Sebelumnya, ulama pribumi, seorang modin kampung Porong, telah memutuskan bahwa ini akan menjadi hari baik untuk pesta tersebut. Para tamu yang hadir tidak hanya para pasien, tetapi juga para pegawai pribumi dan Eropa yang bekerja di RSJ. Juga para tukang kayu dan tukang batu yang ikut serta dalam pembangunan rumah sakit. Serta para penduduk desa Porong yang berada di sekitarnya.

Semuanya diatur dengan cara lokal oleh para tetua – satu dari setiap kategori. Sehari sebelumnya, sapi-sapi telah disembelih dan makanan ringan yang diperlukan disiapkan untuk 600 tamu. Halaman pesta dan tenda, sebuah paviliun yang belum selesai dibangun, telah didekorasi dengan sangat baik. Dengan tanaman hijau dan bendera oleh para pasien di bawah bimbingan para perawat pribumi. Dengan baik hati disumbangkan untuk tujuan itu oleh direktur rumah sakit angkatan laut. Pada pukul sembilan, nada pertama dari band musik Eropa lokal dari Bangil. Disumbangkan dengan baik oleh manajemen, berkumandang di seluruh lapangan. Tak lama kemudian, suara lembut gamelan milik bupati Bangil juga menggema di tenda. Diiringi tarian tandak, yang dikirim secara gratis oleh bupati sebagai bentuk apresiasi terhadap festival dan yayasan. Segera setelah itu, permainan populer dimulai, dengan partisipasi gratis untuk semua orang, kecuali tentu saja, para pasien dan perawat.



Pada lomba panjat pinang dan jalan karung, sorak-sorai yang meriah segera terdengar dari para penonton yang hadir. Ucapan selamat bagi para pemenang dan sering kali memberikan semangat bagi mereka yang kurang beruntung untuk mencapai tujuan akhir. Pada lomba jalan karung atau panjat pinang dan permainan rakyat sejenisnya.

Undian besar (doorprize) belum diselenggarakan untuk semua saat ini. Lebih tepatnya tiga undian, satu untuk pasien, satu untuk staf perawat, dan satu lagi untuk pekerja dan penduduk desa. Khususnya pada sore hari, ketika lapangan dipenuhi pengunjung Eropa dan pribumi. Kegembiraan hiburan mencapai puncaknya, karena berbagai peserta bergembira dengan hadiah-hadiah menarik yang mereka terima.

Untuk berbagai hadiah seperti itu, dimungkinkan oleh kemurahan hati perusahaan-perusahaan Surabaya : S, B. Mesritz & Co. Reiss & Co, Handelsvereeniging Amsterdam, Internationale Handelsvereniging Rotterdam, Perdagangan ekspor dan komisi, manajemen Nederlandsch Overzeesche Handelsvereeniging, Maintz & Co, Au Bon Marché, S.L. van Nierop & Co, Schnitzler & Co, Herm. Rosenthal; Fraser Eaton & Co; Brandon & Co; Blavet & Co; dan Mij voor Uitvoer en commissiehandel.

Selain itu, pesta ini juga dimeriahkan oleh kehadiran Bupati Bangil (R. T. Kromodjojo Diningrat) dan rombongannya, Asisten Residen Bangil, Kontroler Lawang, beserta para nyonya. Banyak penduduk Lawang, baik orang Eropa maupun pribumi. Dan yang tak kalah pentingnya adalah raja olahraga kita, Carolus Albus yang pertama, tuan Dudok de Wit (seorang penyelenggara acara dan reporter olahraga terkenal dari Belanda).

C.A.A. Dudok de Wit, penyelenggara acara olahraga dan reporter, di Nieuwe Rotterdamsche Courant, Belanda sebelum perjalanannya ke Hindia Belanda pada tahun 1901.

Sumber : Dikutip dan diterjemahkan tulisan De Loc. dari De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, edisi 18 dan 19-03-1902. De Sumatra post, 23-07-1902.

Catatan Tambahan :

  • Porong” disebut dalam “Kitab Sedjarah Poro Leloehoer Die PasoeroewanTerkoempoel dan die tulis oleh RADEN TOEMENGGOENG ARIO NITIEADININGRAT, BOEPATIE die SOERABAIA, Tahoen 1914 :“Ketjarita itoe doeloe Raden Adipatie Pasoeroewan Wiro Negoro jang pergie lolos ka Malang sama Pangeran Praboe, sampei dia mangkat djadie Radja die Malang. Hampir 17 taoen lamanja meninggal, dan die gantie dia poenja adik nama Dipatie Mlojokoesoemo kira-kira inie djadie Radja dapet satoe taoen kira – kira die taoen 1768 lantas Kompenie perang die kota ”Porong alang-aloe” Commandannja nama Toewan Tropan-negro” bersama-sama Raden Toemenggoeng Nitienegoro. (Raden Groedo) dengan sanak farmilinja, jang djadie Radja die Porong itoe tadi nama “Soetodjoio.”. Die parengie saharie semalem Soetodjoio kalah lantas larie lolos ka Loemadjang, Kota Porong die gandjarken kapada Raden Toemenggoeng Nitinegoro. Kota Porong Alang-aloe ini letaknja die deket Lawang njang sekarang die bikin roemah ,,sakit gila.”Sesoedahnja perang Porong lantas die adaken Boepatie o!eh R.T. Nitienegoro jaitoe dia poenja anak mantoe bernama Ngabei Djoiolelono.”
  • Arsitek Lambertus Pieter Luyks, lahir di Rotterdam, pada 26 Maret 1841. Tidak lama setelah menyelesaikan tugasnya membangun RSJ Sumber Porong, meninggal di Surabaya pada 15 September 1904.
  • Dr. S. Lijkles, lahir di Hallum, 11 Mei 1858, mantan direktur pertama RSJ Sumber Porong Lawang, pensiun pada 16 Maret 1909, kemudian pergi cuti ke Eropa. Beliau meninggal di Medan pada 28 April 1913.
  • Dr. Radjiman yang mulanya bertugas di Sragen, dipindahkan ke RSJ ini pada 16 September 1905. Menggantikan Dr. Mas Moewalladi yang dipindahkan ke Sragen (tukar tempat). Meski bukan dokter pribumi yang pertama, kelak kemudian nama Dr. Radjiman diabadikan sebagai nama RSJ di Sumber Porong ini.

Postingan Terkait :

Album Foto RSJ Sumber Porong Lawang Tahun 1902-1922

Kitab Sedjarah Poro Leloehoer Die Pasoeroewan, Tahoen 1914