Fenomena supranatural yang aneh dan misterius, sulit diterima akal bagi orang Belanda dan Eropa lainnya yang biasa berpikiran logis. Namun, mau percaya atau tidak, mereka memang mengalaminya sendiri. Terutama bagi mereka yang lahir dan dibesarkan di Hindia Belanda, yang hidup berdampingan dengan kalangan pribumi sejak lama.

Fenomena santet atau “goena-goena“, disebut Louis Couperus dalam buku romannya yang terkenal De Stille Kracht (1900), yang bisa diartikan sesuatu kekuatan yang tersembunyi, dalam diam atau keheningan. Namun kasus santet atau guna-guna sangat sulit dibuktikan, karena sulit mencari pelaku, korban dan saksi-saksi yang kredibel.

Dalam fenoma aneh dan misterius tentang “Hujan Batu” atau disebut “Stenen Regen“, paling sedikit ada 4 (empat) dokumen yang dapat ditemukan. Beberapa kisah ditulis dalam bentuk surat atau artikel di majalah. Bahkan ada dalam bentuk dokumen resmi yang dikirimkan ke Gubernur General di Batavia. Laporan resmi ke Gubenur General adalah sesuatu yang serius, luar biasa dan bukan main-main. Tentu saja harus dengan saksi-saksi yang kredibel dan kompeten yang dapat dipertanggung-jawabkan.

Bagian I :

Kisah ini terjadi pada bulan Februari 1948, menimpa peleton Marinir kami dan satu peleton orang Madura (Barisan Tjakra). Yang ditempatkan di tiga rumah karyawan pabrik gula sebelah tenggara Probolinggo. Sayangnya, nama pabrik itu luput dari perhatian saya.

Selama dua minggu, dengan selang waktu beberapa hari, batu-batu berjatuhan di atap dan di halaman salah satu rumah tersebut di siang hari bolong. Hal ini biasanya terjadi sekitar jam 1 siang, ketika tiba waktunya para laki-laki mengantri di pekarangan rumah, yang juga merupakan dapur lapangan untuk menikmati makanan hangat sehari-hari.

Sungguh luar biasa, bahwa tidak ada seorang pun yang pernah tertimpa batu, meskipun puluhan di antara batu itu terjatuh sekaligus dan bahkan ada yang berakhir di panci makanan.

Tentu saja, pertama kali yang terpikirkan, adalah sebuah bentuk pelecehan yang menjengkelkan dan perilaku provokatif, yang dilakukan oleh para gerilyawan TNI lawan kita saat itu.

Sebagai tindakan pencegahan, kami berpatroli di sekitar tempat itu dalam kelompok yang terdiri dari tiga atau empat orang. Selama berhari-hari dan berturut-turut pada waktu yang tidak teratur. Tetapi selalu terjadi hal yang sama tepat pada saat mendapatkan makan siang. Segala macam penyergapan juga dilakukan, di tempat-tempat yang jauh dari lokasi. Tempat yang memungkinkan orang bisa melakukan pelemparan atau “menembakkan” batu, sebesar kepalan tangan dengan ketapel atau cara lain. Hasilnya selalu nihil.

Tentara Belanda dalam suatu patroli.

Banyak yang berpendapat, disarankan memakai helm baja saat mengambil makanan.

Setelah beberapa minggu terjadi hujan batu, tiba-tiba berhenti dan tidak terjadi lagi dalam tiga bulan peleton tersebut berada di sana. Hebatnya, batu-batu tersebut hanya mendarat di atap dan pekarangan satu rumah saja. Tidak ada satupun yang menimpa dua rumah “terhuni” lainnya, yang jaraknya hanya sekitar 25 meter. Selain itu, tidak dapat ditentukan dari “arah mana” batu-batu tersebut datangnya.

Dengan sedikit tersenyum kecut, kami hanya bisa menyatakan tentang satu peleton Marinir, yang dilengkapi dengan senjata paling modern dan terlatih. Ditambah satu peleton prajurit KNIL Madura, bersama-sama total beranggotakan sekitar seratus orang. Tidak dapat menemukan petunjuk dan peluang sama sekali, untuk menemukan pelaku aktifitas pelemparan batu itu sampai akhir.

Saya pikir saya juga harus menyebutkan, bahwa rumah tersebut dibatasi di kedua sisinya oleh pepohonan. Termasuk beberapa pohon yang tinggi, sehingga dari sudut pandang “balistik“, pasti tidak mungkin dari sisi luar tersebut melemparkan batu lewat ke atas pohon dan jatuh tepat ke atap dan halaman. Selain itu sungai terdekat, tempat mereka harus mendapatkan batu dalam jumlah besar itu, terletak tiga kilometer jauhnya. Tak perlu dikatakan lagi, sungai itu juga diawasi secara ketat oleh patroli kami. Namun, seperti telah disebutkan, tidak ada hasil apa pun.

FCB

Tentara Belanda sedang beristirahat dan bersantai.

Sumber : Majalah Tong Tong, edisi 15 Agustus 1972.

404 Not Found

Not Found

The requested URL was not found on this server.

Additionally, a 404 Not Found error was encountered while trying to use an ErrorDocument to handle the request.