Masa-masa liburan dan akhir pekan yang kami lalui di Malang dan Batu terekam dalam gudang kenangan masa kecil saya. Tentang Indonesia tercinta dengan judul “Era Keemasan”.
Pada kesempatan-kesempatan itu, kami sering menginap di Hotel Riche Malang yang saat itu dikelola oleh tuan van der Zee. Hotel Riche terletak di jalan utama tersibuk di Malang, yaitu Kayutangan, di seberang gedung sosialita Concordia dekat alun-alun. Gedung sosialita Concordia dibuka untuk generasi muda Malang pada hari-hari tertentu setiap minggunya. Sehingga anak-anak muda Malang dapat memanjakan kegemarannya bermain sepatu roda. Ada juga bioskop untuk anak-anak sebulan sekali.
Ketika saya mengingat kembali Hotel Riche, ada banyak orang dan hal yang terlintas di benak saya. Ada kepala dapur yang muda (dan cantik), yang hanya saya kenal sebagai Netty, dan nyonya rumah tangga, Miss Leen. Ada tuan dan nyonya van der Zee bersama putra dan putri mereka Frans dan Ketty. Dan kemudian pengunjung tetap lobi hotel, seperti tuan Melchior (perwakilan Ford setempat), seorang pengusaha tuan Polak, dll.
Salah satu pengusaha yang rutin datang untuk minum-minum di Hotel Riche (saya tidak tahu namanya), memiliki sebuah Chevrolet 1935. Dengan dua tempat duduk berwarna hijau tua. Selain penggemar setia dunia penerbangan, saya juga sangat mengidolakan mobil, khususnya mobil Amerika. Chevrolet dua tempat duduk yang disebutkan di atas adalah yang cocok untuk saya! Produk keren dari apa yang diraih dan terus dicapai Amerika di bidang konstruksi otomotif!
Namun suatu malam yang naas saya melihat pemilik mobil ini meluncur di belakang kemudi. Bahkan untuk persepsi saya, sebagai anak laki-laki yang baru berusia tujuh tahun, sudah jelas bahwa pria ini terlalu banyak minum. Ternyata mobil itu memang sangat cepat. Menghidupkan mesin dan memasang gigi dilakukan sebagaimana yang seharusnya dilakukan oleh seorang pengemudi berpengalaman. Kemudian dia mengendarai mobilnya dengan sangat kencang, namun rupanya minuman itu telah mengaburkan pandangannya sedemikian rupa. Sehingga dia tidak melihat pohon yang menghalangi jalannya. Yang membuat saya ngeri, mobil itu menabrak pohon ini dengan bunyi gemuruh yang mengerikan, menyebabkan mobil terguling dan rusak parah. Pengemudi itu muncul dalam keadaan grogi dan ada benjolan besar di dahinya. Chevrolet, seperti yang saya katakan, mengalami kerusakan cukup parah di bagian hidung akibat benturan. Sebuah contoh kecelakaaan yang dialami sebuah mobil akibat penyalahgunaan dan tidak bertanggung jawab dari pemiliknya.
Kini saya mengalihkan pandangan ke kota Malang dengan demmo-demmonya yang begitu erat kaitannya dengan pemandangan kota. Demmo adalah mobil penumpang beroda tiga. Nama-nama demmo ini bermacam-macam, seperti Avra, Major, Ariel, dll. Di Surabaya yang akan saya bahas di episode lain, juga ada taksi mini yang diberi nama Amcos. Berapa kali kita berjalan di Kayutangan dan berhenti di depan jendela department store Weisberg, Indisch Verzendhuis, toko buku Kolff dan toko mainan yang namanya luput dari perhatian saya. Lalu ada usaha Toko Mim (toko obat), Toko Piet (langganan), Oey Brothers (Suku cadang dan aksesoris mobil), Tik Ho Siang (penjahit), Tan (perhiasan), restoran Cina Hankou, fotografer Lemmen, penjual senjata Terlinde, Hotel sekaligus toko roti Mabes, penata rambut wanita Marlea, dll.

Jika anda berkendara langsung dari Hotel Riche melewati alun-alun lalu belok kiri di depan Palace Hotel, anda akan melihat di persimpangan di sisi lain dari alun-alun toko langganan Piet Foo, dengan iklan neonnya yang meloncat-loncat. Apabila lurus ke depan, terlihat tiga bioskop di sebelah kanan, yang saya ingat dua namanya, yaitu: Globe dan Atrium. Jika berbelok ke kanan sebelum Piet Foo, anda akan sampai di bioskop Flora. Di bioskop ini saya menonton film tahun 1939 yang dianggap produksi super saat itu, yaitu: “Dodge City,” dibintangi Errol Flynn dan Olivia de Havilland. Jenis-jenis produksi tersebut sekarang tidak ada artinya dibandingkan dengan film-film yang ditayangkan saat ini, seperti Poseidon Adventure, The Battle of Britain, Earth-quake, Towering Inferno, dll.

Cuti Ayah selalu jatuh tepat setelah St. Nicholas, sehingga Malang sering kami alami pada periode sebelum, saat, dan setelah Natal, serta malam tahun baru. Jendela toko di Kayutangan didekorasi dengan indah dengan lilin listrik, pohon Natal (buatan atau lainnya) yang ditutupi salju buatan, patung Sinterklas dengan kereta luncur yang digantung dengan rusa kutub, dll.
Di tahun-tahun berikutnya, selama pertunangan ayah saya, kami diberi akses ke bungalow di Batu milik tuan Stinis, seorang karyawan A.N.I.E.M. di Surabaya. Kota Batu terletak di jalan raya antara Malang-Kediri. Dalam perjalanan menuju Batu dari Malang kita melewati desa Karuman dan kolam renang Sengkaleng. Tepat sebelum Batu, terlihat kuburan China di sebelah kiri, dengan gundukan makamnya yang khas. Kemudian Batu Sanatorium untuk anak-anak, sebuah vila kecil bernama “Klein aber mein” dan di sisi kanan akhirnya terlihat di kejauhan vila besar milik Dr. Bar.
Dari tengah atau pusat Batu kemudian berbelok ke kiri menuju Kediri. Melewati toko roti Ender en Haug, rumah Dr. Trisoeloe, rumah penjahit Roes, bioskop Mimosa (tempat kami pernah menonton film “Flash Gordon’s trip to Mars”) dan langganan Toko King. Tepat di luar tengah, kita dapat melihat vila tuan Bouwman di sebelah kanan (pemilik dealer mobil P. Bouwman di Surabaya, dealer lokal Studebaker, Morris dan Auto Union D.K.W.). Di seberang vila tuan Bouwman terdapat Sophialaan dan di sana berdiri bungalow dari keluarga Stinis. Belum lengkap episode kali ini kalau aku tidak menyebut Pabrik Selai Batu. Dengan toples selai berlabel warna-warni yang bergambar seorang pemetik buah Indonesia, dengan latar belakang pegunungan berwarna biru.
Sesampainya di bungalow, majikan wanita dari keluarga Stinis, yang akrab dipanggil Rih, selalu menyiapkan makanan, seperti sepanci sup, nasi goreng, nasi gurih, atau apa saja. Wanita Indonesia ini sangat cocok dengan tugasnya! Untungnya, dia tidak mengalami kesengsaraan perang lagi, karena dia meninggal secara mendadak pada pertengahan tahun 1941.
Setelah Sophialaan ada daerah perbukitan yang dipenuhi bungalow, rumah pedesaan, dan vila. Daerah ini disebut “Klein Zwitserland.”(Swiss Kecil). Di sini juga terdapat Hotel “De Goede Plek” yang kecil namun sangat menyenangkan, yang dimiliki oleh aktor terkenal Co Balfoort. Banyak orang akan mengingat tanda di pintu masuk hotel. Teks bertuliskan “Even een koele dronk bij Co Balfoort.”(Hanya minuman dingin di Co Balfoort).

Selain hari libur biasa, kami juga menghabiskan akhir pekan di sini untuk mengatasi flu, demikian sebutannya saat itu. Dari Hotel “De Goede Plek” kita dapat melihat pemandangan menakjubkan seluruh Batu. Dan ketika cuaca cerah di malam hari, kita bahkan dapat melihat lampu-lampu Junggo. Di luar Batu, menuju Kediri, sanatorium TBC Songgoriti tersembunyi di sebuah lembah.
Kalau dari Malang belok kanan di tengah pusat Batu, akan sampai di kolam renang Selecta,. Menyusuri jalan dengan pemandangan indah lewat Punten. Selecta juga merupakan tempat di mana hawa dingin yang hampir seperti Eropa terjadi pada dini hari. Kecuali beberapa orang pemberani, orang-orang hanya berenang di pagi hari, ketika matahari sudah semakin terik.

Terakhir, saya juga ingin berbicara tentang Pujon yang terletak 9 km dari Batu menuju Kediri. Hotel-wisma Justina terkenal di sini (jika informasi saya benar, ia terbakar pada masa Bersiap). Tiga kilometer lagi ada kolam renang Lebaksari, tapi di sini lokasi kolam renangnya, setidaknya menurut selera saya, tidak terlalu luas. Letaknya di bawah bebatuan yang menjorok dan karena sinar matahari praktis tidak dapat menjangkaunya. Airnya menjadi sangat dingin dan tidak nyaman.
Pada episode-episode sebelumnya saya beberapa kali menggambar paralel antara tempat-tempat di Indonesia dan California, tempat saya tinggal selama beberapa waktu. Ya, itu sengaja saya lakukan, karena banyak dari kami orang Hindia yang menetap di California. Niat saya adalah menarik perhatian orang-orang tersebut ke tempat-tempat yang menurut saya sangat mirip dengan tempat-tempat di Indonesia. Sekali lagi saya menarik persamaan di sini: Menurut saya rute Batu-Pujon sangat mirip dengan Jalan San Gabriel, yang berkelok-kelok dari Azusa (California Selatan) melalui Pegunungan San Gabriel ke Kawasan Rekreasi Danau Chrystal, di sepanjang Waduk Morris yang sangat luas. Saya ingin menyarankan orang-orang yang tinggal di dekat Azusa, Covina, Glendora dan Duarte untuk melihat rute yang disebutkan di atas. Saya merekomendasikannya kepada Anda!
Teks : A. POUTSMA, Majalah Tong Tong, Edisi 1 Oktober 1976.