“Betapa tebal imannya dan betapa besar kepercayaannya kepada Y.M.E., dapat disaksikan pada waktu penguburan putranya yang sulung Dr. R. Soedarsono, beserta 8 (delapan) orang keluarganya yang meninggal dunia karena kecelakaan mobil di desa Pilang. Sepuluh menit sebelum kecelakaan itu terjadi, putranya berpamitan untuk pulang ke Pasuruan. Tidak terlihat pada wajah bapak Wiryowiyoto, bagaimana berat baginya musibah yang menimpa diri beliau.”

Begitulah salah satu bunyi kalimat dalam buku kecil, yang ditulis untuk mengenang bapak R. Mardjoeki Wiryowiyoto (ejaan lama : Mardjoeki Wirjowijoto). Bapak Mardjoeki adalah seorang tokoh guru bahasa Madura dan tokoh agama Islam di Kota Probolinggo. Putra sulungnya yang disebutkan diatas, Dr. R. Soedarsono, meninggal pada hari Minggu, 10 Juli 1955. Adalah seorang tokoh dokter pribumi di kota Pasuruan. Atas jasa-jasanya yang besar dalam melayani masyarakat, nama Dr. R. Soedarsono kemudian diabadikan menjadi nama RSUD di kota Pasuruan.

Untuk mengenang kembali bapak R. Mardjoeki Wiryowiyoto, berikut ini riwayat hidup beliau. Dari buku kecil Peringatan 1000 hari, yang ditulis oleh putra beliau sendiri, R. Soewarsono. Bersama dengan Moechtaroem, yang menulis tentang perjuangannya dalam mendirikan “Pengajian Pensiunan Reboan“. Sebuah buku yang ditulis pada hampir 50 tahun yang lalu, tanggal 12 Mei 1976. Isi buku ditulis kembali dan diedit ejaannya, tanpa mengurangi isi dan merubah makna aslinya. Berdasarkan foto-foto dokumentasi keluarga yang diterima oleh penulis (dari cucu-cucu almarhum Dr. R. Soedarsono) :

Foto Almarhum Bapak R. MARDJOEKI WIRYOWIYOTO

Buku kecil ini diperuntukkan bagi putra-putra, cucu-cucu, buyut-buyut dan cicit-cicit dari almarhum Bapak R. MARDJOEKI WIRYOWIYOTO, yang wafat di kota Probolinggo pada tanggal : 17 Agustus 1973.

“Bismillahirrohmaanirrokhim”

Kata Pembuka


Buku kecil ini saya susun untuk mengenang dan menghormati almarhum Bapak R. Mardjoeki Wiryowiyoto, Ayah/ Eyang/ Buyut/ Canggah kami yang sangat kami cintai, bertepatan dengan peringatan 1000 hari wafatnya beliau pada tanggal 12 Mei 1976 di Probolinggo. Dari riwayat hidup beliau yang hanya sekelumit saja, saya cantumkan dalam buku ini, saya harap hendaknya putra-putra, cucu-cucu, buyut-buyut dan cicit-cicit almarhum dapat mengambil pelajaran dan contoh. Bagaimana seorang beriman harus menjalani hidup didalam jalan Allah. Dari uraian peringatan 1000 hari wafat beliau yang dibacakan pada pengajian “Reboan” dirumah saya pada tanggal 12 Mei 1976, dapat diambil kesimpulan bahwa almarhum adalah seorang yang taqwa kepada Allah SWT. Menjalani perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Kemudian kepada Allah Yang Maha Besar saya panjatkan do’a :

“Semoga buku kecil ini yang saya susun bermanfaat bagi putra-putra, cucu-cucu, buyut-buyut dan cicit-cicit dari almarhum bapak R. Mardjoeki Wiryowiyoto.”

Amien Amien ya Robbilalamin.


Probolinggo, 12 Mei 1976.
Wassalam,

(R. Soewarsono)


Firman Allah :

“Barang siapa mengerjakan amal (kebaikan), baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, niscaya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan kepadanya dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka telah kerjakan.”


(Surat 16 An—Nahl ayat 97)

Sekelumit Riwayat Hidup Bapak Mardjoeki Wiryowiyoto.

Dilahirkan : di Bojonegoro tanggal 1 Maret 1880.

Wafat : di Probolinggo tanggal 17 Agustus 1973.

Bapak Mardjoeki Wiryowiyoto dilahirkan di Kapas Bojonegoro pada tanggal 1 Maret 1880. Setelah tamat sekolah dasar di Bojonegoro, beliau melanjutkan sekolahnya di “Kweekschool voor Inlandsche Onderwijzers” (sekolah untuk guru pribumi) pada tahun 1895 di Probolinggo. Selesai studinya di kweekschool, beliau diangkat sebagai guru untuk pertama kalinya di Paiton – Kabupaten Probolinggo. Setelah kawin dengan seorang putri dari Kediri, beliau dipindah ke Negara, afdeeling Jembrana di pulau Bali. Disinilah lahir dua orang putranya laki-laki, Soewarsono dan kakaknya Soedarsono. Beberapa tahun beliau bekerja di Bali ; kemudian dipindah ke Banyuwangi dan kemudian dipindah lagi ke pulau Madura dibeberapa tempat, yang terakhir di Sumenep. Selama beliau berada di Madura (6 tahun) dan di Situbondo (6 tahun), beliau memperdalam pengetahuannya dalam bahasa Madura. Diwaktu itu, disponsori oleh Inspektur van Onderwijs, Tuan Van Dijck, beliau menulis beberapa buku pelajaran dalam bahasa Madura untuk Sekolah Dasar.

Pada tahun 1910 beliau dipindah ke Situbondo, sebagai guru pertama (1e Onderwijzer) pada Inlandsche School (sekolah pribumi) yang kemudian dItingkatkan menjadi H.I.S. (Hollands Inlandsche School) yang pertama-tama diadakan Pemerintah (Hindia Belanda). H.I.S. adalah sekolah dasar dengan bahasa Belanda sebagai bahasa utamanya. Kepala sekolahnya adalah seorang bangsa Belanda.

Pada tahun 1916, pak Wiryowiyoto dipindah ke Probolinggo dan diangkat sebagai “Guru Ahli Bahasa Madura” di Kweekschool, disekolah mana beliau dulu menjadi siswanya. Dalam sejarah perguruan, hanya beliaulah seorang Jawa tulen yang pernah mengajar bahasa Madura kepada murid-murid calon guru di Kweekschool. Diantara murid-muridnya itu banyak yang berasal dari suku Madura.

Kira-kira pada tahun 1925 Kweekschool di Probolinggo ditutup dan digabungkan dengan Kweekschool lain. Bapak Wiryowiyoto dipindah ke Normaalschool Probolinggo, kemudian kesekolah H.I.S. di Probolinggo (sekarang S.D. Gajah Mada/Erlangga) sebagai 1e Onderwijzer (guru pertama). Atas pengabdiannya sebagai guru selama 30 tahun, pada tanggal 31 Agustus 1931 beliau dianugerahi Bintang Jasa (Ster van Verdienste) oleh Pemeritah. Bertepatan dengan penyematan bintang jasa itu, cucunya : putra ke 4 dari sdr. Soewarsono lahir. Oleh karena peristiwa itulah anak itu diberi nama : “Agus Bintang Ardjoeno, Agus dari Agustus, Bintang dari bintang jasa dan Ardjoeno dari impian ibunya yang menjelang lahir anaknya melihat gunung Ardjoeno yang indah permai.”

Pada tahun 1932 Bapak Wiryowiyoto dipensiun. Kurang lengkap kiranya riwayat hidup ini, jika diuraikan bahwa atas initiatief Bapak Wiryowiyoto pada tahun 1927 didirikan H.I.S. “Mardiputro” yang telah menghasilkan beberapa tokoh masyarakat, seperti guru, dokter, jendral, pimpinan Bank dan sebagainya.

Jika pada permulaan, sekolah Mardiputro ditempatkan di rumah-rumah sewaan dan berpindah-pindah, maka pada tahun 1933 dibangunkan gedung sekolah sendiri. Gedung sekolah tersebut sekarang atas izin Pemerintah daerah Kodya Probolinggo ditempati Sekolah Muhammadiyah, sedang usaha Bapak Wiryowiyoto untuk menyerahkan gedung tersebut kepada perkumpulan Muhammadiyah belum berhasil sampai beliau wafat. Pun pula atas initiatief Bapak Wiryowiyoto didirikan sekolah “Kartini” yang ditempatkan digedung sewaan, yang sekarang oleh pemiliknya digunakan untuk Apotik Probolinggo. Kedua sekolah tersebut Mardiputro dan Kartini ditutup pada waktu Tentara Jepang menduduki kota Probolinggo.

Mengenai pengabdiannya kepada Tuhan Yang Maha Esa dapat dituturkan sebagai berikut : Di zaman dahulu bagi guru-guru muda tidak ada rekreasi atau hiburan seperti di zaman sekarang. Satu-satunya hiburan yang digemari adalah mencari ilmu, ilmu kebatinan. Bertahun-tahun Bapak Wiryowiyoto menjadi warga kebatinan “Hardo Pusoro”. Beliau mengadakan pendekatan dengan Tuhan dengan berpuasa, mutih, menyendiri, ngebleng, bersemedi, dsb.

Setelah mengalami kebatinan, beliau mempelajari ajaran theosofi yang tokoh-tokohnya berada diluar Negeri yaitu Annie Besunt seorang Inggris dan Krisnamurti seorang India. Lama sekali beliau menjalani hidup menurut ajaran theosofi sampai datang saatnya beliau mempeIajari agama Islam, yaitu setelah beliau berkawan dengan Bapak Ubud Alkatiri, seorang ulama di Probolinggo. Begitu besar minat beliau untuk mempelajari agama Islam, sehingga pada usia ± 70 tahun beliau mulai belajar membaca dan menulis bahasa Arab. Siang dan malam beliau belajar dengan tekunnya (zelfstudi). Dalam waktu yang singkat beliau sudah dapat membaca kitab “Al-Qur’an” dan mengerti pula artinya.

Bagi beliau tiada kesenangan dan hiburan lagi dari pada mempelajari Al-Qur an dan hadist sampai akhir hayatnya. Dengan memiliki pengetahuan yang luas tentang agama Islam, beliau mendapat kepuasan yang amat dalam hidupnya. Betapa tebal imannya dan betapa besar kepercayaannya kepada Y.M.E., dapat disaksikan pada waktu penguburan putranya yang sulung Dr. Soedarsono beserta 8 orang keluarganya yang meninggal dunia karena kecelakaan mobil didesa Pilang. Sepuluh menit sebelum kecelakaan itu terjadi, putranya berpamitan untuk pulang ke Pasuruan. Tidak terlihat pada wajah Bapak Wiryowiyoto bagaimana berat baginya musibah yang menimpa diri beliau.

Beliau wafat sebagai orang yang beriman pada hari Jum’at pon, tanggal 17 Agustus 1973 dalam usia 93 tahun. Meninggalkan 7 orang putra-putri, 61 orang cucu, 125 orang buyut dan 3 orang canggah.

Innalillahi wa lnna Ilaihi rojiun.

Berasal dari Tuhan dan kembali kepada Tuhan.

Probolinggo, 12-5-1976

R. SOEWARSONO

Foto keluarga besar Bapak R. Mardjoeki Wiryowiyoto bersama istri, anak, dan cucu-cucunya. Tampak berdiri mengenakan peci Dr. R. Soedarsono, tokoh dokter di Pasuruan.

Memperingati 1000 (seribu) hari wafatnya Bapak Wiryowiyoto. Dalam pengajian pensiunan ”REBOAN” pada hari Rabo tanggal 12 Mei 1976.

Dalam memperingati  wafatnya Bapak Mardjoeki Wiryowiyoto, yang wafat pada hari jum’at tanggal 17-8-1973, jadi 1000 hari yang lalu. Perlu kita mengenang kembali perjuangannya dalam menegakkan agama Allah, ialah agama lslam, melalui pengajian pensiunan reboan, sebagai wadah guna mencari dan memperdalam ilmu pengetahuan agama Islam untuk meningkatkan pengetahuan, iman, takwa dan pengabdian para pengikutnya guna bekal didalam menghadap Tuhan sewaktu-waktu mendapat panggilannya. Perjuangan beliau dimulai pada tanggal 2-8-1950, dengan mengajak 3 orang kawan pensiunan untuk mengadakan pengajian.

3 orang tersebut ialah :

1. Bapak Koesnadi almarhum.

2. Bapak Djojodirdjo almarhum.

3. Bapak Soemadi almarhum.

Pertama-tama mereka berempat berkumpul pada tiap-tiap hari Jum’at, kemudian diubah tiap hari Rebo, tempatnya bergantian, khusus untuk mengaji agama Islam dengan berpedoman kepada Al-Qur’anulkarim dan Al-Hadist.

Disamping mengadakan pengajian yang diadakan oleh seorang ulama bangsa Arab, ialah Bapak Ubud Alkatiri, suatu pengajian yang diikuti oleh para pemuda maupun oleh orang-orang yang telah lanjut usianya; di dalam pengajian tersebut Bapak Wiryowiyoto cs mendapat kesempatan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan guna mendapatkan penjelasan tentang hal-hal yang bagi mereka kurang jelas. Kesempatan itu dipergunakan sebaik-baiknya oleh mereka dan yang demikian itu berjalan beberapa tahun.

Kemudian Bapak Wiryowiyoto juga menghubungi kerap kali Bapak Moh. lcksan yang pada waktu itu kalau pagi bekerja pada kantor pekerjaan umum Kabupaten dan pada sore/petang hari mengajar mengaji (membaca Qur’an) pada anak-anak di Sumber Pacar, untuk menanyakan tentang hal-hal agama yang beliau kurang faham. Setelah Bapak Moh. lcksan pensiun, atas permintaan Bapak Wiryowiyoto ia menggabungkan diri kepada pengajian “Reboan”. Dengan masuknya Bapak Moh. lcksan menjadi anggota pengajian, maka pada bulan Agustus 1959 pengajian mempunyai 14 orang anggota dengan Bapak Wiryowiyoto sebagai Pimpinan, dan Bapak Moh. lcksan ditunjuk sebagai guru hingga susunan adalah sbb. :

1. Bapak Wiryowiyoto pimpinan/soko guru

2. Bapak Djojodirdjo soko guru

3. Bapak Koesnadi soko guru

4. Bapak Soemadi soko guru

5. Bapak Moh. Icksan guru

6. Bapak Moh. Yasin anggota

7. Bapak Salamun anggota

8. Bapak Sosrowidjojo anggota

9. Bapak Hardjowisastro anggota

10. Bapak Sastrodipuro anggota

11. Bapak Wirjosoedjono anggoza

12. Bapak Pringgo anggota

13. Bapak Atmosoemarto anggota

14. Bapak Sastroprajitno anggota

Pengajian makin lama makin bertambah maju, baik tentang pengetahuan agama bagi para anggotanya, maupun tentang jumlah anggotanya, hingga mencapai batas jumlah pada waktu itu ialah 20 orang anggota. Berkat ketekunan, kesabaran, kebijaksanaan Bapak Wiryowiyoto selaku pimpinan dan pembimbing dan Bapak Moh. Icksan selaku guru, pengajian terus bertambah maju, hingga akhirnya jumlah anggota tidak perlu dibatasi dan atas usul beberapa orang anggota supaya pengajian dijadikan organisasi, dan dalam suatu musyawarah dalam pengajian ditetapkan sbb. :

1. Bapak Wiryowiyoto sebagai sesepuh.

2. Bapak Moh. lcksan guru.

3. 4 orang ditunjuk menjadi soko guru.

4. 3 orang sebagai pengurus ialah : Ketua, Penulis dan Bendahara.

5. Istilah pengikut diubah menjadi anggota.

Atas usul anggota, acara pengajian diubah menjadi/ditetapkan sbb. :

a) Pembukaan oleh Ketua.

b) Pembacaan catatan singkat pengajian yang lalu oleh penulis.

c) Mukodimah oleh bapak guru (bapak sesepuh/ketua).

d) Pembacaan Al-Qur’an oleh petugas menurut gilirannya.

e) Tafsir oleh Bapak guru dengan perbandingan dengan tafsir-tafsir yang ada.

f) Istirahat.

g) Hadist oleh petugas yang ditunjuk.

h) Fekih oleh petugas yang ditunjuk.

i) Siraman.

j) Tanya jawab.

k) Tanya jawab (menerima yang baru dan menjawab yang lama).

l) Penutup

Tempat pusat pengajian dirumah-rumah Bapak Hadiwidjojo dan atau atas permintaan anggota pengajian bertempat dirumah anggota tersebut. Atas saran Bp. Wiryowiyoto pengajian juga mempunyai urusan kematian dengan ketentuan tiap-tiap anggota yang masuk dikenakan pembayaran uang pangkal, tiap-tiap ada anggota yang wafat keluarganya mendapat sumbangan kain kafan/uang, sedang untuk menutup kas kematian, dipungut dari tiap-tiap anggota yang jumlahnya disesuaikan dengan jumlah sumbangan yang dikeluarkan. Juga kaum Ibu pensiunan menjadi perhatian Bp. Wiryowiyoto. Supaya mereka mengikuti jejak kaum pria pensiunan, atas saran beliau diadakan pengajian pensiunan bagian wanita. Beliau tidak setuju dengan pendapat bahwa bagi kaum wanita “Swargo nunut neraka katut” yang artinya : “Kalau suami masuk neraka istri ikut masuk neraka dan kalau suami masuk sorga istri juga masuk sorga.” Sedang menurut ajaran Islam, tiap orang akan mendapat apa yang diusahakan/diamalkan. Pengajian pensiunan wanita berdiri dengan anggaran rumah tangga dan pengurus sendiri, hanya dimana perlu diadakan pengajian bersama dengan pengajian Reboan.

Misalnya bila mengadakan halal bihalal, atau peringatan Hari Besar islam yang tempatnya dipusat pengajian pria atau wanita, atau dirumah Bapak Wiryowiyoto. Pengajian pensiunan bagian wanita mempunyai guru sendiri dan juga hari pengajian sendiri. Dengan mempelajari dan memperdalam ajaran islam, besar sekali perhatian Bapak Wiryowiyoto kepada nasib fakir miskin dan anak-anak yatim. Perhatiannya dibuktikan dengan amalan-amalan, ialah berupa sumbangan-sumbangan dan sokongan-sokongan beliau kepada rumah miskin dan pemeliharaan anak-anak yatim yang diurus oleh perkumpulan Muhammadiyah, baik berupa uang maupun bahan. Guna latihan bagi para anggota pengajian atas kehendak beliau pada tempat pengajian disediakan sebuah umplung sumbangan yang hasilnya tiap-tiap bulan disetor/diserahkan kepada pengurus rumah miskin dan rumah pemeliharaan yatim tersebut diatas. Pada permulaan hasilnya tiap-tiap bulan sekitar Rp. 1000,— makin lama makin bertambah sampai beberapa ribu,  bahkan pernah mencapai jumlah sebesar Rp. 7000,— lebih,

Bapak Wiryowiyoto yang sudah lanjut usianya pada waktu itu, termasuk anggota yang aktif dalam menghadiri pengajian; kalau beliau sakit atau bepergian sajalah, beliau tidak hadir. Yang sangat mengherankan dan mengesankan ialah besarnya hasrat beliau untuk belajar (menuntut ilmu) terutama agama Islam. Dengan usia yang sudah tinggi itu, beliau masih senang mempelajari bahasa Arab dengan tujuan benar-benar mengerti arti firman Tuhan dalam kitab Al Qur’an dan sabda Nabi dalam kitab Hadist. Tujuan beliau adalah mempelajari agama Islam secara murni dan menolak keras apabila didalam pengajian ada yang mengemukakan faham selain Islam.

Perhatiannya kepada pengajian Reboan besar sekali, hingga walaupun beliau sedang bepergian senantiasa memikirkan pengajian. Pernah terjadi pada waktu beliau berada di Jakarta, beliau menulis surat kepada pengajian yang isinya antara lain : supaya pengajian, membahas firman Allah dalam surat III AIi Imron ayat 31 dan 32 yang artinya : 31. Katakanlah jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihimu dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 32. Katakanlah : “Taatilah Allah dan Rosulnya, jika kamu berpaling maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.”

Mulai tahun 1970 Bapak Wiryowiyoto kadang-kadang tidak menghadiri pengajian karena kesehatannya tidak mengizinkan. Mulai awal tahun 1973 beliau masih dapat menghadiri pengajian kira-kira 50% sampai bulan juni. Mulai bulan Juli tahun itu beliau sudah tidak dapat lagi hadir sampai pertengahan bulan Agustus, hingga wafatnya pada tanggal 17 Agustus 1973 bertepatan dengan peringatan H.U.T. Kemerdekaan kita yang ke-28.

Dengan wafatnya Bapak Wiryowiyoto kita dari pengajian Reboan kehilangan seorang Bapak pendiri, pembimbing, pengasuh, pendorong yang bijaksana dan sabar, akan tetapi alhamdulillah berkat pimpinan beliau yang bijaksana itu pengajian dapat hidup terus dan sebagai pewaris dan penerus mudah-mudahan diberi taufiq, hidayah dan innayah oleh Tuhan, hingga dapat tercapailah apa yang dicita-citakan oleh Bapak pendiri pengajian Reboan. Akhirnya semoga amal kebajikan dan amal jariah Bapak Wiryowiyoto diterima oleh Tuhan, dan diampuni segala kesalahannya dan mendapat tempat yang layak disisi Tuhan sesuai dengan amal perjuangan dalam menegakkan agama Islam. Amin, amin ya Robbilalamin.

Atas segala kekurangannya mohon dimaafkan dan ditambah/dilengkapi.

Wabillahittaufiq Wal hidayah

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Penulis I

MOECHTAROEM

Probolinggo, 12 Mei 1976.

Catatan Tambahan :

Almarhum Bapak R. Mardjoeki Wiryowiyoto beserta istri, ibu Ismirah Wiryowiyoto, dimakamkan di pemakaman “Astana Mulja” (atau Astono Mulyo) di Wiroborang, Kecamatan Mayangan Kota Probolinggo. Terletak dekat pintu masuk sebelah kiri. Berdekatan dengan makam putranya Dr. R. Soedarsono dan keluarga yang lain. Satu komplek dengan makam Dr. Moh. Saleh, tokoh dokter terkenal di kota Probolinggo. Bagi yang ingin berkunjung dan berziarah, dapat menghubungi juru kuncinya bapak/ibu Soemarsono, rumahnya di gang kecil depan makam.

Lokasi makam bapak R. Mardjoeki Wiryowiyoto di pemakaman Astana Mulja, kota Probolinggo.

Dalam buku Regerings-almanak voor Nederlandsch-Indië, tahun 1921. Mencatat bahwa pak Mardjoeki mulai bertugas di Probolinggo, sejak tanggal 9 Oktober 1916, sebagai guru bahasa Madura (Onderwijzer in het Madoereesche taal). Sejak itu beliau tetap tinggal di Probolinggo selama hampir 57 tahun, hingga akhir hayatnya tanggal 17 Agustus 1973.

Regerings-almanak voor Nederlandsch-Indië, tahun 1921

Sebagai tokoh guru bahasa Madura, selain mengajar juga menulis beberapa buku, diantaranya :

  • Bhabhandingan Pangangghoejja Ter-ater, MARDJOEKI alias WIRJO WIJOTO, 1916, Batavia, 31 katja, (Jav.kar.) Landsdrukkerij.
  • Ketab Pengadjaran Nganggit Ban Elmoe Basa Madoera, Wirjo Wijoto (Mardjoeki), 1917, Batavia, (Jav.Kar) Landsdrukkerij.
  • Pangghellar Bhoeddhi, Kètab Batja’an Sè Aghoena Da Para Mored e Sakola’an Madhoera, M Wirjo Wijoto, 1922. Masih disimpan di perpustakaan di Belanda dan bisa dilihat online di http://tinyurl.com/4x9frbye
  • Elmo Bhasa Madhoera Djhilid II, MARDJOEKI alias WIRJO WIJOTO, 1929, Batavia, Landsdrukkerij.
Salah satu buku karangan Bapak R. Mardjoeki Wiryowiyoto yang masih di simpan di perpustakaan Belanda

Organisasi Kebatinan “Hardo Pusoro” berpusat di Surabaya, mendirikan cabang di Probolinggo pada tahun 1926, dengan ketua R. Soeratmoko dan sekretaris R. M. Koesoemodirdjo (De Indische courant, 08-02-1926). Organisasi ini didirikan oleh Mas Koesoemotjitro yang berasal dari Bagelen, Purworejo. Jumlah anggotanya pada waktu itu diperkirakan 15-20 ribu orang, termasuk ratusan orang China bahkan banyak orang Eropa. Kabarnya organisasi ini masih aktif di Malang sampai sekarang.

Berita pembukaan cabang organisasi Hardo Poesoro di Probolinggo (De Indische courant, 08-02-1926).

Hingga kini “Pengajian Pensiunan Reboan” masih tetap eksis di kota Probolinggo, kegiatan dakwahnya bertempat di gedung Nyai Walidah, di Jalan D.I. Panjaitan, Kelurahan Sukabumi, kecamatan Mayangan Kota Probolinggo.

Gedung Nyai Walidah, tempat pengajian pensiunan Reboan di Probolinggo

Postingan Terkait :

Menelusuri Sosok Dr. R. Soedarsono (In Memoriam)

Sejarah Palang Merah Pasuruan