Media Belanda menulis bahwa “Willem Charles Hardeman” adalah sosok laki-laki Hindia (Belanda) sejati. Pria yang patut dibanggakan oleh semua orang yang lahir di Hindia. Ia sendiri juga lahir di Hindia, yaitu 31 Januari 1884 di Surabaya. Jadilah ia seorang anak laki-laki Hindia, dan apa yang telah dicapainya sungguh luar biasa.

Sampai tanggal 4 Januari 1931, ia masih menjadi gubernur yang tinggal di Surabaya. Terhitung sejak tanggal tersebut, ia diangkat oleh Gubernur Jenderal sebagai anggota Dewan Hindia (Raad van Indie). Dia adalah anggota dewan termuda. Sebagai anggota dewan, berhak menyandang gelar bangsawan “Edeleer”, sehingga ia disebut “Edeleer Hardeman”.

Para anggota dewan Hindia di Batavia, Achmad Djajadiningrat, vice-president C.W. Bodenhausen, waarnemend secretaris Mr. W.G. Peekema, G.R. Erdbrink, prof. mr. J. van Kan, P.A.A. Koesomojoedo, L.H.W. van Sandick, W.Ch. Hardeman. Sumber: KITLV

Ayahnya adalah Residen “Johannes Anthonie Hardeman” yang terkenal, disebut unik dalam sejarah administrasi di Hindia. Ketika ia diangkat menjadi anggota dewan Hindia, masih menjabat sebagai Residen Banten, meminta pencabutan keputusan yang begitu terhormat baginya. Dilanjutkannya bertahun-tahun lamanya tetap menjadi Residen Banten (periode 3 April 1895 – 2 April 1906). Alasan permintaannya untuk mengundurkan diri, terletak pada kenyataan bahwa ia telah kehilangan istrinya. Bernama “Wilhelmina Carolina Gerharda van Zijll de Jong” yang telah wafat (pada 6 November 1899). Dan bahwa dalam jabatan yang begitu penting, seorang istri sangat diperlukan untuk resepsi resmi.

Wilhelmina Carolina Gerharda van Zijll de Jong (wafat 6 November 1899) Ibu Gubernur Hardeman.

Putranya kini telah menjadi “Edeleer” yang terkenal di Batavia, yang kini dipanggil untuk menduduki jabatan tinggi. Dilahirkan di rumah pengawas (controleur) di Simpang, sebuah lingkungan di Surabaya yang dikenal banyak orang. Ia bersekolah di HBS lalu melanjutkan ke jurusan B gimnasium Raja Willem III di Batavia. Pak Hardeman sudah berprestasi di sana sebagai mahasiswa. Pada usia 19 tahun ia menjadi pengawas. Kemudian, saat cuti pertama kali di Belanda, ia bersekolah di akademi administrasi di Leiden.

Dari tahun 1904 hingga 1906 ia menjadi pengawas di Semarang. Pada tahun 1908, pak Hardeman menikah dengan Sophie Scheel, putri Asisten Residen Kendal, atasan langsungnya. Dia adalah seorang gadis Hindia, seorang wanita yang sangat cerdas dan representatif, seorang wanita yang layak untuk posisinya. Jadi dia juga berasal dari keluarga pegawai administratif dan merupakan anak tunggal. Di sisinya, dia adalah kekuatan pendorongnya, dan dengan wawasannya yang benar sangat mendukung suaminya. Mereka memiliki dua anak perempuan.

Istri Gubernur Hardeman, Sophie Emilie Scheel (8 Maret 1887-1984)

Pada tahun 1910, ia menjadi pengawas di Besuki. Dan pada tahun 1915 menjadi pengawas di Surabaya, dimana ia tinggal di rumah tempat ia dilahirkan. Tahun 1918, ia menjadi pengawas persediaan pangan di Surabaya. Tahun 1919 ia menjadi Asisten Residen Nganjuk, tahun 1921 menjadi Asisten Residen Jombang. Pada tahun 1924 ia menggantikan Asisten Residen Bandung, Hillen, yang diangkat menjadi Residen di Surabaya. Demikian pula ia kini menggantikannya sebagai “Edeleer”. Pada tahun 1925, pak Hardeman mengambil cuti, pada tanggal 6 Juni 1926 menjadi Residen Surabaya. Pada tanggal 1 Juli 1928 diangkat menjadi gubernur wilayah Jawa Timur, yang waktu itu disebut dengan istilah “Het Gewest Oost-Java”. Tanggal 1 Januari 1929, diangkat menjadi gubernur dengan istilah baru “Provincie Oost Java”. Istilah provinci tetap dipergunakan sampai sekarang.

Selama masa jabatannya sebagai gubernur, Hardeman terkadang dituduh terlalu “etis”. Oleh karena itu, beberapa orang menganggap pengangkatannya sebagai Gubernur Jawa Timur, tidak dilakukan dengan pertimbangan yang baik. Namun, segera menjadi jelas bahwa gubernur adalah seorang administrator sejati. Memang benar, dia yakin akan pentingnya gerakan pribumi. Dia bersimpati pada perkembangan nasionalis yang sehat dari masyarakat adat, yang hak-haknya dia dukung.

Namun, tuduhan terlalu (ultra) etis tidak bisa menimpanya. Gubernur Hardeman melihat gerakan pribumi secara luas. Terkesan dengan keseriusan dan signifikansinya, ia ingin mengarahkannya ke jalur secara bertahap. Melunakkan kontradiksi melalui kontak dekat dengan masyarakat dan pemerintahan yang moderat. Dia menunjukkan dirinya memiliki kepribadian yang keren. Dia tidak terpengaruh oleh kritik, atau pengaruh pribadi atau materi.

Gubernur melakukan tur secara ekstensif. Beliau mengunjungi seluruh wilayah administratifnya ke segala penjuru dan melakukan kontak dengan seluruh lapisan masyarakat, baik pejabat maupun swasta. Beliau mengetahui wilayah yang luas dan mengetahui apa yang dibutuhkan. Teladan yang merangsang dan semangat percakapan yang dilakukannya, memberikan kontribusi yang kuat terhadap semangat politik yang baik. Yang menjadi ciri khas Jawa Timur, dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan di sana. Tidak ada sesuatu pun yang terjadi di daerah-daerah tersebut yang tidak dapat membuat Gubernur Hardeman semakin bersinar. Ini mungkin merupakan pencapaian terbesarnya. Pada masa pemerintahannya, “Oosthoek” berkembang dengan tenang dan tanpa guncangan.

Catatan Karir W. Ch. Hardeman

Sebagai ketua dewan provinsi dalam rapat-rapatnya, Gubernur Hardeman kurang mendominasi sebagai orator, yang mencari kekuatan dalam bakat retorikanya. Dia memenangkan pendengarnya dan mengalahkan lawan-lawannya, dengan pengetahuannya yang menakjubkan tentang seluruh materi faktual. Dia mempelajari semua desain secara menyeluruh, dan dia tidak melupakan detail apa pun. Begitu banyak anak panah, yang ditembakkan dari hati yang lebih bersemangat, harus memantul dari baju besinya yang memiliki pengetahuan pasti tentang masalah tersebut. Dan itulah sebabnya Gubernur Hardeman melakukan hal itu dan di kursi ketua, sosok yang tangguh di mata lawan-lawannya, namun dihormati semua orang. Karena sikapnya yang adil dan berpengetahuan, dia memberikan pengaruh yang besar terhadap jalannya peristiwa, tanpa terlalu mendorong dirinya sendiri ke depan. Dia selalu menghindari timbulnya kontradiksi yang tidak perlu. Beberapa orang melihat kelemahan dalam hal ini, namun setelah dua tahun ketua memegang palu, kebenaran kepemimpinannya dan sikap adilnya di ruang rapat telah diakui.

“Keluarga Hardeman”

Ciri khas Tuan dan Nyonya Hardeman adalah keramahtamahannya yang luar biasa dan kesederhanaannya yang istimewa, sifat-sifat yang dihargai oleh masyarakat Surabaya. Keluarga tersebut menaruh perhatian besar pada kebutuhan warga dan keduanya tidak pernah berhenti berbuat baik. Surabaya dapat memberikan kesaksian mengenai hal ini, dan juga mengenai pandangan tinggi yang dimiliki gubernur dan istrinya terhadap tugas-tugas resmi dan sosial mereka.

Meski sibuk bekerja, gubernur selalu menyempatkan diri untuk masyarakat kecil. Beliau bukannya tidak bisa didekati, sebaliknya beliau dapat diakses oleh semua orang, sehingga ingatannya akan terus hidup di hati orang-orang sederhana di masyarakat.

Anggota baru Dewan Hindia itu akan meninggalkan Surabaya dengan penuh nostalgia. Dia telah mengatakan itu dan semua orang yakin akan hal itu. Ia mencintai Surabaya dan banyak ikatan persahabatan yang menghubungkannya dengan penduduk kota kelahirannya. Dia sendiri mungkin lebih memilih untuk tetap tinggal, namun pemerintah memanggilnya dan dia pergi. Namun, ada kekosongan yang tertinggal.

Keluarga Hardeman mengadakan resepsi perpisahan pada Sabtu malam, 4 Januari 1931. Jika mereka belum mengetahui betapa mereka dicintai di sini, mereka akan mengalaminya sekarang. Mereka meminta untuk tidak mengirimkan bunga, karena ini bukan pesta melainkan perpisahan, begitulah perasaan mereka atas perpisahan Surabaya tercinta ini.

Pemerintah menyatakan kepuasannya pada tahun 1918, atas kontribusi terpuji yang dilakukan pak Hardeman terhadap perbaikan perumahan di distrik Gunungkandang. Pada tahun 1929 ia dianugerahi Knight’s Cross di Ordo Singa Belanda, selain itu ia juga menerima penghargaan Komandan di Orde Kamboja, Ordo Gajah Putih Siam, dan Ordo Leopold dari Belgia.

Setelah ditahan di kamp sipil di Bandung pada masa pendudukan Jepang, pak Hardeman meninggal pada tanggal 7 Februari 1947, akibat penawanan di Bandung tersebut. Walaupun surat resmi kematiannya dengan jelas ditulis di tahun 1947, nampaknya batu nisan ditulis salah dengan menulis wafat di tahun 1944.

Surat Kematian Resmi Gubernur Hardeman yang meninggal di tahun 1947.
Makam Gubernur Hardeman di Ereveld Pandu Bandung, ditulis wafat tahun 1944.

Ia menemukan tempat peristirahatan terakhirnya di Ereveld Pandu Bandung. Keinginan terbesarnya untuk dimakamkan di Hindia kini terkabul.

Nyonya Hardeman meninggal lebih dari 37 tahun setelah suaminya. Kostum megahnya disumbangkan oleh keluarga dengan sangat sedih dan haru kepada Kanselir Ordo Belanda di Den Haag, tetapi hanya setelah salah satu dari tiga cucunya difoto di dalamnya.

Sumber: dikutip dari majalah Moesson, edisi 15 Juni 1985. Dengan data dan foto pendukung di KITLV, nationaalarchief.nl, oorlogsgravenstichting.nl, wikitree.

404 Not Found

Not Found

The requested URL was not found on this server.

Additionally, a 404 Not Found error was encountered while trying to use an ErrorDocument to handle the request.