Sebelumnya Kraksaan adalah salah satu wilayah afdeeling dibawah Karesidenan Probolinggo. Dengan pimpinan tertinggi yang dipegang oleh orang Eropa sebagai Asisten Residen, dan pimpinan pribumi tertinggi seorang “Patih”. Sejak 1901 digabungan dalam wilayah Karesidenan Pasuruan hingga tahun 1928,. Yang terdiri dari 6 wilayah yaitu : Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Bangil, Kabupaten Malang, Kabupaten Probolinggo, Kepatihan Kraksaan dan Kepatihan Lumajang.
“Mas Djojodiprodjo” yang lahir 17 April 1871, mulai berkarir sebagai seorang pegawai di Kantor Residen di Probolinggo sejak bulan September 1891. Pada bulan Maret 1898 diangkat menjadi wakil jaksa di Kraksaan, sedangkan pada bulan Oktober 1902 diangkat sebagai jaksa di Probolinggo. Selanjutnya pada bulan Januari 1909 diangkat menjadi asisten wedono Pasru Jambé (di Lumajang). Setelah itu diangkat menjadi patih pada bulan Januari 1915, juga bertindak sebagai wedana dari kota Probolinggo. Pada bulan Januari 1916 ia menjadi penjabat Bupati Probolinggo, pada bulan Mei 1920 ia menjadi patih di Kraksaan.
Dengan Staatsblad No. 318 tahun 1928, status afdeeling Kraksaan ditingkatkan menjadi “Regentschap” atau “Kabupaten” yang mandiri. Dengan Keputusan Pemerintah tanggal 18 Juni 1928, Mas Djojodiprodjo diangkat menjadi Bupati Kraksaan. Sejak 1 Juli 1928 ia menjadi “Bupati yang pertama” di Kraksaan, dan dilantik secara resmi oleh Gubernur Jawa Timur “W. Ch. Hardeman” pada hari Rabu, 3 Oktober 1928. Sejak diangkat ini, ia dianugerahi gelar bangsawan “Raden” dan gelar resmi “Tumenggung”, menjadi “Raden Tumenggung Djojodiprodjo”.
Pemerintah telah mengakui jasa penting pegawai negeri ini ,dengan menganugerahkan kepadanya bintang jasa emas kecil pada 22 Agustus 1922. Ia diangkat sebagai Perwira Ordo Oranye Nassau dengan Keputusan Kerajaan tanggal 29 Juli 1927. Dengan Keputusan Pemerintah 24 Agustus 1931, ia dianugerahi gelar “Ario”, menjadi “Raden Tumenggung Ario Djojodiprodjo”.
Beliau berhasil melakukan banyak pekerjaan dalam waktu singkat kepemimpinannya, dalam memajukan kemakmuran daerah dengan cara yang lebih dari biasanya. Diantaranya pembangunan sistem jalan khusus di dalam dan sekitar Kraksaan, untuk memperbaiki posisi kota Kraksaan yang memanjang secara khas. Juga ada pembangunan sebuah fasilitas renang yang indah dan modern, yang dibuka di Jabung tepat di luar kota, sementara pasar baru juga harus disebutkan secara khusus.
Dalam usia 61 tahun, Bupati Kraksaan Raden Tumenggung Ario Djojodiprodjo meninggal dunia pada hari Sabtu, 3 September 1932. Sore harinya pukul setengah dua prosesi pemakaman berangkat dari rumah kematian di Bago ke Kabupaten di Kraksaan, di mana beberapa pejabat dari kabupaten telah berkumpul untuk memberikan penghormatan terakhir.
Setelah upacara secara Islam yang biasa di Kabupaten, prosesi pemakaman berangkat sekitar pukul 3 menuju pemakaman di Sumberkareng dekat Probolinggo, di mana banyak pejabat tinggi baik Eropa maupun pribumi yang hadir. Mobil jenazah diikuti oleh barisan panjang mobil dan karangan bunga yang tak terhitung jumlahnya menutupi usungan jenazah.
Setelah wafatnya ini tidak ada penerus dari keluarga almarhum Bupati, yang dianggap cocok oleh pemerintah untuk menjabat sebagai Bupati yang baru.
Dalam keaadaan resesi ekonomi (malaise) di tahun 1930-an, turunnya harga gula dan ditutupnya pabrik gula di Kraksaan, menunda pelantikan bupati baru. Keadaan ini diperparah dengan berturut-turutnya gagal panen padi akibat wabah “walang sangit” di tahun-tahun berikutnya.
Hubungan kuno Probolinggo dan Kraksaan yang berasal dari ras yang sama, adat istiadat dan sarana penghidupan mereka yang hanya berbeda sedikit satu sama lain. Tidak adanya penerus dari keluarga bupati lama yang cocok serta gagal panen padi secara berturut-turut, dan tentunya penghematan anggaran, adalah faktor utama keberadaan Kabupatan Kraksaan tidak dapat dipertahankan. Pemerintah kemudian menghapus Kabupaten Kraksaan dan menggabungkannya dengan Kabupaten Probolinggo. Pemerintah melantik Bupati baru penggabungan wilayah kabupaten Probolinggo dan Kabupaten Kraksaan di tahun 1935, yaitu R. A. A. Poedjo.
Dengan demikian Raden Tumenggung Ario Djojodiprodjo, adalah “Bupati Pertama” sekaligus “Bupati Terakhir”. Yang pernah menjabat di Kabupaten Kraksaan selama lebih dari 4 tahun. Karesidenan Probolinggo yang sejak 1928 dipisahkan dari Karesidenan Pasuruan, dihapus dan digabungkan dengan karesidenan Malang. Demikian halnya dengan karesidenan Pasuruan, juga dihapus dan digabungkan dengan karesidenan Malang, dengan pusat karesidenan di Malang.
Makam Bupati Kraksaan
Lokasi makam beliau ini terletak di Jl. Brantas, Kel. Pilang, Kec. Kademangan, Kota Probolinggo. Dalam komplek makam inilah, ada makam khusus keluarga dengan prasasti di depan yang tertulis : “Pesarean Agung, K. R. T. Adipati Ario Djojodiprodjo, Bupati Kraksaan Pertama, Th. 1927-1933 (Wafat Th. 1933)”.
Mas Djojodiprodjo sudah menjabat sebagai “patih” mandiri di wilayah (afdeeling) Kraksaan, sejak 10 Mei 1920. Setelah ditingkatkan status wilayah Kraksaan menjadi “Regentschap” (Kabupaten) di tahun 1928,. Mas Djojodiprodjo diangkat menjadi regent (bupati) yang pertama di Kabupaten Kraksaan, yaitu sejak 1 Juli 1928. Secara resmi dilantik pada 3 Oktober 1928. Dianugerahi gelar bangsawan “Raden” dan gelar resmi “Tumenggung” menjadi “Raden Tumenggung Djojodiprodjo”. Tahun 1931 ia dianugerahi gelar “Ario” menjadi “Raden Tumenggung Ario Djojodiprodjo”.
Dalam usia 61 tahun, Bupati Kraksaan Raden Tumenggung Ario Djojodiprodjo, meninggal dunia pada hari Sabtu 3 September 1932. Sejak itu tidak ada bupati baru yang dilantik, Kabupaten Kraksaan dihapus, dan digabungkan lagi dengan Kabupaten Probolinggo. Pimpinan tertinggi pribumi di Afdeeling Kraksaan, kemudian dijabat lagi oleh seorang patih.
Postingan ini sekaligus mengoreksi tulisan di prasasti, yang tertulis menjabat tahun 1927-1933, seharusnya tahun “1928-1932”. Wafat di tahun 1933, seharusnya tahun “1932”, tepatnya hari Sabtu, 3 September 1932. Jabatan atau gelar “Adipati”, tidak ditemukan hingga ketika beliau wafat, mungkin hanya gelar kehormatan atau anumerta. Postingan ini juga sekaligus meluruskan rumor dan menepis hoax. Yang beredar di kalangan masyarakat Probolinggo, lewat beberapa video di channnel Youtube, bahwa :
– Konon masih ada masyarakat Probolinggo yang bingung, karena ada yang menyebut R. T. A. Djojodiprodjo pernah menjadi Bupati Probolinggo, tetapi namanya tidak tercantum dalam daftar yang beredar (misalnya di Wikipedia). Rumor sebagai Bupati Probolinggo ini tidak salah, tetapi beliau hanya sebagai “Penjabat Sementara” atau “Pelaksana Tugas” Bupati Probolinggo. Sewaktu Bupati Probolinggo resmi belum ada yang ditetapkan. Yaitu ketika beliau masih menjabat sebagai Wedono Kota dan Patih Probolinggo di tahun 1916. Beliau juga salah satu tokoh penting di Kota Probolinggo, karena termasuk anggota “Dewan Kota” yang pertama, yang dibentuk tahun 1918. Jabatan resmi terakhir beliau adalah sebagai Bupati Kraksaan, sebagai yang pertama (benar sesuai yang tertulis di prasasti).
– Ada yang menyebut R. T. A. Djojodiprodjo, hidup dimasa atau sejaman dengan bupati pertama Probolinggo, Kyai Djojolelono (menjabat 1746-1768). Ini jelas hoax dan tidak berdasar sama sekali, yang benar adalah R. T. A. Djojodiprodjo, lahir pada tahun 1871, dan wafat tahun 1932.
– Juga ada yang menyebut sebagai bupati yang diangkat oleh Kerajaan Mataram. Ini juga hoax dan jelas ngawur! Yang benar adalah di angkat dan dilantik oleh Pemerintah Hindia Belanda, yaitu pada tahun 1928.
Postingan Terkait :
Sejarah Pemandian Jabung Kabupaten Kraksaan