Diterjemahkan dari : Soerabaijasch Handelsblad, 22-03-1937

  • Ulang Tahun Bupati yang Istimewa.
  • Penganugerah Gelar Pangeran untuk R.A.A. Sosrodhiningrat.
  • Pidato Residen Sonneveld.
  • Hari Penuh Kegembiraan di Tulungagung.

(Dari editor kami).

Penghargaan Luar Biasa.

Kemeriahan hari Sabtu yang sudah dimulai pada hari Jumat dengan pasar malam. Ini merupakan perayaan nyata dan besar bagi bupati dan masyarakat Tulungagung. Namun juga merupakan peristiwa yang istimewa, pada hari ulang tahun R. A. A. Sosrodhiningrat yang telah menjabat bupati Tulungagung selama 30 tahun. Dan sehubungan dengan itu, sebagai pengakuan pemerintah atas jasa-jasanya yang besar, mendapat penganugerahan gelar “Pangéran” yang sangat tinggi. Semacam pengangkatan kaum bangsawan, sebanding dengan kebiasaan di Inggris dalam memberikan penghargaan atas jasa khusus kepada tanah air.

Gelar tersebut tidak bersifat turun-temurun karena sifat penghargaannya yang sangat personal. Gelar tersebut diberikan dengan sangat luar biasa, meskipun perlu dicatat bahwa tidak semua putra Sunan atau Sultan menerima gelar tersebut. Jumlah pangeran terbatas; maksud kami terbatas sampai sepuluh untuk istana sultan.

Terdapat perbedaan penilaian gelar di dalam dan di luar wilayah Kerajaan (Vorstenlanden). Dalam bidang pemerintahan yang diberikan kepada seorang bupati. Yang telah menyelenggarakan urusan pemerintahan kependudukan yang dipercayakan kepadanya dengan baik, gelar itu mempunyai arti yang sama sekali berbeda. Dia terkait erat dengan kualitas seseorang dan tetap menyatu dengan namanya. Juga sebagai kenang-kenangan!

Oleh karena itu, mendiang Pangeran Sumedang akan selalu mengingatkan mereka yang mengenalnya. Atau mendengar tentangnya akan sosok istimewanya dalam sejarah pemerintahan Jawa. Dia adalah pria hebat dengan kualitas seorang pangeran; pilar otoritas. Beberapa bupati lainnya berhasil memperoleh gelar tersebut setelah mengabdi secara panjang dan istimewa. Yang tertua di antara mereka adalah mantan bupati Madiun, ayah dari bupati saat ini, Pangeran R. A. Koesnodhiningrat. Dari seluruh bupati yang menjabat, bupati Ngawi adalah yang tertua. Dia diberi gelar itu dua tahun lalu karena ulang tahunnya yang ke-30.

Setelah beliau dalam beberapa tahun pengabdian adalah R. A. A. Sosrodhiningrat, Bupati Tulungagung, yang ulang tahunnya diperingati pada hari Sabtu.

Tradisi dan Gender.

Pengenalan ini mungkin dapat menjelaskan mengapa festival ini memiliki karakter yang begitu istimewa dan mengapa juga dijadikan festival untuk masyarakat.

Tulungagung adalah sebuah kabupaten besar. Kabupaten ini mempunyai tujuh kecamatan dan setelah digabung dengan kabupaten Trenggalek yang dibubarkan mempunyai jumlah penduduk 716.000 jiwa.

Warga Trenggalek secara historis tidak bisa merasa begitu dekat dengan keluarga bupati ini. Melainkan setengah juta warga Tulungagung, tepatnya 500.718 menurut hitungan sementara terakhir. Karena ada tradisi besar antara masyarakat Tulungagung dengan rumah bupati ini. Tak terkecuali dari semuanya juga Raden Ayu, yang lahir di kabupaten kota tempat perayaan. Silsilah keluarganya bermula dari Sultan I Jogja, yang disebut Sultan Agung, yaitu raja yang agung, memang raja yang terbesar. Yang menjadikan kerajaan yang didirikannya menjadi daerah makmur selama masa pemerintahan lebih dari 30 tahun. Istri bupati Tulungagung ini merupakan putri dari almarhum R. M. T. Pringokoesoemo, nama khas bangsawan kerajaan, yang kakek buyutnya juga bernama Pringokoesoemo dan merupakan putra Sultan II.

Ayah Raden Ayu adalah bupati Tulungagung, selain itu juga kakek dan ayahnya Djajadiningrat yang merupakan cucu Sultan II.

Saat bupati Tulungagung merayakan ulang tahun pengabdiannya yang keempat puluh tahun lalu – tanggal 1 Mei 1936. Redaktur kami di Malang menceritakan perjalanan kariernya. Dari tulisan itu kita ingat, mengenai adat istiadat keluarga dan masyarakat bupati ini. Bahwa ikatan ini juga sudah berumur lebih dari satu abad. Sebagai rincian tambahan, perlu disebutkan bahwa sebelum Perang Jawa Keempat, karesidenan Madiun dan Kediri merupakan wilayah Monconegoro. Milik kerajaan Jogja, yang secara populer dinyatakan sebagai wilayah luar. Dimana raja tidak memerintah secara langsung, namun memiliki tuan tanah feodal. Mereka lagi-lagi mempunyai administrator, juga bupati, tetapi berstatus pangeran. Dari bupati tersebut – daerahnya adalah Ketandan, bagian dari Tulungagung. Namun dahulu disebut Ngrowo sesuai nama sungai utama di wilayah ini – keturunan Pangeran R. A. A. Sosrodhiningrat, dari pihak ibunya.

Foto bersama bupati Tulungagung saat pasar malam. Foto tahun 1937-1939. Sumber : wereldculturen.nl

Ikatan dengan rakyat.

Meskipun hal di atas telah menguraikan ikatan sejarah yang telah terjalin. Antara pemerintahan kabupaten dan penduduk Tulungagung selama lebih dari satu abad. Ada hal-hal lain yang lebih bernilai, yang berasal dari otoritas, kepercayaan, dan kerja keras.

Para petani kabupaten Tulungagung ini sangat melekat dengan tanah dan tempat kelahirannya. Dalam hal ini ia tidak berbeda dengan jutaan penduduk lainnya di pulau Jawa. Namun sebagaimana setiap daerah mempunyai ciri khas bangsa yang berbeda dengan daerah lain di Jawa. Maka masyarakat Tulungagung juga mempunyai ciri khasnya sendiri. Dia bukan seorang emigran. Ia juga tidak merantau untuk bekerja seperti masyarakat Bagelen zaman dulu di Kedu, dari Ponorogo dan Madura. Generasi demi generasi kaum tani Tulungagung mendiami sebidang tanah miliknya, di lereng gunung Wilis. Di dataran subur di jalur tengah yang luas dengan sawah yang bisa diairi dan di ladang kering di pegunungan Selatan. Bupati memerintah di sini selama tiga puluh tahun. Dengan tradisi di belakangnya ketika ia memulai pekerjaannya pada tahun 1907 dan sekarang dengan tradisi yang ia ciptakan sendiri.

Pada awalnya masih merupakan pemerintahan langsung. Belum ada dewan regional yang terlibat dalam urusan lalu lintas, jalan raya, dan urusan pemerintah lainnya. Dewan ini didirikan pada tahun 1908. Mereka hanya bersifat penasehat, sehingga setelah dilantik pun bupati tetap mengurus langsung segala sesuatu yang berkaitan dengan urusan administrasi.

Bagi masyarakat, semua tindakan – dan lebih dari lusinan tindakan telah diambil dalam 30 tahun terakhir – berasal dari kabupaten. Pengaturan tentang keberadaan pasar, yang dimulai oleh bupati ini pada tahun 1907. Pendirian sekolah desa pada tahun 1908, ada di antaranya sekarang berjumlah 278 dengan 93 sekolah lanjutan. Pelaksanaan reboisasi tahun 1913 hingga 1917. Untuk itu, penduduk yang tersebar di lereng gunung harus dipindahkan ke tempat lain dan digabungkan. Pekerjaan irigasi, pembangunan jalan, layanan kesehatan, lumbung dan bank desa, singkatnya, seluruh kompleks fasilitas pemerintah bupati dan masyarakat memiliki ikatan otoritas dan kepercayaan yang kuat. Tulungagung juga selalu tenang secara politik. Empat belas pengacau yang berangkat dari Tulungagung ke Boven Digul pada tahun 1926 itu berasal dari Jogja.

HIS swasta “Soenoe Pinardi” di Tulungagung, foto tahun 1937-1939. Sumber : wereldculturen.nl

Yang terpenting, jangan membayangkan bahwa bupati berusia 60 tahun dengan segala kualitas gaya lama dan konservatisme yang sehat ini adalah seorang bupati tua. Di sisi lain; Penampilannya yang memiliki vitalitas yang kuat sangat mencolok dan adaptasinya terhadap evolusi beberapa tahun terakhir, yang agak terlalu besar untuk Jawa, juga sangat mencolok. Dia memimpin rapat dewan kabupaten dengan pemahaman yang simpatik.

Pangeran R. A. A. Sosrodhiningrat mempunyai dua orang putra, tidak ada putri. Putra sulungnya adalah wedono Keboncandi (Pasuruan) dan menikah dengan putri bupati Gresik.

Yang lainnya adalah jaksa di Jombang dan juga menikah dengan putri seorang bupati; yaitu dari Sidoarjo.

Masuk akal jika bupati Tulungagung akan merasakan kebahagiaan dan puncak kariernya. Karena putranya kelak akan duduk di kabupaten yang setua dan penuh tradisi indah seperti keluarga bupati ini.

Perayaan itu sendiri.

Ini telah menjadi – juga dalam arti harfiah – sebuah perayaan yang cemerlang. Seluruh alun-alun merupakan tempat perayaan, karena serangkaian permainan dan hiburan diadakan di sana untuk penduduk.

Pintu masuk ke halaman kabupaten di kedua sisinya melewati gerbang berbentuk menara, yang garis-garis tingginya memancarkan cahaya listrik.

Pintu masuk pendopo yang besar dan tinggi, yang balok punggungnya terdapat dedaunan berwarna-warni, juga memiliki lampu listrik di sepanjang tiang penyangganya, sedangkan bagian tengahnya juga bersinar meriah dengan cahaya tersebut. Hiasan berwarna-warni berupa bunga tiruan berwarna kuning dan putih dipasang oleh para priyayi sendiri, digantung dengan indah pada wadah dan pilar. Banyak tangan perempuan kecil telah mengubah pendopo yang lebar dan luas menjadi interior megah keindahan timur.

Banyak orang berkumpul di sini pada Sabtu malam untuk resepsi, ketika pada pukul 7 residen Sonneveld (atas nama gubernur Jawa Timur) dan residen Kediri datang untuk mengucapkan selamat ulang tahun kepada bupati.

Residen Sonneveld melakukan hal berikut ini.

Pidato Perayaan :

Pak Bupati Tulungagung yang terhormat.

Dengan rasa suka cita yang mendalam kami berkumpul di sini malam ini untuk memberikan penghormatan kepada bapak dalam rangka HUT bapak yang ke 30 sebagai bupati Tulungagung.

Di usia muda anda dipanggil untuk memenuhi jabatan tinggi. Apakah ini sebuah keajaiban? Putra almarhum Raden Toemenggoeng Sosroprawiro, bupati Ponorogo yang masih hidup, menantu almarhum Raden Toemenggoeng Mas Pringgokoesoemo, mantan bupati Tulungagung, anda telah ditakdirkan untuk menduduki jabatan agung ini sejak masa muda anda, baik berdasarkan kelahiran maupun keistimewaan kualitas anda.

Dengan Keputusan Pemerintah pada tanggal 19 Maret 1907 No. 25. Anda yang saat itu menjabat sebagai asisten wedono Bagi (Madiun), diangkat menjadi bupati Tulungagung.

Anda telah sepenuhnya memenuhi, bahkan melampaui, ekspektasi tinggi yang diberikan kepada anda. Dalam 30 tahun anda memiliki tenaga kerja anda, pengawasan kebapakan anda yang tidak pernah gagal terhadap penduduk yang dipercayakan kepada anda. Keagungan kekuasaanmu yang bersumber dari watakmu sebagai Satriyo, kemampuan besarmu, dan keturunan tinggimu, telah dipergunakan demi kebaikan kabupaten Tulungagung dan penduduknya.

Tugas anda tidak mudah. Tulungagung adalah salah satu wilayah yang sangat padat penduduknya di Jawa. Bagian selatannya miskin dan tandus dan daerah rawa yang menarik, yang membentang sampai ke kota anda, selalu menjadi masalah, tempat yang rentan, di mana banjir dan kekurangan air datang silih berganti.

Anda dipanggil ke kantor bupati ketika Jawa mulai tumbuh makmur secara aman dan tenteram setelah 30 tahun krisis; ketika “Komisi Kemakmuran Kecil” telah menyelesaikan tugasnya, karena masyarakat miskin mulai memberi jalan bagi kemakmuran yang lebih besar. Konvensi Gula di Brussel telah menawarkan peluang bagi keberadaan budi daya gula yang hanya beberapa tahun sebelumnya tidak ada yang berani berharap. Dengan cepat berkembang dan menjadi kuat, dan hal ini membawa ke desa, dimana banyak barang-barang dan uang langka, membawa aliran uang tunai, yang menghidupkan produksi dan perdagangan. Namun di sisi lain, hal ini mengganggu hubungan yang sudah ada berabad-abad di desa, memunculkan orang lain, dan banyak orang kehilangan tanah, dan bagi bapak sebagai bupati, kebangkitan ini membawa peluang besar dan kesulitan baru.

Kemakmuran yang damai di negara-negara ini terganggu oleh perang dunia, yang menyebabkan perubahan besar dalam segala bidang, mendatangkan kemakmuran yang tiba-tiba bersamaan dengan kekhawatiran yang tiba-tiba, menyebabkan kenaikan harga yang tajam diikuti dengan penurunan harga yang sama tajamnya dan dengan demikian sangat mengganggu keseimbangan ekonomi dan demikian juga dengan keseimbangan sosial.

Semua transformasi dan pergolakan ini disela oleh kebangkitan dan pertumbuhan besar gerakan politik pribumi: Boedi Oetomo didirikan 1 tahun setelah kemunculan anda, dan Sarekat Islam, yang ingin menjadi pemersatu rakyat, menyusul 4 tahun kemudian.

Bahkan sebelum berakhirnya Perang Dunia, komunisme memasuki gerakan kerakyatan dan fluktuasi ekonomi yang dahsyat pada tahun-tahun pertama pascaperang mendorong pertumbuhannya. Dan gerakan revolusioner baru saja dapat ditindas ketika krisis dunia yang terjadi saat ini muncul dan menghantam kabupaten anda, yang didirikan tidak hanya berdasarkan pengelolaan uang, tetapi bahkan manajemen kredit, dengan pukulan yang sangat keras.

Melalui semua kesulitan yang luar biasa ini, kabupaten anda selalu tampil dalam keadaan sehat, terlepas dari semua penderitaan dan kesulitan yang dialami. .

Bahwa hal itu bisa terwujud, agar rasa percaya diri yang tenang akan masa depan selalu tetap ada di seluruh kalangan masyarakat dalam segala keadaan, itulah syarat utama pemulihan dan kemajuan. Itulah pak bupati, ini terutama karena pemerintahanmu yang bijaksanaa, tenang dan kebapakan.

Anda tidak pernah berjalan dengan sombong; kesederhanaan mulia yang pernah menghiasi para pandawa, menghalangimu untuk tampil secara lahiriah, namun bahkan orang desa terkecil sekalipun pun mengetahuinya. bahwa betapapun sulitnya hidup ini, betapa mengancamnya bahaya yang ada. Bupatinya pasti tahu, layaknya Ngastina Jawa. untuk menyimpan kebaikan baginya di masa depan.

Oleh karena itu, karya hidup anda, Bupati, mengandung cap semangat keluhuran yang tinggi, yang membangkitkan rasa hormat dan syukur. Oleh karena itu, bangunan ini kokoh dan kuat seperti sebuah bangunan, indah dan murni, sederhana dan tanpa hiasan yang tidak berguna, namun merupakan bangunan yang tahan terhadap setiap badai dan gempa bumi.

Pelayanan anda selalu dihargai sepenuhnya. juga dari pihak Pemerintah. Anda kemudian dianugerahi predikat Ario pada tahun 1912; Pemerintah menyatakan kepuasannya atas perbaikan keadaan hutan di Tulungagung pada tahun 1917; anda dianugerahi gelar Adipati pada tahun 1920 dan hak membawakan songsong kuning pada tahun 1924; Penunjukan anda sebagai Perwira di Ordo Oranye Nassau diikuti pada tahun 1925, sementara anda dianugerahi bintang emas besar pada tahun 1931.

Dengan senang hati saya memberitahukan kepada anda bahwa Yang Mulia Gubernur Jenderal, dengan keputusan tanggal 22 Februari 1937 No. 12 telah menganugerahkan gelar “Pangeran” pada kesempatan ulang tahun anda yang sangat istimewa.

Atas ucapan selamat yang telah diperintahkan Gubernur kepada saya untuk disampaikan kepada anda atas nama Pemerintah, saya menambahkan ucapan selamat saya dengan sepenuh hati. Kita sudah saling kenal selama bertahun-tahun dan merupakan suatu kehormatan besar bagi saya bisa menyampaikan kabar gembira ini kepada anda. Sebagai tanda kehormatanmu, pemerintah dengan ini menghadiahkan kepada anda “payung berlapis emas”.

Semoga anda, Pangeran, diberikan banyak tahun lagi dalam kesehatan yang baik dan dengan kepuasan yang sama yang anda rasakan sejauh ini, untuk terus memerintah kabupaten yang berhubungan dengan anda, ketika akhirnya pemerintahan itu menjadi terlalu berat untuk diletakkan di bahu anda, untuk mempercayakan kabupaten anda yang tercinta ke dalam perawatan yang baik dari putra anda yang mampu.

Saya tahu bagaimana berbicara atas nama semua yang hadir dengan berdoa agar Yang Maha Mengetahui dapat menetapkannya.

Potret bersama dalam rangka HUT ke-10 Dewan Kabupaten Toeloengagoeng. Foto tahun 1937-1939. Sumber : wereldculturen.nl

Yang Hadir.

Hadir antara lain bupati Surabaya, Magetan, Pati, Jember, Sidoarjo, Nganjuk dan Kediri, asisten residen Kediri, Blitar, Nganjuk, Administrator pabrik dan perusahaan serta banyak orang terkemuka lainnya dari dunia resmi dan swasta.

Banyak rangkaian bunga indah yang terlihat.

Di akhir pidatonya, yang disampaikan oleh residen Sonneveld atas nama Gubernur, diberikan sebuah payung berlapis emas dengan standar, sementara tuan Sonneveld menyampaikan beberapa ucapan selamat secara pribadi, dengan mengatakan bahwa gelar Pangeran berarti pusaka yang berharga untuk anak cucu.

Kemudian residen Kediri (yang memuji kerja sama dan kesetiaan yang baik) dan kemudian patih selaku ketua panitia daerah yang menghadirkan perayaan tersebut, serta pengawas Menke atas nama warga Eropa, Bupati Blitar, dan Lenan China.

Bupati kemudian mengucapkan terima kasih kepada pemerintah, gubernur, residen dan para narasumber lainnya.

Pertunjukan kembang api yang indah mengakhiri hari peringatan yang mengesankan ini.

Postingan Terkait :

40 Tahun Masa Pengabdian R. A. A. Sosrodhiningrat, Bupati Tulungagung (1936)

404 Not Found

Not Found

The requested URL was not found on this server.

Additionally, a 404 Not Found error was encountered while trying to use an ErrorDocument to handle the request.