Bagi para peneliti dan penulis sejarah Indonesia dan Jawa khususnya, nama Hageman tentu tidak asing lagi. Hasil karya tulisnya banyak dijadikan sebagai referensi dan rujukan pada penulisan sejarah masa kini. Hageman adalah tokoh freemason dan penulis sejarahnya, ia meninggal dalam usia 54 tahun di Pasuruan, pada tanggal 30 November 1871.
Biografi Singkat
Johannes Hageman J.C.z, dimana J.C.z singkatan dari “Johannes Casparus zoon” (putra dari Johannes Casparus). Ayahnya adalah Johannes Casparus Hageman dan ibunya Maria Kazander, pedagang sayuran. Ia lahir di Den Haag, 30 September 1817, namun kelahirannya baru di deklarasikan pada tanggal 4 Oktober 1817.
Awalnya ia ditakdirkan menjadi pendeta, tetapi tampaknya tidak memiliki panggilan untuk itu dan berangkat ke Hindia Belanda sebagai tentara. Pada tahun 1836, ia masuk dinas sipil dan menduduki berbagai jabatan administratif tingkat rendah. Seperti juru tulis di kantor Residen Surabaya dan juru tulis Landraad (Pengadilan Negeri) di sana hingga tahun 1860. Setelah menikah, ia mengundurkan diri dari dinas dan menjadi warga negara yang bebas.
Meskipun Hageman tidak unggul dalam posisi sosial yang tinggi, aktivitas ilmiahnya yang tak terputus menyelamatkan namanya dari kehancuran. Sejumlah besar tulisannya telah diterbitkan, baik secara terpisah maupun dalam majalah. Subjek utama penelitiannya adalah sejarah dan arkeologi kepulauan Hindia. Pemerintah Hindia Belanda memberinya akses ke arsip-arsip lama, yang banyak dipinjamnya. Namun sangat disayangkan, bahwa ia kurang kritis dalam karyanya. Khususnya ketika komunikasinya diambil dari catatan-catatan, yang keasliannya belum sepenuhnya dapat dibuktikan tanpa keraguan sedikit pun melalui kritik. Ia juga tidak mempunyai bakat untuk mengolah bahan yang dikumpulkan dengan baik, hal ini dapat dijelaskan oleh fakta bahwa ia tidak menerima pelatihan ilmiah apa pun.
Karya Utama
Beberapa karya utamanya adalah:
- Sejarah umum Jawa, dari masa paling awal hingga saat ini di Arsip Hindia 1849 dan 50, Majalah Bat. Gen. 1853 dan 54. Juga diterbitkan terpisah dalam bentuk ringkasan dengan judul: Panduan untuk pengetahuan tentang sejarah, geografi, mitologi dan kronologi Jawa (Bat. 1852, 2 jilid)
- Sejarah Perang Jawa, 1825 sampai 1830 (Bat. 1856)
- Adegan Jawa. Fragmen catatan dari tahun 1836-1864 (Samarang 1865)
- Sejarah Kepulauan Sunda dalam Majalah Bat. Gen. tahun 1867, 1869, 1870.
- Sejarah penaklukan Malaka dan perang antara Portugis dan Melayu diterbitkan oleh Bat. Gen. Tahun 1852.
- Sejarah Batavia dan Pemerintahan Belanda di Jawa dalam Majalah Bat. Gen. tahun 1855, 1856, 1857.
Jumlah mereka yang mengabdikan dirinya untuk mempelajari bahasa, geografi, dan etnologi Hindia relatif sedikit. Sangat terasa ketika salah satu dari mereka direnggut oleh kematian. Surat kabar Hindia yang terbit pada hari-hari pertama bulan Desember (1871), memberitakan meninggalnya Johannes Hageman J.C.z., pada tanggal 30 November di Pasuruan. Ia dikenal banyak orang sebagai pejuang setia bagi prinsip-prinsip pemerintahan lama di Jawa. Serta dihormati banyak orang atas penelitian sejarah dan arkeologi yang tak kenal lelah.
NEKROLOGI
Sebuah Nekrologi (catatan riwayat hidup orang yg baru saja meninggal) yang agak panjang untuk Johannes Hageman J.C.z. ditulis oleh dr. T. C. L. WINJMALEN di Den Haag, Februari 1872. Berikut ini terjemahannya :
Lahir pada tanggal 30 September 1817, ia menerima pendidikan awalnya di kota tempat tinggal kami (Gravenhage). Dari sebuah karakteristik tulisannya, di arsip Institut Kerajaan Belanda untuk Linguistik, Geografi dan Etnologi, tertanggal Nov. 1869 di Sukorejo, didalamnya ia membagikan beberapa informasi tentang hidupnya. Tampak bahwa setelah berada di Hindia selama tepat tiga puluh tiga tahun, ia masih ingat dengan jelas “penggalian Kanal Dune dari Den Bosch ke Den Haag, berenang di ‘t Sprang, merayakan sambil mengikuti anak-anak sekolah ke petani Batavia (Scheveningen Dune), Para penembak di konflik Belgia, dan melihat para kolonial meninggalkan Den Haag di musim dingin menuju Jawa pada tahun 1826.”
Awalnya ia ditakdirkan untuk menjadi pendeta, namun ia tampaknya tidak memiliki panggilan untuk itu. Kemudian ke Hindia Belanda untuk menjalani dinas militer, yang kemudian ditinggalkannya. Pada tahun 1836 ia diterima sebagai juru tulis di Batavia, beberapa tahun kemudian, pada jabatan yang sama di Besuki. Tahun 1838-42 di Surabaya. Dari tahun 1843-44 di Tegal, di mana ia diberi tugas mengelola pabrik gula bertenaga uap yang pertama. Selama tahun 1842 dan 1845, Hageman melakukan tiga perjalanan ke Eropa dan Amerika, tetapi dengan hasil yang tidak menguntungkan. Ia kehilangan segalanya, “kecuali tubuhnya.”

Pada bulan April 1845 ia kembali ke Jawa Timur. Sejak saat itu ia benar-benar melepaskan keinginannya untuk melihat tanah airnya lagi. Dari tahun 1846-1860 ia menduduki tiga belas jabatan, sekretariat, dll. (lihat misalnya di : Daftar Nama Hindia Belanda), dan di antara banyak fungsi yang ditugaskan kepadanya, adalah jabatan juru tulis di Landraad (Pengadilan Negeri) di Surabaya. Karena reorganisasi provinsi ini ia diberi gaji setengah pada tahun 1859, dan ketika ia, melalui pernikahan yang telah terjadi pada saat itu, dapat mencegah masa depannya yang tanpa beban, ia meminta dan memperoleh pembebasan dari semua fungsinya dan tetap menjadi warga negara biasa sampai kematiannya.
Hageman sama sekali tidak bersinar melalui posisi sosial yang tinggi, aktivitas ilmiahnya yang tak terputus cukup untuk menyelamatkan namanya dari kelupaan. Sejak usia muda ia sudah memiliki keinginan besar untuk belajar, ia bekerja untuk pers dan bahkan sesekali dapat dipetik disini. Hal ini dibuktikan dengan “Nederland Kuno” dalam empat lagu, “Cassandriade“, – sebuah puisi epik tentang kejatuhan monarki Persia-Makedonia, “Hours of Idleness”, komentar pada kumpulan puisi karya Lord Byron, “Sketsa, gambaran, perjalanan di Jawa“, “Sejarah kehancuran koloni Spanyol-Amerika.“
Sayang sekali esai-esai ini, yang judulnya hanya kita ketahui dari pernyataannya, dan yang sebagian ia tulis dalam perjalanannya dibawa, sebagian dikirim untuk diperiksa oleh teman-temannya, telah hilang. Namun, untungnya, kehilangan ini telah dikompensasi dengan banyaknya tulisannya yang telah diterbitkan, baik secara terpisah maupun dalam majalah. Di antaranya ada beberapa karya tentang subjek-subjek yang tentangnya ia, sebagai sekretaris yang tekun di Loji Freemason di Surabaya, merasa terinspirasi untuk menulis: yang kami maksud adalah “Sejarah Freemason di Bagian Timur dan Selatan Dunia.” Periode pertama, berlangsung hingga 1799, yang bagian pertamanya diterbitkan di Surabaya pada tahun 1866, sedangkan bagian kedua dan ketiga, yang mencakup sejarah seluruh Hindia, Cina, Australia, dll., masih dalam bentuk naskah. Ia juga memberikan berbagai sumbangan sejarah untuk Maconiek Weekblad di Utrecht selama tahun 1856 dan 1857 dan untuk Buku Tahunan Freemason sejak 1858-69.
Sejarah dan arkeologi Hindia, dan lebih khusus lagi kepulauan India, merupakan subjek utama penelitiannya. Dia telah meminta kualifikasi hukum dari pemerintah untuk diizinkan mencari arsip-arsip lama, dan ini diberikan kepadanya, meskipun dengan biaya sendiri. Berdasarkan keputusan pemerintah tanggal 18 September 1863, No. 60 ia diberitahu bahwa tawarannya untuk menyelesaikan pekerjaan komite ilmiah, yang telah ditugaskan kepada mendiang tuan J. F. G. Brumund, tidak dapat digunakan, dan ini atas rekomendasi manajemen Batav. masyarakat K. dan W., yang merasa tidak dapat mendukung permintaan yang diajukan sehubungan dengan keadaan bahwa tuan Friedrich juga harus memenuhi tugas yang berkaitan dengan barang antik Jawa, Bali, dan Sumatera, dan mengingat mendiang Brumund telah menyelesaikan sebagian besar tugas yang diberikan kepadanya setelah kematiannya. Meskipun keputusan pemerintah ini menyebabkan Hageman sangat sedih, hal itu sama sekali tidak menghilangkan keberanian dan keinginannya untuk terus bekerja di jalan yang telah ditempuhnya selama bertahun-tahun.
Berada dalam surat-surat yang ditujukan untuk Institut Kerajaan dengan catatan yang menyertainya memberi kita gambaran sekilas tentang karyanya, khususnya berkenaan dengan karya ekstensif yang diterbitkan olehnya, “Sejarah Umum Jawa dari masa-masa awal hingga saat ini.” Karya tersebut dikerjakan ulang delapan kali, dimulai di Surabaya pada tahun 1845, dan pada tahun 1869 masih belum selesai. Bagian awalnya dicetak berturut-turut dalam “Indisch archief“; dimulai dengan buku ketiga dan berakhir pada tahun 1816, muncul di Tijdschrift voor Ind. linguistik , geografi dan etnologi.
Pokok bahasan yang sama dibahas secara ringkas dalam terbitan tersendiri sebanyak 2 jilid, dengan judul: “Buku pegangan untuk pengetahuan sejarah, geografi, mitologi, dan kronologi Jawa,” sedangkan “Sejarah perang di Jawa, dari tahun 1825 sampai 1830,” juga diterbitkan tersendiri di Batavia pada tahun 1856, demikian pula dengan “Adegan-adegan Jawa“-nya. Fragmen catatan dari tahun 1836-1864. Samarang “pada tahun 80.” dan suplemennya untuk kamus geografis dan statistik Hindia Belanda, yang diedit menurut laporan terbaru dan terbaik, dll. Soerabaja, pada tahun 80.
Departemen dan bagian sejarah Hindia dibahas dengan penuh kehangatan dan detail. Batav. Gen yang tercantum dalam jilid ke-24 risalahnya memuat sejarah penaklukan Malaka, dan peperangan antara Portugis dan Melayu, sedangkan Jurnal lembaga itu diperkaya dengan sejarah negeri-negeri Sunda, yang diuraikannya sejak pembubaran kekuasaan Pajajaran sampai penaklukan kepada perusahaan, yang dalam hal tertentu, merupakan afiliasi dari kajiannya tentang petani-petani Eropa, yakni petani-petani Eropa di negeri-negeri Sunda (1702-1760). Perjalanan darat pertama orang Eropa dari Hindia ke Eropa dilaporkan olehnya; demikian pula penyelidikannya mengenai kota Joartam dan tempat-tempat lain yang sekarang terlupakan, juga daftar nama tempat-tempat baru di Jawa Timur dan mengenai pilar Mojopahit; selanjutnya diberikan sumbangan mengenai kalender dan zaman Jawa, mengenai hubungan pertama Belanda dengan Jepang, mengenai Inggris di Buenos Aires tahun 1807 dan di Batavia tahun 1811, mengenai pimpinan orang Eropa, mengenai Adipatti Bezoeki tahun 1804-1818, mengenai sejarah gereja di Batavia.
Banyak karangan tentang Malang dan daerah sekitarnya, tentang karesidenan Madura, Banyuwangi, Surabaya, tidak disebutkan di tempat lain tentang asal usul nama karesidenan terakhir itu, dan lambangnya, demikian pula tentang Samarang, selanjutnya tentang Candi Pari dan tentang Kalimantan Selatan. Dan pada catatan-catatan sejarah itu ditambahkan catatan-catatan dalam Jurnal Industri tentang industri di Jawa Timur, tentang Madura dan di Surabaya, sedang Jurnal Sejarah Alam untuk Negeri Belanda sejak tahun 1851 memuat tulisan-tulisannya tentang emas di Jawa pada tahun 1521 dan seterusnya, tentang meletusnya gunung-gunung berapi di Jawa bagian timur pada tahun 1856, tentang munculnya gunung di pantai timur, tentang Salak dan gempa bumi pada tahun 1699, tentang sarang burung, mutiara, dan sebagainya.
Ia juga memberikan tinjauan kronologis tentang gempa bumi, letusan gunung, dsb., di Jawa dalam “Indisch archief,” yang dalam terbitan pertama majalah tersebut juga dimuat komentar tegurannya tentang peta Jawa oleh C. W. M. van de Velde, yang menurut tuan A. B. Cohen Stuart harus ditentangnya. “Warnasari” dan “Bianglala” juga memuat beberapa karya dan puisinya.
Karya ilmiah yang luas dan beraneka ragam ini dibarengi dengan penelitian arkeologi, terbukti dari laporannya tentang peninggalan purbakala di Lumajang dan Puger, catatan tentang tinggalan masa Hindu di bekas daerah Pajarakkan, laporan tentang peninggalan purbakala Madura dan Blambangan, laporan tentang tempat-tempat di pesisir timur Jawa yang terdapat peninggalan zaman dahulu, dan sebagainya. Dalam risalah rapat Bat. Gen. laporan dibuat mengenai semua ini secara berkala.
Ia juga mengambil bagian aktif dalam jurnalisme India. Oostpost tahun 1852 —’65, Schoolblad en de Schoolcourant tahun ’59, Samarangsche Javaan tahun 1864—’66, De Pasoeoeansch Handelsblad dari tahun 1867-’69 dan berbagai terbitan Oud en Nieuw Bat. Handelsblad memuat banyak artikel penting hasil karyanya, sebagian bertema ilmiah, sebagian lagi bersifat politis.
Dan seakan semua ini belum cukup, Hageman mengundang kita untuk memeriksa catatan manuskripnya yang luas di seluruh karyanya. Kami senang bahwa koleksi ini, setidaknya sebagian besar, tidak akan hilang; Telah disumbangkan ke Institut Kerajaan untuk Linguistik, Geografi, dan Etnologi Hindia Belanda, yang sebagaimana kami pahami, akan segera membuat pengumuman yang diperlukan di organnya. Khususnya mengenai hal yang terakhir ini, maka tidak perlu diuraikan lebih lanjut di sini. Cukuplah untuk dicatat bahwa di antara HSS yang ada, sejauh yang dapat kita rujuk, yang dapat dianggap paling penting ialah yang membahas tentang benda-benda purbakala Jawa Timur, yang memuat sejarah alam Madura, uraian tentang Jawa pada abad ke-18, sejarah Banten , tentang orang Jawa di luar Jawa, serta tentang Jawa Timur dan Madura.
Hanya setelah pemeriksaan yang cermat terhadap warisan manuskrip yang luas ini seseorang dapat membuat penilaian akhir tentang karya ilmiah Hageman. Sejauh tulisan-tulisannya yang diterbitkan sudah memungkinkan kita untuk memberikan penilaian, kami yakin dapat menegaskan bahwa ia bukanlah seorang ahli bahasa, yang telah dibuktikan pada tahun 1851 oleh seorang kritikus yang kompeten, A. B. Cohen Stuart, yang menguji tulisan-tulisannya dengan bahasa dan sastra Jawa
Ia pun bukanlah seorang sejarawan dalam arti sebenarnya, apalagi seorang penata gaya yang baik. Jika kita tidak keliru, kelebihan Hageman yang tak terbantahkan terletak pada fakta bahwa ia mengenal negara dan masyarakatnya, yang sejarah dan barang antiknya ia gambarkan, melalui otopsi dan bahwa ia mereproduksi kesan-kesannya dengan cara yang tidak dibuat-buat; bahwa melalui perjalanan dan kontaknya yang terus-menerus dengan dunia India, ia menemukan dirinya menikmati sumber-sumber yang luar biasa, juga yang berasal dari daerah asli, yang tidak dapat diakses oleh orang lain, sementara di sisi lain ia kekurangan sumber-sumber lain yang, jika ia mengetahuinya, niscaya akan memberinya lebih banyak informasi tentang banyak subjek yang ia bahas.
Dari berbagai cerita, tradisi dan legenda yang ada dalam kekuasaannya, ia telah berusaha menyajikan yang paling mungkin dalam bentuk yang paling dapat diterima, tetapi sangat disayangkan bahwa ia kurang kritis dalam melakukannya, terutama jika pernyataannya diambil dari arsip dan catatan, yang keasliannya belum sepenuhnya dibuktikan tanpa keraguan melalui kritik. Ia sering kali tidak memiliki bakat untuk memproses secara kritis materi yang telah dikumpulkannya. Namun, pada umumnya, penjelasan atas kekurangannya harus dicari dalam keadaan bahwa ia tidak menerima pelatihan ilmiah apa pun. Apa yang ia capai saat ini, berkat energi dan ketahanan dirinya sendiri.
Akan tetapi, apa pun penilaian orang terhadapnya sebagai seorang penulis sejarah, satu hal yang pasti, yaitu bahwa ia, sebagaimana telah dicatat oleh Soerabajasche Handelsblad, “adalah contoh aktivitas dan semangat baja dalam bidang intelektual dan bahwa kualitas-kualitas ini tetap ada padanya di masa tuanya dan hingga kematiannya, sebagai kontradiksi yang mencolok terhadap doktrin yang begitu sering diserukan oleh rekan-rekan politiknya, bahwa iklim dan tanah tidak cocok untuk pengerahan pikiran.“
Den Haag, Februari 1872
Oleh : dr. T. C. L. WINJMALEN
Makam Hageman
Menarik untuk menelusuri dimana sebenarnya lokasi Makam Hageman, yang ditulis meninggal di Pasuruan. Pertama tertuju pada “kuburan londo” di Bugul Lor Kota Pasuruan, yang sekarang sudah jadi perkampungan. Namun untungnya nama Hageman tidak terdaftar disana. Di dokumen freemason akhirnya dapat ditemukan, bahwa Hageman meninggal di Suklan Sukorejo.

Dalam penelusuran lebih lanjut, pada peta 1937, nama Suklan adalah nama Dusun di wilayah Rejoso – Kabupaten Pasuruan. Dusun ini berada pada wilayah Desa Pandanrejo, di Rejoso Kabupaten Pasuruan. Nama Sukorejo tidak ditulis lagi, namun di peta yang lebih tua Sukorejo masih ditulis, ini adalah nama Pabrik Gula kuno yang pernah berdiri disana.
Menurut buku “Kitab Sedjarah Poro Leloehoer Die Pasoeroewan, Tahoen 1914“, disebutkan : ...Hageman doeloe djadie administrateur fabriek Arak die Redjoso Pasoeroewan….
Hageman meninggal tidak lama setelah menulis koreksi salah cetak pada bukunya tentang “Tengger, gebergte en bevolking“, di Soeklan pada 7 Juli 1871.




Catatan :
- Menurut informasi terakhir yang diperoleh dari bapak Lurah Pandanrejo (23 Maret 2025), menyebut bahwa dulu memang pernah ada makam tunggal besar dan tinggi (+/- 2 M) yang tidak dikenal, namun makam tersebut sudah dibongkar dan bekas lokasinya telah menjadi perkampungan.
Postingan Terkait :
Biografi dan Penelusuran Makam Zollinger di Kandangan Lumajang