Orang Swiss di Jawa
Lebih dari 200 tahun yang lalu, tahun 1816, tahun bencana tanpa musim panas, dimana Heinrich Zollinger belum dilahirkan. Namun pada tahun 1847, ia merupakan orang pertama yang menaklukkan gunung berapi Tambora yang ditakuti. Gunung di Sumbawa yang telah menyebabkan fenomena perubahan iklim global, serta bencana kelaparan dengan letusan gunung paling dahsyat dalam sejarah modern.

Biografi
Biografi singkat Zollinger, dapat dilihat di Encyclopaedie van Nederlandsch-Indië Deel II N-Z, jilid 4, (1919-1921), yang menguraikan sebagai berikut :
ZOLLINGER (HEINRICH). Naturalis Swiss, lahir di Feuerthalen, 22 Maret 1822, meninggal di Kandangan (di Kabupaten Lumajang), pada 19 Mei 1859. Dari tahun 1841 hingga 1848 ia melakukan perjalanan ke Jawa, pertama dengan biaya dari pedagang Swiss, A. Meyer, yang tinggal di Batavia. Dan kemudian dengan dukungan dari pemerintah Hindia (Belanda), yang menugaskannya misi ilmiah ke bagian timur kepulauan tersebut. Hasil perjalanan ini dicatat dalam risalah yang luas di vol. 23 karya Asosiasi Batavia. Dia mendaki antara lain, gunung berapi Tambora di Sumbawa.
Pada tahun 1948, Zollinger yang telah dilatih sebagai guru, diangkat menjadi Direktur Seminari di Kussnach di negara asalnya. Sebuah jabatan yang dipegangnya dengan hormat hingga tahun 1954. Kemudian karena “kesukaannya mengembara” kembali menguasainya, ia pun menerima tugas untuk pergi ke Banyuwangi (di Rogojampi). Sebagai agen perusahaan perkebunan di Hindia Belanda untuk mendirikan perusahaan kelapa yang besar. Ia kemudian mengalami nasib sial karena harus menghentikan perjalanan kedua dengan perjalanan darat ke Jawa. Pertama karena kakinya patah parah di Kairo, dan setelah sembuh dari sakit yang lama, ia kembali mengalami nasib sial yang sama, yaitu patah tangan. Kesehatannya sangat terganggun, karenanya tidak pernah pulih di Jawa. Ia meninggal di sebuah pasanggrahan di Lumajang.
Zollinger adalah seorang ilmuwan alam yang sangat berbakat, dengan watak filosofis dan semangat yang tak terbatas. Menurut pendapat orang-orang sezamannya, ia adalah orang yang setia dan sederhana dalam urusannya. Di Majalah Alam Hindia-Belanda (jilid XIII—XXI) dan beberapa esainya muncul di terbitan berkala lain pada masa itu. Karyanya dikenal sebagai: Pemikiran tentang fisiognomi tumbuhan secara umum dan tentang vegetasi Jawa secara khusus. Yang terutama menambah kedalaman pada karya botani-nya adalah kenyataan bahwa Zollinger sebagian besar bekerja di Jawa Timur. Sementara sebagian besar ahli botani di pulau itu bermarkas di atau dekat Buitenzorg yang secara klimatologis sangat berbeda, atau setidaknya di Jawa Barat. Herbarium yang dikirimnya ke Eropa selama kunjungan pertamanya di Jawa dideskripsikan oleh rekan senegaranya, Prof. A. Moritzi (lahir 1850 di Chur), Koleksi Kerang-nya oleh A. Morisson (1849). Di dalam kebun raya di Zurich, sebuah tugu peringatan sederhana didirikan untuk Zollinger.
Biografi Zollinger yang agak panjang diuraikan dalam : Natuurkundig tijdschrift voor Nederlandsch-Indië, 1861, 01-01-1861, Deel: XXIII, 01-01-1861. Sebuah riwayat hidup Heinrich Zollinger ditulis oleh Rost va Tonningen, yang dibuat untuk mengenang kematiannya pada 21 November 1860 di Buitenzorg.

Berikut ini terjemahannya :
BIOGRAFI HEINRICH ZOLLINGER.
OLEH : ROST VAN TONNINGEN.
Pria yang namanya disebutkan di atas, dikenal dengan hormat oleh banyak orang di era kita. Ia lahir pada tanggal 22 Maret 1818 di Feuerthalen, di kanton Zurich, Swiss. Ia adalah putra dari orang tua yang sangat terhormat, kaya tetapi diberkati dengan banyak anak. Di masa kecilnya ia begitu lemah dan menderita sehingga kematiannya yang dini sering diramalkan dan bahkan didoakan. Sejak lama perkembangan mental dan fisiknya sudah jauh lebih maju. Keinginannya untuk belajar begitu besar, sehingga keinginannya itu terpaksa dihambat demi kesehatannya.
Ia menerima pengajaran di negara asalnya, sesuai kebiasaan untuk anak-anak setingkatnya. Namun setelah itu ayahnya menahannya di rumah, untuk membantunya dalam tugas sehari-hari. Merupakan masa yang sangat berat bagi sang pemuda yang haus akan ilmu pengetahuan. Meskipun ia paham sepenuhnya bahwa tidak mungkin bagi kedua orangtuanya, dengan beban berat yang dipikul oleh seorang kepala keluarga. Untuk menuruti keinginannya mendapatkan lebih banyak ilmu. Pekerjaan mekanis yang monoton yang harus dilakukannya, sejak saat itu tidak dapat ditoleransinya lagi.
Melihat ketidakmungkinanan untuk mempertahankan cara hidup seperti itu, Zollinger melarikan diri dari rumah orang tuanya. Ia bergabung dengan seorang kerabat, yang sepenuhnya menyadari kekuatan intelektualnya yang luar biasa. Membawanya ke semi-tempat tinggal dan tidak hanya mendamaikannya dengan orang tuanya yang marah, tetapi juga membujuk mereka untuk menyumbangkan sesuatu untuk membantu meningkatkan biaya sekolah putra mereka. Sejak saat itu, kemajuannya dalam pendidikan menengah begitu besar. Bahkan di usia muda, ia dianggap mampu untuk mengajar murid-murid seminari, yang merupakan salah satu seminari paling terkenal di Swiss.
Jabatan ini, meskipun mencukupi kebutuhan hidupnya, tetap saja menghalangi guru muda itu untuk mengabdikan dirinya sepenuhnya pada studinya sendiri sebagaimana yang ia anggap perlu dan diinginkan. Untuk mewujudkannya, ia pergi ke Jenewa, dan di sana menempuh pendidikan tinggi dengan belajar dari banyak orang hebat yang selalu menjadi ciri khas kota itu dan yang telah menjadi penghias baik tempat kelahiran mereka maupun abad di mana mereka hidup. Di sinilah Zollinger juga menjalin hubungan persahabatan dengan ahli botani terkenal De Candolle, sebuah persahabatan yang ia ingat dengan penuh rasa syukur hingga kematiannya. Setelah tinggal di tempat terakhir selama dua tahun, Zollinger mengikuti ujian yang diperlukan untuk jabatan Direktur sebuah seminari dan kemudian berangkat ke Herzogenbuchse (kanton Bern), di mana dia tinggal, namun, hanya selama satu tahun.
Kira-kira pada waktu inilah rencana yang sudah lama diidam-idamkan mulai berkembang dalam diri Zollinger. Sudah muncul dalam benaknya di awal studinya tentang alam. Seorang pengagum berat keindahan alam yang menjadi ciri khas negeri asalnya. Ia ingin pula mengamati keindahan alam daerah-daerah lain di dunia. Pandangannya lebih tertuju pada bagian-bagian daerah tropis di Hindia, di antaranya Jawa menempati tempat yang begitu istimewa dan terkenal. Akan tetapi, bukanlah suatu usaha yang mudah untuk melaksanakan proyek kesayangannya ini. Karena kekurangan segala sumber daya dan tidak tahu kondisi-kondisi yang menyebabkannya. Akan tetapi, ia beruntung karena memiliki ide untuk berkonsultasi dengan teman dan pelindungnya, Profesor De Candolle, yang langsung menawarkan kerja sama yang kuat kepadanya.
Tak lama kemudian ia dapat menjalin korespondensi dengan pedagang Abraham Meyer, yang waktu itu tinggal di Batavia. Meyer, yang asli Swiss, telah lama mendambakan bantuan seorang rekan senegaranya yang mungkin punya keinginan dan kemampuan untuk mengumpulkan hasil-hasil alam di Jawa. Pada waktu yang sama sebuah perkumpulan telah dibentuk di Prancis dan Swiss, yang tujuannya adalah untuk mengumpulkan tanaman tropis dengan tujuan untuk mendeskripsikan dan memperkenalkannya di kemudian hari. Zollinger juga menjalin aliansi dengan mereka untuk membantu mereka dalam hal ini. Dengan demikian mendapat dukungan baik di Eropa maupun di Hindia Belanda dan cukup menjamin kehidupannya, meskipun tidak berlimpah. Zollinger berangkat ke Jawa pada tahun 1841, di mana ia tiba dengan bahagia, dilengkapi dengan berbagai instrumen yang paling dibutuhkan, buku, dsb. .
Meskipun kini keinginannya telah terpenuhi dan ia dapat mandi sepuasnya di harta karun tak terbatas yang ditawarkan alam subur di sana kepada para penghuninya, namun segera setelah kedatangannya serangkaian petualangan yang sering kali menimbulkan bayangan gelap pada kebahagiaan Zollinger mulai terungkap. Beberapa waktu setelah kedatangannya, pelindungnya di Hindia, Tuan Meijer, meninggal dunia, dan kini ia tidak mempunyai sumber pendapatan lain untuk mencari nafkah selain dari mengumpulkan dan mengirimkan tanaman kepada Perusahaan yang telah disebutkan dan didirikan di Eropa. Betapapun tertekannya situasi ini bagi naturalis kita, namun keadaan itu jauh lebih ringan berkat bantuan dan dukungan beberapa teman India, yang telah memenangkan semangat dan integritasnya segera setelah kedatangannya di sini.
Di antara ini semua, Zollinger selalu menyebutkan dengan penuh rasa syukur, aduh! Baron van Lijnden (yang meninggal sebagai Residen Timor), seorang yang mulia secara alamiah maupun berdasarkan kelahiran, meninggal dunia terlalu dini, yang kenangannya akan selalu dihargai oleh semua orang yang berkesempatan mengenalnya. Nama Lijndenia, yang diberikan Zollinger untuk seluruh genus tanaman, mungkin menjadi bukti betapa tinggi penghargaannya terhadap orang yang telah meninggal ini. Hal ini sebagian disebabkan oleh campur tangan pelindung lainnya, Tn. C. Visscher, yang ketika itu menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Pemerintah Tinggi di Provinsi-provinsi tersebut, memutuskan agar Zollinger ditunjuk menjadi anggota suatu komisi untuk meneliti pulau Soembawa, Floris dan beberapa tempat di Bima, Saleijer dan Celebes dari sudut pandang ilmiah umum. Tugas ini dilaksanakannya dengan cermat dan tekun, dan hasilnya dituangkan dalam risalah terperinci dan menyeluruh dalam jilid ke-25 karya Batavia Society of Arts and Sciences.
Pada tahun 1848, di tengah-tengah pekerjaannya, Zollinger menerima panggilan sebagai Direktur Seminar di Kusnach di Swiss, tempat yang sama di mana ia bekerja dengan sangat sukses di usia muda. Beberapa prospek yang ditawarkan kepadanya melalui pekerjaannya di daerah ini, sejauh menyangkut prospek material, dan keyakinan yang dimilikinya bahwa ia, seolah-olah, sedang menjalankan panggilan yang ditetapkan dengan mengabdi pada tanah airnya sendiri, membuat Zollinger memutuskan untuk menerima posisi ini.
Pada tahun terakhir ia meninggalkan Jawa dan mulai menjabat pada tanggal 8 Januari 1849 dengan pidato yang disampaikan di gereja Kusnach, yang kemudian dikenal secara umum melalui media cetak. Akan tetapi, keadaan Seminari itu pada waktu itu tidak lagi sejahtera seperti pada waktu ia meninggalkannya, dan dalam jabatan barunya ia harus berhadapan dengan banyak perubahan, yang pada keadaan normal tentu dapat ia atasi, jika saja, sebagai tambahan terhadap keadaan negaranya pada waktu itu, pertikaian dan perselisihan tidak ditambahkan, yang membuat hubungannya menjadi sangat sulit dan menyakitkan.
Tidak mengherankan apabila Zollinger, di bawah tekanan keadaan ini, sekali lagi mengalihkan pikirannya ke Jawa, yang tanahnya yang subur telah dikenalnya, negara tempat ia menghabiskan begitu banyak tahun yang bahagia, tempat begitu banyak teman dan kenalan masih hadir, yang selalu mengingatnya dengan cinta? Namun apa pun yang terjadi, Zollinger memutuskan untuk menyerah terhadap pertentangan yang semakin sering ia hadapi, mengundurkan diri dari posisi yang disebutkan di atas, dan menjalin kemitraan dengan Perusahaan Hindia-Belanda, yang bertujuan untuk menanami beberapa daerah di Jawa yang luas dan belum digarap dengan pohon kelapa. Perusahaan ini menunjuknya sebagai wakilnya untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan dengan Pemerintah NI. yang harus dilakukan hingga tujuan yang diusulkan tercapai.
Pada tahun 1854, setelah berangkat ke Jawa melalui jalan darat, ia mengalami kecelakaan karena kakinya patah di Kairo. Kecelakaan tersebut membuatnya terbaring di ranjang selama beberapa bulan. Setelah itu, ia kembali ke negara asalnya hampir seperti orang sakit, tanpa mampu berbuat apa-apa. Setelah pulih, Zollinger menempuh perjalanan yang sama dengan keberanian baru, tetapi seolah ada kekuatan rahasia yang menghalangi usahanya, ia mematahkan lengannya di tengah perjalanan, suatu musibah yang membuatnya harus terbaring di tempat tidur selama beberapa minggu lagi. Zollinger tidak menatap masa depan dengan putus asa, meskipun mengalami begitu banyak penderitaan dan rasa sakit. Begitu kondisi fisiknya membaik sedikit saja, ia bergegas menuju tujuannya, di mana ia diterima dengan simpati oleh banyak temannya.
Segera setelah kedatangannya, Zolhnger mulai meletakkan fondasi pertama bagi perusahaan tersebut, yang pelaksanaannya telah dipercayakan kepadanya oleh para pemegang saham Perusahaan tersebut di atas, dan ketika pekerjaan pendahuluannya dalam hal ini telah selesai, ia berangkat ke Rogojampi dimana Asisten Residen Bannyuwangi berada, di mana ia telah dialokasikan sebidang tanah yang luas untuk menjalankan perkebunan kelapanya. Tidak dapat diragukan lagi bahwa Zollinger dengan bersemangat mempromosikan kepentingan para prinsipalnya di sana, tetapi keadaan di mana ia harus melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya tidak semuanya sama-sama menguntungkan, sebuah fakta yang tidak memerlukan banyak penjelasan bagi mereka yang memahami kesulitan-kesulitan yang terkait dengan usaha semacam itu di Jawa.
Namun, apa yang paling menghambat Zollinger adalah kemerosotan kondisi kesehatannya secara umum, penyakit yang melemahkan konstitusi tubuhnya yang kuat; Hal ini mengakibatkan mustahil baginya untuk bekerja sebagaimana yang diinginkannya, dan penundaan yang diakibatkannya merupakan sumber penderitaan baru, yang berdampak sangat buruk pada kondisi tubuhnya yang memang sudah melemah. Dalam keadaan kelelahan total, terbaring di tempat tidurnya, ia menyuruh orang untuk memindahkan dirinya ke Kandangan di kediamannya di Probolingo, dengan harapan bahwa perubahan cuaca akan membawa perubahan yang baik pada kondisi tubuhnya; Namun harapan itu tidak terpenuhi, karena setelah tinggal di sana selama hampir sebulan, ia meninggal dunia pada tanggal 19 Mei 1859, pada usia 41 tahun, meninggalkan seorang istri tercinta dan beberapa orang anak, yang akibat kematiannya kehilangan segala sesuatu yang dapat menyediakan dukungan dan pendidikan untuk masa depan.
Kami telah sampaikan kepada para pembaca kami, di antara mereka pasti banyak yang masih mengenang almarhum dengan penuh rasa rindu, kehidupan seorang laki-laki, sejauh pengetahuan kami, yang darinya baik masyarakat maupun ilmu pengetahuan diharapkan banyak hal baik. Konstitusinya yang kuat, semangatnya yang besar, dan keakrabannya dengan bahasa, adat istiadat, dan kebiasaan penduduk Jawa telah melahirkan harapan yang beralasan bahwa ia akan mampu membawa penyelesaian yang sukses dari usaha besar yang dibebankan kepadanya, dan meskipun kami percaya bahwa sudut pandang khusus Zolhnger lebih murni ilmiah daripada yang dapat dikaitkan dengan perkebunan kelapa, kami tetap bersedia menerima bahwa, seandainya ia hidup lebih lama dan menjaga kesehatannya, ia akan berakhir dengan mencapai sepenuhnya tujuan yang dimaksud.
Adapun harapan-harapan yang masih dimiliki ilmu pengetahuan terhadapnya, harapan-harapan itu terutama didasarkan pada pengetahuan umum yang dimilikinya, pada apa yang telah dicapainya, dan pada karakternya yang sungguh mulia dan aktif. Zollinger telah mengembangkan dirinya dengan sangat baik, dan tak dapat disangkal bahwa ia memiliki pengetahuan mendalam tentang linguistik, geografi, dan etnologi, yang dipadukan dengan studi luas yang telah dilakukannya tentang ilmu-ilmu alam, membuatnya sangat cocok untuk memberikan gambaran akurat tentang negara-negara yang dilaluinya, dengan segala hal yang berhubungan dengannya, sesuatu yang terlebih lagi didukung dengan kuat oleh penerbitan perjalanannya ke Soembawa, dll. yang disebutkan di atas.
Penelitian yang paling disukainya adalah botani, dan apa yang telah dikerjakannya dan dijelaskan dalam bidang ini masih segar dalam ingatan siapa saja yang tertarik pada cabang ilmu pengetahuan alam yang indah dan bermanfaat ini; Ia tidak hanya menekuni ilmu ini dalam skala yang luas, sehingga tidak mungkin untuk mengatakan famili tanaman mana yang paling menarik perhatiannya, tetapi pikirannya juga mudah menembus ke bagian-bagian yang lebih tinggi dari kajian ini, meskipun klasifikasi tanaman mungkin lebih menyita perhatiannya. “Pemikirannya tentang fitofisiognomi secara umum dan tentang vegetasi Jawa secara khusus — karyanya “sur la growing autourdes cratèïes volcaniques de 1 île de Java” — karyanya “Beklimming van den Salakh” — karyanya “Besteigung des Vulkanes Tambora, auf der Insel Soembawa”, serta banyak tanaman yang telah dideskripsikan dan dipublikasikan olehnya baik di sini maupun di Eropa bekerja sama dengan fitolog A. Moritzi, dapat menjadi bukti akan hal ini.
Perhatiannya, tidak dapat disangkal, tertuju pada segala sesuatu yang tercatat di alam sebagai sesuatu yang luar biasa, dan sementara ia berusaha keras untuk membuat “hari-hari badai dan hujan yang terjadi di Jawa” dan pengamatan meteorologi lainnya diketahui seakurat mungkin, itu juga melalui usahanya dan koleksi yang ia buat bahwa pengetahuan tentang moluska yang terjadi di Jawa mampu mengambil langkah maju yang tidak kalah pentingnya (lihat “Land und Suszwasser-mollusken von Java”, setelah pengiriman Herrn Seminar-direktors Zollinger, disusun dan dijelaskan oleh A. Mousson, Zurich 1849). Penilaiannya terhadap karya orang lain selalu menyeluruh namun sederhana, dan tidak pernah menjadi niatnya untuk meremehkan jasa orang lain atau memberikan kesan yang buruk terhadap mereka; Refleksinya tentang “Catalogus Plantarum in Horto Bogoriensi cultarum alter” karya Hasskarl dan refleksinya tentang “Flora Malesiana” karya Profesor Miquel, dapat menjadi bukti akan hal ini.
Tujuan kami dalam menetapkan aturan-aturan ini bukanlah untuk memberikan penjelasan lengkap tentang semua yang telah dicapai Zollinger demi kepentingan sains; di samping apa yang ditulisnya di Eropa, banyak karya penting karyanya masih muncul di Jurnal Belanda, Arsip Alam dan Medis, Jurnal Sejarah Alam Belanda, dan karya-karya lain yang terlalu banyak berada di tangan semua orang sehingga penerbitan semacam itu tidak lagi diperlukan sekarang; apalagi, rangkaian karyanya yang belum diterbitkan belum ditutup; semua manuskrip botani miliknya telah dipercayakan oleh janda mendiang kepada Tn. JE Teijsmann dari Buitenzorg, yang berharap pada waktunya dapat memberikan publisitas yang layak bagi manuskrip tersebut.
Nama Zollinger juga cukup terkenal; oleh anak cucu yang bersyukur, nama itu suatu hari akan diucapkan dalam napas yang sama dengan nama-nama Kuhl dan van Hasselt, Boije, Macklott, Hörner dan banyak lainnya. semuanya, saat masih muda dan berada di tengah-tengah penelitian mereka, telah meninggal dunia di wilayah ini. Kehidupannya dapat menjadi contoh yang menggembirakan bagi banyak naturalis muda, yang keberaniannya kadang kala hancur oleh kesedihan yang tidak ditinggalkan oleh dunia ini, yang harapannya untuk masa depan sering kali dilemahkan oleh kekecewaan dalam berbagai bentuk, yang di atasnya menjadi kewajiban mereka untuk bangkit dengan gagah berani. Terlahir dan dibesarkan dalam situasi yang paling tidak menguntungkan, harus berjuang menghadapi sejumlah kesulitan, kita melihat Zollinger, terlepas dari semua itu, bangkit ke puncak kejayaan di bidang sains yang selalu dianugerahkan kepadanya oleh semua juri yang tidak memihak dan kompeten.
Setelah mencapai usia yang lebih matang, kami dapat melihatnya lagi di Jawa, diilhami oleh api muda yang tak padam seperti dulu, untuk segala sesuatu yang indah, baik dan mulia. Kematiannya terjadi ketika begitu banyak mata tertuju padanya, ketika begitu banyak harapan adil masih disematkan padanya, di usia yang hampir tidak dapat disebut sebagai awal dari kedewasaan yang penuh semangat. Nasib seperti itu dulu dan akan sering terjadi pada banyak orang yang ingin memahami alam dalam bentuk dan kondisinya yang menawan tetapi sering kali membahayakan kesehatan dan kehidupan. Betapapun menyakitkannya hal ini, sudah seharusnya naturalis sejati tidak patah semangat karenanya, dan sementara nama Zollinger selalu berada dalam kenangan kita dengan penuh rasa syukur, biarlah kematiannya, sebagai contoh peringatan, menegaskan pepatah “ars longa, vitabrevis” (pepatah bahasa Latin, yang artinya : Seni itu panjang, hidup itu pendek), yang sangat berlaku khususnya di Hindia.
Buitenzorg, 21 November 1860.
Zollinger telah mengumpulkan sekitar 4.000 spesimen, terutama tanaman vaskular, tetapi juga alga, bryophyta dan lumut kerak. Lebih dari dua puluh spesies menyandang julukan “zollingerii” untuk menghormatinya. Selain karya botaninya, dia menerbitkan artikel tentang geologi, meteorologi dan moluska. Karena Heinrich Zollinger melakukan semua pengumpulannya di Hindia Belanda, berbicara bahasa Belanda dengan lancar dan bekerja untuk waktu yang cukup lama dengan pemerintah kolonial Hindia Belanda, dia biasanya dianggap sebagai warga negara Belanda. Namanya saat ini hanya dikenali oleh beberapa ahli botani spesialis. Spesies Clavaria zollingeri dideskripsikan pada tahun 1846 oleh ahli mikologi Prancis Joseph-Henri Léveillé. Dia menamakannya setelah Heinrich Zollinger, yang meneliti genus Clavaria dan mengumpulkan spesimen jenisnya di Jawa.

Patung Zollinger
Pada bulan Agustus kematian Zollinger, sebuah kelompok dibentuk di Zurich Oberland untuk merencanakan upacara peringatan dan menulis lagu persembahan untuk mendiang. Dan pada tahun 1859, pada pertemuannya di Neumünster, Zurich, sinode sekolah memutuskan untuk mendirikan monumen untuk Heinrich Zollinger. Komisi yang dibentuk khusus untuk tujuan ini menugaskan Ludwig Keiser dari Zug – yang saat itu menjadi profesor di Zurich – untuk membuat patung dada marmer; “sesuai dengan sifat Zollinger yang kuat, dua kali lebih besar dari ukuran aslinya,” seperti yang dinyatakan dalam sebuah artikel di “Neue Zürcher Zeitung.”. Pada bulan Agustus 1861 dialokasikan tempat di Kebun Raya Zurich untuk patung dada Zollinger karya Keiser. Monumen ini didirikan pada bulan Maret 1862 dan diresmikan dengan hormat pada tanggal 31 Agustus tahun yang sama. (www.zugerzeitung.ch)

Foto: Andreas Faessler (Zurich, 26 Maret 2024)
Makam Zollinger
Tahun 1862 :
Laporan keberadaan makam Zollinger, pertama kali ditulis dalam dua paragraf oleh J. Hageman Jcz dalam jurnal : Natuurkundig tijdschrift voor Nederlandsch-Indië, 1862, 01-01-1862, yang disebutkan sebagai berikut :
…… Setelah hal-hal di atas, saya ingin menyampaikan kepada Direksi, apa yang saya dapati di Lumajang, di mana makam almarhum H. Zollinger terletak di sisi jurang dalam Sungai Paruk, dekat desa Senduro, distrik Kandangan, dekat pasangrahan, lihat gambar di bawah ini. Zollinger meninggal di pasangrahan terdekat, dan dimakamkan di sini oleh teman-teman di Lumajang : Dekker, Muller dan Pecqueur. Sejauh ini, hanya pagar bambu yang menandai tempat itu, tetapi tidak lama lagi tanda lain akan ditempatkan untuk memperingati itu.
Saya telah meminta sebidang tanah di sekitar makam ini diserahkan kepada saya dengan status pinjaman agar saya dapat mengajukan permohonan sewa bangunan untuk membangun taman di sana, sesegera mungkin agar tidak terlupakan.
Namun sangat disayangkan, gambar (peta) makam yang disebutkan diatas, ternyata tidak ditemukan dalam lampiran.
Tahun 1905 :
Sebagai tanggapan atas surat dari J. Hageman J. Czn., yang muncul di Jurnal Fisika untuk Hindia Belanda XXIV (1862), hal. 255, mengenai makam mendiang naturalis ulung H. Zollinger, Direktur Kolonial Museum memohon informasi dari Asisten Residen Lumajang, bagaimana kondisi makam ini saat ini. Permintaan ini dipenuhi dengan cara yang paling ramah; Sebagai balasan, menerima surat berikut :
“Sebagai tanggapan atas surat Anda, saya mendapat kehormatan untuk memberitahukan Anda bahwa pada hari ini makam mendiang naturalis H. Zollinger dikunjungi Kontrolir (Pengawas) di Tempeh , dan kontrolir tersebut memberi tahu saya hal-hal berikut terkait hal ini :
“Makam ini terletak di tengah ladang tegal, tidak jauh di sebelah barat rumah wedono saat ini di Senduro, di sebuah bukit kecil di tepi kiri Kali Betoto, yang juga disebut Kali Paruk . Tidak ada sisa pasangrahan yang disebutkan dalam surat anda. Bukit kecil beserta tanah di sekelilingnya adalah milik seorang Opas yang sudah pensiun, Pa Darminah alias Singo Bradjo, yang sekarang sudah sangat tua, yang masih ingat mendiang tuan Zollinger dan juga pasangrahan lama tempat tinggalnya. Penduduk asli tersebut dengan tanpa pamrih telah memelihara makam tersebut hingga saat ini, termasuk juga dengan dibangunnya pagar djarak hidup seluas +/- 3 meter persegi di sekeliling makam, yang lokasinya ditunjukkan dengan 2 buah batu kapur yang setengah terkubur di dalam tanah, belum lama ini, dan selalu dijaga kebersihannya dengan cara membersihkan tanah di dalam pagar tersebut dari rumput liar. Berdasarkan informasi yang diperoleh, lahan pemakaman tersebut belum pernah diajukan permohonan hak guna bangunan pada tahun-tahun sebelumnya, melainkan masih menjadi milik warga pribumi.“
Setelah komunikasi ini, dengan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya atas tindakan setia penduduk pribumi tersebut, ia dihadiahi medali perunggu dengan tulisan sebagai tanda ucapan terima kasih. Orang tua itu sangat gembira dengan penghormatan dari Belanda ini, sebagaimana diberitahukan kepada kami oleh tuan G. C. D. Neumann, yang berbaik hati menyerahkan medali peringatan kepadanya atas nama Museum. Kami juga mempertimbangkan, apakah bukan suatu ide yang baik apabila di kemudian hari, setelah Pa Darminah meninggal, pengurusan makamnya diambil alih? Jika Menteri Koloni diminta untuk menjaga kenangan Zollinger tetap hidup selama bertahun-tahun yang akan datang dengan meletakkan sebuah tugu peringatan sederhana di makam Zollinger, kami yakin permintaan ini akan dipenuhi, seperti halnya permintaan serupa jika diajukan kepada Gubernur Jenderal di Hindia. (De Indische mercuur; orgaan gewijd aan den uitvoerhandel, jrg 28, 1905, no. 23, 06-06-1905)

Tahun 1938 :
Sejak saat itu makam Zollinger masih terus dirawat dengan baik. Makam ini menjadi salah satu obyek wisata terkenal di Hindia Belanda. Pada tahun 1938, masih tercatat dalam buku : Handboek voor toerisme in Nederlandsch-Indië, atau Buku Pegangan untuk Turis di Hindia Belanda. Di buku ini disebutkan : “Makam Zollinger dapat dicapai dari Surabaya dengan mobil ke Senduro, kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki sejauh +/- 3 Km.“

Era Jepang dan Setelah Kemerdekaan :
Makam Zollinger diyakini tetap eksis hingga pendudukan Jepang 1942. Setelah kemerdekaan hingga saat ini belum diketahui keberadaannya, semoga saja masih ada dan dapat ditemukan kembali.

Catatan :
- Beberapa sumber menulis penyebab kematian Zollinger adalah penyakit malaria yang berkepanjangan, ada juga yang menulis akibat penyakit disentri.
- Kali Betoto yang dulu dikenal dengan nama Kali Paruk, diduga kuat adalah Kali Betapa, yang nampak pada peta 1925 mengalir di sebelah barat Distrik Senduro. Kali Betapa mengalir ke selatan dan kemudian berubah menjadi Kali Ireng-ireng.
- Secara pribadi, ingin sekali saya melacak keberadaan makam Zollinger secara langsung di lapangan. Namun sementara ini masih belum sempat, karena keterbatasan waktu dan materi. Dengan peran media sosial yang telah berkembang pesat saat ini, saya yakin tidak lama lagi dapat ditemukan. Dengan petunjuk dari uraian dari berbagai dokumen diatas, tentunya dengan berharap pada bantuan warga Senduro dan sekitarnya, misalnya lewat : Komunitas atau group WA, Facebook, Instagram, dll.