Keluarga Han berasal dari Tian Bao-zhen di wilayah Zhangzhou, Fujian, Cina. Keluarga Han di Jawa Timur sebagian besar berdomisili di Surabaya, Pasuruan, Besuki, pulau Madura dan Probolinggo.
Salah satu dari keluarga Han yang terkenal adalah “Han Kik Ko”, Majoor der Chinezen, juga Bupati Probolinggo (1766-1813), dikenal sebagai “Han Tik Ko” dalam sumber-sumber Eropa, adalah seorang tokoh peranakan Cina, pejabat pemerintah dan tuan tanah di Jawa Timur. Generasi ke-22 keluarga Han, dikenal sebagai pelopor industri gula di Jawa Timur, dan untuk pembelian tanah dan pemerintahan despotik (lalim) dari Kabupaten Probolinggo.
Han Kik Ko lahir di Surabaya pada tahun 1767, anak kelima dari dua belas bersaudara, dari pasangan “Han Bwee Kong” (1727-1778) generasi ke-21, dan merupakan cucu dari migran Cina, “Han Siong Kong” (1673-1743) generasi ke-20, pendiri keluarga Han dari Lasem. Ayahnya, Han Bwee Kong, memegang jabatan pemerintahan sipil Kapitein der Chinezen, yang memberinya otoritas hukum dan politik atas komunitas Tionghoa di Surabaya. Sebagai putra seorang perwira Cina, Han Kik Ko menyandang gelar turun temurun “Sia”, disebut “Han Kik Ko Sia”.
Pada awal abad kesembilan belas, Han Kik Ko sudah menjadi tuan tanah yang signifikan di Jawa Timur. Ia memiliki tanah di luar Surabaya, dan menyewa tanah pedesaan di Kraton, di Karesidenan Pasuruan, yang terdiri dari 12 desa dan 2.538 jiwa. Pada saat yang sama, ia juga menerima janji pemerintah pertamanya sebagai “Kapitein der Chinezen” dari Pasuruan.
Kapitein berperan penting sebagai pionir industri gula di Jawa Timur. Pabrik gula tertua di wilayah ini, yang berdiri sejak tahun 1799, didirikan oleh Kapitein di tanah miliknya di Pasuruan. Sumber lain ada yang menyebut pabrik gula Kedawung adalah yang tertua (1780), tapi informasi ini minim dan hanya menyebut tahun saja. Belum diketahui detail bagaimana dan siapa yang mengelolanya, kalaupun ada kemungkinan besar dikelola oleh orang Cina keluarga Han juga, bukan oleh orang Eropa.
Adanya bekas pabrik gula di Kraton Pasuruan, disebut oleh “H. J. Domis”, Residen Pasuruan, dalam bukunya “Residentie Passarouang” (1836). Sebuah gambar tangan sebuah pabrik gula di Pasuruan karya “J. G. Loten”, di awal abad-19, diasumsikan adalah menggambarkan pabrik gula yang pernah didirikan oleh Han Kik Ko. Di kemudian hari ada 2 pabrik gula di Kraton, yaitu “PG Djakatra Oost” dan “PG Kradenan”, kemungkinan besar dikembangkan dari bekas pabrik milik Han Kik Ko.
Anggota terkemuka lainnya dari keluarganya, kakak laki-lakinya dan sesama tuan tanah, adalah “Han Chan Piet”, Majoor der Chinezen Besuki dan Panarukan (1759–1827), Pada tahun 1810, setelah pembelian Besuki dan Panarukan oleh Mayor Han Chan Piet, Kapitein memutuskan untuk mengikuti contoh kakaknya dengan membeli kabupaten Probolinggo. Dia setuju untuk membayar jumlah yang luar biasa besar, sebesar 1 (satu) juta Rijksdaalders (koin perak lama Belanda), dalam serangkaian instalasi atau cicilan kepada pemerintah “Herman Willem Daendels”, Gubernur Jenderal Hindia Belanda (1806–1815).
Tanah di kabupaten Probolinggo tersebut sebenarnya kalau dibeli tunai, seharga 600.000 Spaanshe matten perak. Setelah melakukan negosiasi, akhirnya proses jual beli ditutup dengan harga 1 juta Rijksdaalders, dicicil dalam waktu 10 tahun, pembayaran dilakukan tiap 6 (enam) bulan sebesar 50.000 Rijksdaalders. Setelah transaksi disahkan, Daendels yang membutuhkan uang tersebut, memerintahkan untuk membuat 1 juta Rijksdaalders “Surat Kredit” (papieren van credit), yang dijamin sepenuhnya oleh pemerintah, dan akan ditarik setiap 6 bulan sebesar 50.000 Rijksdaalders begitu dia menerima pembayaran dari Han Kik Ko.
Penjualan tanah di kabupaten Probolinggo ini, dipublikasikan di “Bataviasche Koloniale Courant”, edisi 07-12-1810. Dengan perincian surat kredit yang diterbitkan sebagai berikut :
- 200 lembar senilai 1000 Rijksdaalders = 200.000
- 300 lembar senilai 500 Rijksdaalders = 150.000
- 400 lembar senilai 400 Rijksdaalders = 160.000
- 500 lembar senilai 300 Rijksdaalders = 150.000
- 700 lembar senilai 200 Rijksdaalders = 140.000
- 2000 lembar senilai 100 Rijksdaalders = 200.000
Total 4100 lembar, Total Nilai = 1.000.000 Rijksdaalders
Dengan kode huruf/Lot dan penomoran setiap lembar sebagai berikut :
- 1000 Rijksdaalders Kode Huruf/Lot “A” No. 1 s/d 200 = 200.000
- 500 Rijksdaalders Kode Huruf/Lot “B” No. 1 s/dt 300 = 150.000
- 400 Rijksdaalders Kode Huruf/Lot “C” No. 1 s/d 400 = 160.000
- 300 Rijksdaalders Kode Huruf/Lot “D” No. 1 s/d 500 = 150.000
- 200 Rijksdaalders Kode Huruf/Lot “E” No. 1 s/d 700 = 140.000
- 100 Rijksdaalders Kode Huruf/Lot “F” No. 1 s/d 2000 = 200.000
- Total 4100 lembar, Total Nilai = 1.000.000 Rijksdaalders
Jadi surat kredit ini terdiri dari 6 (enam) pecahan yaitu 100 (seri F), 200 (seri E), 300 (seri D), 400 (seri C), 500 (seri B) dan 1000 (seri A) Rijksdaalders, di stempel dengan huruf “LN” dan tahun 1810, “LN” singkatan dari “Louis Napoleon”, karena masa itu Belanda sedang dikuasai oleh Perancis, dan ditandatangani 5 orang saksi atau pejabat.
Surat kredit ini kemudian dikenal dengan “Uang Kertas Probolinggo”. Uang ini bentuknya tidak seperti lazimnya yang kita kenal selama ini, tetapi lebih merupakan “Surat Berharga” yang nilainya dijamin oleh pemerintah. Tidak ditemukan kertas ini di dalam buku “Standard Catalog of World Paper Money (Albert Pick)” edisi “General Issues”, tetapi dimasukkan ke dalam edisi “Specialized Issues” di bagian kelompok “Regional Issued” (uang daerah).
Contoh surat kredit atau uang kertas Probolinggo ini, dapat dilihat di situs uanglamaindonesia.com dan ada juga yang dipamerkan di musium Probolinggo. Menurut situs uanglamaindonesia.com, kertas ini sangat langka dan bernilai jual tinggi. Pada lelang akhir 2012, salah satu pecahan 300 Rijksdaalders terjual seharga lebih dari seperempat miliar Rupiah setelah fee. Bisa kita bayangkan berapa harga satu set lengkapnya. Selain itu juga ada info tambahan :
– Karena diedarkan dalam jumlah dan area terbatas (hanya di daerah Probolinggo), sebagian kolektor memasukkan kertas Probolinggo sebagai uang lokal atau uang daerah.
– Dengan tidak adanya pengaman yang memadai, kertas Probolinggo ini rentan dipalsukan. Menurut sumber yang bisa dipercaya dari beberapa kolektor di RI dan Belanda, pernah ditemukan set palsunya. Bentuknya sangat mirip, dicetak di atas kertas tua dengan kualitas yang sangat baik.
Sumber : Koran kuno di Delpher, The Han Family of East Java Claudine Lombard-Salmon, uanglamaindonesia.com
Postingan Terkait :
Tragedi Terbunuhnya Babah Tumenggung dan Perwira Inggris di Probolinggo
Koran Kuno Tragedi Han Kik Ko dan Perwira Inggris di Probolinggo