Battle of the Java Sea
Pada bulan Februari 1942, di tengah-tengah kecamuk Perang Dunia II, armada Jepang menghancurkan armada sekutu pada “Battle of the Java Sea” atau “Pertempuran di Laut Jawa“. Armada sekutu terdiri dari Amerika-Inggris-Belanda-Australia (ABDA=American-British-Dutch-Australian). Kekalahan ini berujung pada pendudukan Jepang di seluruh Hindia Belanda.
Hanya tersisa empat kapal perang Belanda di Hindia Belanda, mereka melihat tidak ada kemungkinan bisa menjatuhkan armada Jepang sendirian. Mereka akhirnya memutuskan untuk mencoba melarikan diri ke Australia.
Namun masalahnya : lautan penuh dengan kapal perang Jepang dan di langit juga banyak pesawat pengintai Jepang. Peluang untuk berlayar melewati 1.000 mil lautan yang tidak bersahabat menuju tempat yang aman sepertinya tidak cukup baik.
Benar saja, semua kapal kecuali yang satu ini, tenggelam hanya dalam beberapa hari saja. HNLMS Abraham Crijnssen, merupakan kapal perang Belanda terakhir, yang bertahan setelah Jepang menyapu bersih sisa armada Belanda.
Penyamaran
Kapal penyapu ranjau yang bergerak lambat ini, hanya mampu mencapai kecepatan sekitar 15 knot dan memiliki sedikit senjata. Hanya memiliki satu meriam 3 inci dan dua meriam Oerlikon 20 mm. Menjadikannya sasaran empuk bagi pembom Jepang yang berputar-putar di atasnya. Namun HNLMS Abraham Crijnssen berhasil lolos ke Australia, karena sang kapten Anthonie van Miert membuat skema gila. Dia menyamarkan seluruh kapal sebagai pulau kecil.
Meskipun Abraham Crijnssen adalah kapal yang relatif kecil, namun tetap merupakan benda besar yang mengapung di tengah laut. Panjangnya kira-kira 55 meter (180 kaki) dan lebar 7 meter (25 kaki). Jadi para kru menggunakan dedaunan dari pohon-pohon dan cat abu-abu untuk membuat lambung kapal terlihat seperti permukaan batu.
Sekarang, kapal yang telah disamarkan terlihat lebih baik daripada kapal yang terekspos sepenuhnya. Namun masih ada masalah, apabila orang Jepang memperhatikan pulau bergerak yang misterius. Dan bisa bertanya-tanya apa yang akan terjadi jika mereka menembaknya.
Oleh karena itu, para kru berpikir bahwa cara terbaik untuk menyamar, adalah dengan benar-benar menjadi mirip sebuah pulau. Tidak bergerak sama sekali pada siang hari. Bergerak hanya pada malam hari saja, kapal tersebut berbaur dengan ribuan pulau kecil lainnya di sekitar Indonesia. Pihak Jepang tidak memperhatikan pulau yang bisa bergerak tersebut.
Crijnssen berhasil tidak terdeteksi oleh pesawat Jepang, dan menghindari kapal perusak yang menenggelamkan kapal perang Belanda lainnya. Selamat dari perjalanan selama delapan hari ke Australia dan bersatu kembali dengan pasukan sekutu. Pada malam tanggal 9-10 Maret 1942, kapal mencapai Samudera Hindia melalui Selat Alas. Pada tanggal 15 Maret, kapal tiba dengan selamat di Geraldton, Australia.
Selama dinas operasionalnya di bawah bendera Angkatan Laut Australia (RAN=Royal Australian Navy), Abraham Crijnssen mendeteksi adanya sebuah kapal selam. Saat mengawal konvoi ke Sydney melalui Selat Bass, pada tanggal 26 Januari 1943. Bersama dengan kapal HMAS Bundaberg Australia, mereka meluncurkan bom serangan ke dalam laut dimana kapal selam tersebut berada.
Tidak ada puing-puing kapal selam yang dapat ditemukan, dan penghancuran tersebut juga tidak dapat dikonfirmasi. Malahan bekas kapal penyapu ranjau tersebut, mengalami beberapa kerusakan karena bom kedalaman yang dilepaskan dengan tergesa-gesa. Beberapa perlengkapan dan pipa rusak, dan semua garis tengahnya harus diganti selama proses docking selama seminggu.
Setelah kejadian ini, kapal tersebut akhirnya dikembalikan ke dinas Angkatan Laut Kerajaan Belanda pada tanggal 5 Mei 1943. Meskipun menghabiskan sisa perang di perairan Australia.
Akhir Perang Dunia II
Kapal ini baru digunakan pada tahun 1945, ketika kapal meninggalkan Sydney dan menuju Darwin. Menarik kapal tangki minyak dan kapal selam K9 Belanda yang tidak berfungsi. Dalam peristiwa yang tidak menguntungkan, kabel derek putus, dan kapal selam itu terdampar di pantai Seal Rocks, New South Wales.
Abraham Crijnssen mengakhiri karirnya pada Perang Dunia II seperti awal mula kapal tersebut. Yaitu sebagai kapal penyapu ranjau yang bertugas membersihkan ranjau di Pelabuhan Kupang. Sebelum kedatangan pasukan RAN untuk menerima penyerahan Timor oleh Jepang.
Kapal tersebut kembali ke Belanda pada tahun 1951 dan telah menjadi bagian dari armada Marine Museum Den Helder di Belanda sejak tahun 1997.