
“KWEE SIK POO” Pemilik Awal Rumah A.K.A. “HOTEL DAROESSALAM”
Sebuah hotel dengan nama Daroessalam di jalan raya Soekarno Hatta 41-43 Kota Pasuruan. Sebelumnya adalah milik “Kwee Sik Poo”, atau kadang ditulis “Kwee Sikh Po”. Beliau lahir pada 13 Februari tahun 1847, salah satu dari putra “Kwee Ting Swan” pemilik pabrik gula (PG) “Kawis Redjo” di Rejoso. PG Kawis Redjo dikemudian hari dijual ke “Gerrit Lebret” dan menjadi bagian dari PG Kedawung. Dari keuntungan besar dari bisnis gula ini dulunya, memungkinkannya untuk membangun rumah-rumah besar.

“Prestasi”
Kwee Sik Poo diangkat menjadi Kapten Cina (Kapitein der Chineezen) di Pasuruan pada 10 Maret 1886. Menggantikan “Han Hoo Tjoan”, yang mengajukan pensiun dini karena ingin fokus mengembangkan bisnis gulanya. Rumah Han Hoo Tjoan berada diseberang jalan rumah Kwee Sik Poo, agak ke timur sedikit, disebut sebagai “rumah wetan”. Dengan besluit kerajaan tanggal 4 Januari 1911, Kwee Sik Poo diangkat menjadi Ksatria Ordo Oranye Nassau. Sementara Kekaisaran Cina saat itu juga memberikan penghargaan. Tahun 1916 menerima pangkat Mayor Tituler, sebagai pengakuan atas pengabdian yang panjang dan setia (30 tahun) kepada negara. Anggota Dewan Daerah (Gewestellijk Raad) Pasuruan sejak 1908 s/d 1926. Anggota kehormatan societeit Harmonie. Juga pelindung dan penasejat sekolah asosiasi Cina, “Tiong Hwa Hwee Kwan” (THHK) dari 1904 s/d 1924 di Pasuruan. Kwee Sik Poo juga mempunyai nama kehormatan “Kwee Kong Guan”. Kong Guan adalah bahasa Hokkien, secara harfiah artinya “Cahaya Jauh”, yang bermakna : “dapat melihat jauh kedepan”.
“Lampu Listrik”
Rumah Kwee Sik Poo adalah salah satu rumah di Hindia Belanda, yang pertama kali menggunakan lampu listrik, yaitu sejak 1894. Instalasi listrik ini di pasang oleh “Hekking & Co.” dari Surabaya, spesialis di bidang kelistrikan. Ini adalah baterai akumulator, yang diisi dalam waktu +/- 5 jam oleh lokomotif kecil. Fungsinya untuk menggerakkan sistem dinamo “Lahmeijer”, dan kemudian mengembangkan kapasitas menjadi 10 Ampere. Dengan ini dapat menyalakan 20 bola lampu (setiap lampu setara dengan 16 cahaya lilin), untuk jangka waktu 12 jam berturut-turut. (Soerabaijasch Handelsblad, 16-04-1894)
“Wafat”
Kwee Sik Poo wafat pada hari Rabu, 30 April 1930, dalam usia 83 tahun. Pemakamannya pada hari Minggu, 25 Mei 1930, pukul 9 pagi. Upacara pemakaman besar di pemakaman keluarga di Sangar, dihadiri oleh para pejabat, banyak kalangan dan masyarakat umum. Hadir memberikan penghormatan terakhir diantaranya : Residen Pasuruan, Asisten Residen Pasuruan dan Bangil. Hadir juga Konsulat Cina, Walikota Pasuruan, Bupati Bangil dan Surabaya, serta Walikota Pasuruan. Ada pula pengurus Proefstation, serta Korps Musik dari kota Surabaya.

“Rumah Dijual”
Putranya “Kwee Khoen Ling”, terus tinggal di rumah ini sampai dia mengalami kesulitan keuangan karena jatuhnya harga gula. Sehingga dia terpaksa menjualnya. Rumah ini kemudian dijual oleh Javaasche Bank di bulan August 1937. Kemudian di tahun 1938 dibeli oleh pengusaha asal Yaman bernama” Muhammad bin Thalib”. Sampai saat ini rumah ini masih dimiliki dan dikelola oleh keluarga bin Thalib. Ketika rumah ini berpindah kepemilikan pada keluarga bin Thalib, dilakukan perubahan pada altar sembahyang pemilik terdahulu. Yaitu dengan penambahan kaligrafi “Allah” dan menghilangkan ukiran kepala naga pada tiang altar. Selain itu di bagian atap depan bangunan ditambahkan kaligrafi Arab dan aksara latin berbunyi “DAROESSALAM” . Artinya adalah rumah yang terbuka untuk semua orang.
“Kasus Pembongkaran Makam”
Sayangnya makam Kwee Sik Po dan 17 makam keluarga lainnya, sudah dibongkar di tahun 2008. Terkait dengan kebijakan pemkot yang meminta makam itu kepada keluarga, untuk dipindahkan atau dibongkar. Mungkin karena pemkot ingin menggunakan dan memanfaatkan sebidang lahan tersebut. Kemudian diatas bekas komplek makam tersebut, sekarang digunakan sebagai Kantor Kelurahan Karanganyar, Kecamatan Panggungrejo. Seharusnya komplek makam tersebut dijaga dan dipertahankan, sebagai situs bangunan cagar budaya. Minimnya literasi dan hilangnya situs-situs bersejarah, mempersulit penggalian dan mengaburkan sejarah kota Pasuruan sendiri. Semoga kedepan kasus seperti ini tidak terjadi lagi.
Terima kasih kepada Hong Sien Kwee, yang telah berkenan berbagi buku : “History of the Han Kwee and The families from Pasuruan and Surabaya”, dengan dokumentasi fotonya yang luar biasa.

Hallo pak, saya ada koreksi sedikit:
Kwee Sik Poo tidak pernah punya business opium hanya adiknya Kwee Sik Khie yg pernah guarantor buat Han Hoo Hay yg menawar opium business dari pemerantah Hindia Belanda thn 1880.
Tanah makam Kwee sekarang masih kosong, tanahnya mau di jual, dan sebelahnya ke arah utara makam Han yg ada Gapura yg sekarang digunakan sebagai Kantor Kelurahan Karanganyar
Trims!
Kwee Hong Sien
Hallo juga Kwee Hong Sien,
Terima kasih koreksi dan tambahan infonya.. komen yang pertama disitus ini.. Thanks!