Pada tanggal 20 September 2023, Negara Republik Indonesia diwakili oleh “Tim Repatriasi Koleksi Asal Indonesia di Belanda” mengajukan permohonan kepada Sekretaris Negara Bidang Kebudayaan dan Media (Belanda) untuk pengembalian patung “Ganesha yang Berdiri di Lobi Pintu Masuk Volkenkunde”, No, RV-1403-1759, Koleksi NMVW.
Tim dari Indonesia terdiri dari terdiri dari : Nadiem Anwar Makarim BA, MBA, Retno Marsudi, SH, LL.M. (direktur), Dr. Hilmar Farid (penanggung jawab), I Gusti Agung Wesaka Puja (ketua), Bonnie Triyana BA (sekretaris), Prof. Dokter. Oman Faturrahman, Dr. Sri Margana, Dr. Junus Satrio Atmodjo, Dr. Ninie Susanti Tedjowasono, Dr. Gabriel Roosmargo Lono Lastoro Simatupang, Dr. Irmawati Marwoto, Dr. Bondan Kanumoyoso (anggota), Dr. Sadiah Boonstra (penasihat eksternal).
Obyek yang dimaksud adalah patung dewa Hindu Ganesha berasal dari daerah sekitar Lemahduwur saat ini di Jawa Timur di kaki gunung berapi Semeru. Patung tersebut berasal dari abad ke-13. Patung tersebut memperlihatkan Ganesha dalam posisi berdiri, dengan kepala gajah dan empat lengan. Bagian belakang patung yang datar menunjukkan bahwa patung itu awalnya diletakkan di dinding kuil. Patung tersebut sekarang berada di Koleksi Nasional dan dikelola oleh Wereldmuseum Leiden. Terdaftar di sana dengan nomor inventaris RV-1403-1759.
Pada tanggal 7 November 2023, Sekretaris Negara meminta Komite Koleksi Kolonial untuk memberi nasihat tentang permintaan restitusi. Komite Koleksi Kolonial dibentuk oleh Sekretaris Negara untuk Kebudayaan dan Media pada 6 September 2022. Tugasnya adalah memberi nasihat kepada Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan mengenai permintaan pengembalian barang-barang budaya yang dibawa ke Belanda dalam konteks kolonial dan yang sekarang menjadi milik Negara Belanda.
Selain itu, atas permintaan Menteri, Komite dapat memberikan nasihat tentang permintaan pengembalian benda-benda budaya yang dimiliki oleh pihak selain Negara Belanda (misalnya kotamadya, universitas, atau perorangan), dengan persetujuan pihak tersebut. Permintaan dapat diajukan oleh negara asal benda-benda budaya yang hilang dalam konteks kolonial. Nasihat Komite didasarkan pada penelitian asal-usul yang diberikan oleh museum yang menyimpan benda-benda terkait. Setelah Komite mengeluarkan nasihatnya, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan membuat keputusan. Keputusan ini kemudian dipublikasikan, bersama dengan nasihat yang diberikan oleh Komite dan laporan asal-usul yang menyertainya.
Komite ini bersifat independen. Artinya, para anggotanya tidak bekerja untuk Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan (OCW), dan tidak pula beroperasi di bawah wewenang Menteri.
Pengelola objek tersebut, Wereldmuseum Leiden, telah melakukan penelitian mengenai asal usulnya dan mengirimkan laporan tertanggal 23 April 2024 kepada Komite pada tanggal 13 Mei 2024. Komite membahas laporan asal usul pada pertemuannya tanggal 28 Juni 2024. Komite tidak memiliki pertanyaan lebih lanjut.
Penelitian asal usul dibagikan dalam terjemahan bahasa Inggris dengan Tim Repatriasi Koleksi Asal Indonesia di Belanda (Selanjutnya : Komisi Repatriasi Indonesia) pada tanggal 31 Mei 2024. Komite menanyakan apakah ada pertanyaan lebih lanjut tentang laporan asal-usul. Pada tanggal 20 Juni 2024, Komisi Repatriasi Indonesia mengumumkan bahwa hal tersebut tidak terjadi.
Pada tanggal 28 Juni 2024, Komite membahas permintaan pengembalian arca dan memutuskan untuk memberikan saran sebagaimana ditetapkan di bawah ini.
Penelitian Asal-usul
Penelitian tentang asal usul dilakukan oleh Tn. T. Quist MA, bekerja sebagai peneliti asal-usul di Wereldmuseum Leiden. Inventaris museum, arsip pemerintah kolonial, publikasi ilmiah dan dokumen ego digunakan untuk meneliti asal usul patung tersebut. Laporan tersebut berisi temuan-temuan berikut :
Pegawai negeri kolonial Johan Frederik Walraven van Nes, Residen Pasuruan, melihat patung tersebut pada tahun 1836, saat mendaki gunung berapi Semeru, di daerah Lemahduwur saat ini di Jawa Timur. Laporan pendakian ini dimuat di Javasche Courant yang menyebutkan arca di kaki gunung berapi : “Kami menemukan di sana, di sebuah bukit kecil, di sebelah kanan jalan setapak yang dipahat, sebuah patung setinggi 4 kaki dan lebar 2 kaki, yang merupakan patung Ganesa yang sedang berdiri, serta dua ornamen lepas dari batu, yang mungkin merupakan bagian dari pintu masuk sebuah kuil‘.
Di sekitar patung tersebut juga terdapat benda lain seperti batu bertulis (prasasti), bak air beserta tutupnya, serta sejumlah makam. Patung-patung Hindu-Buddha dan benda-benda ritual lainnya juga hadir di area yang lebih luas. Laporan asal-usul mengacu pada sejarawan Inggris-Indonesia, Hadi Sidomulyo, yang telah menghubungkan benda-benda tersebut dengan jaringan tempat suci yang didirikan di sekitar pusat keagamaan Kukub. Laporan asal-usul menganggap sangat mungkin bahwa patung tersebut berasal dari sebuah kuil di Kukub.
Patung tersebut kemudian dipindahkan ke Pasuruan, atas perintah Van Nes dimana dia menjadi Residen. Penyelidikan tidak dapat memastikan kapan ini terjadi. Akan tetapi, laporan tersebut menyimpulkan bahwa ini pasti terjadi sebelum tahun 1839, ketika Van Nes berangkat ke Belanda.
Koleksi museum juga mencakup gambar patung Ganesha, yang sebelumnya diyakini dibuat pada tahun 1822 oleh salah satu dari dua bersaudara Adrianus Johannes atau Jannes Theodorus Bik di Pasuruan. Asumsi ini tidak konsisten dengan sumber lain yang muncul dalam penelitian asal-usul. Oleh karena itu gambar ini, yang dibahas secara rinci dalam laporan asal-usul, tidak relevan untuk penafsiran asal-usul gambar yang diminta.
Pada bulan November 1841, pengangkutan patung tersebut ke Belanda dimulai dengan izin dari Van Nes. Baru pada bulan April 1843, patung itu benar-benar dikirim ke Belanda. Patung tersebut dimasukkan dalam koleksi Museum Purbakala Nasional sebagai sumbangan dari Van Nes, dan pada tahun 1904 patung tersebut bersama dengan patung-patung Hindu-Budha lainnya dalam koleksi tersebut, dipindahkan ke Kabinet Etnografi Nasional (pendahulu Wereldmuseum)
Komite berkesimpulan dari sini, bahwa arca tersebut bukanlah suatu benda yang bukan milik siapa pun, misalnya karena telah ditelantarkan (disebut res nullius), tetapi milik suatu badan yang membangun kompleks candi dengan arca-arca tersebut atau, jika badan tersebut sudah tidak ada lagi, kompleks candi tersebut dalam hal apa pun adalah milik umum.
Lebih jauh lagi, penelitian asal-usul menunjukkan bahwa pegawai negeri kolonial Van Nes melihat arca tersebut pada tahun 1836, ketika sedang mendaki gunung Semeru, di daerah Lemahduwur saat ini. Patung tersebut kemudian dipindahkan ke Pasuruan atas perintah Van Nes, tempat ia menjadi Residen, . Pada bulan November 1841, pengangkutan patung dimulai dan pada bulan April 1843, patung tersebut tiba di Belanda. Benda itu didaftarkan sebagai hadiah dari Van Nes dalam inventaris Museum Nasional Purbakala di Leiden dan pada tahun 1904 dipindahkan ke Museum Etnografi Nasional (pendahulu Wereldmuseum saat ini)
Berdasarkan hal tersebut di atas, Komite mempertimbangkan hal-hal berikut :
Walaupun tidak diketahui siapa, atau lembaga mana, yang merupakan pemilik sah patung Ganesha, dan belum dipastikan kapan patung itu dipindahkan, namun berdasarkan penelitian asal-usulnya, masuk akal jika Van Nes bukanlah pemilik patung tersebut dan tidak memperoleh izin untuk memindahkannya. Juga tidak dapat dibuktikan bahwa patung itu disumbangkan atau dijual kepada Van Nes di kemudian hari. Bahwa patung tersebut disumbangkan oleh Van Nes pada tahun 1843 terdaftar di Museum Nasional Purbakala tidak mengubah fakta bahwa Van Nes mengambil patung itu tanpa izin.
Atas dasar yang ditetapkan dalam laporan asal-usul, Komite berpendapat bahwa telah dibuktikan dengan tingkat kepastian yang wajar, bahwa benda budaya yang diminta hilang secara tidak sengaja di negara tempat Belanda menjalankan otoritas kolonial untuk waktu yang lama. Berdasarkan hal tersebut di atas, Komite merekomendasikan pengembalian patung Ganesha tanpa syarat karena kehilangan kepemilikan yang tidak disengaja.
Komite telah menilai permohonan restitusi dan menyarankan Menteri untuk mengembalikan Arca
Ganesha, RV-1403-1759, tanpa syarat kepada Negara Republik Indonesia. Saran ini diadopsi oleh Komite Koleksi Kolonial pada tanggal 28 Juni 2024. Mengetahui ketua komite Mr. Lilian Gonçalves-Ho Kang You dan sekretaris, Mr. drs. Jona Mooren dan Mr. Meehea Park.
Lampiran Laporan Penelitian :
Subyek : Patung Ganesha
Tanggal : 23 April 2024
Penulis : Tom Quist


Ringkasan Hasil Penelitian
Arca Ganesha telah dipindahkan dari Lemahduwur masa kini di desa Simojayan, di kaki Gunung Semeru (Jawa Timur) sebelum atau pada tahun 1839. Ini dilakukan atas perintah pegawai negeri kolonial Johan Frederik Walraven van Nes, setelah dia dan beberapa pegawai negeri bawahannya melihat patung tersebut pada tahun 1836, saat mendaki gunung berapi di Lemahduwur. Van Nes mula-mula memindahkan patung tersebut ke Pasuruan, tempat ia menjadi Residen, sebelum menyumbangkannya ke Museum Purbakala Nasional saat ini selama masa cuti di Belanda. Pada tahun 1843 patung tersebut ditambahkan ke koleksi di sana. Sejak 1904, lukisan ini menjadi koleksi Wereldmuseum Leiden saat ini.
Rekonstruksi Asal-usul

Pengenalan dan Kharakteristik Obyek
Menyusul permintaan restitusi dari Indonesia pada September 2023, Wereldmuseum melakukan penelitian asal-usul patung dewa Hindu Ganesha (nomor objek RV-1403-1759) pada bulan Maret dan April 2024. Sejak 2013, patung tersebut telah dipajang di ruang resepsi Wereldmuseum Leiden. Berdasarkan teks publik dan data objek yang ada di The Museum System (TMS), sistem manajemen koleksi Wereldmuseum, patung tersebut berasal dari abad ke-13 (kalender Gregorian) dan ditemukan di Jawa Timur di Gunung Semeru, gunung dan gunung berapi tertinggi di pulau itu. Gambar tersebut menggambarkan Ganesha dalam posisi berdiri, dengan kepala gajah dan empat lengan. Dari lengan belakang, tangan kiri memegang rosario dan tangan kanan memegang kapak. Di tangan lengan depan terdapat dua mangkuk tengkorak kerawang. Rambutnya diikat dengan mahkota, anting-anting dan gelang bagian atas menampilkan motif tengkorak. Bagian belakang patung itu datar, yang membuat kesan yang diberikannya adalah bahwa arca tersebut aslinya ditaruh di dinding (candi).
Penanggalan patung ini berasal dari abad ke-13, berdasarkan pada tengkorak dan motif tengkorak yang diyakini menjadi ciri khas patung Ganesha pada masa kerajaan Hindu-Budha Singhasari berkuasa di Jawa Timur (1222-1292). Pauline Lunsingh Scheurleer (kelahiran 1943), mantan kurator seni Asia Selatan dan Tenggara di Rijksmuseum Amsterdam, menyatakan bahwa tengkorak sebagai mangkuk dan motif dekoratif juga sering muncul dalam gambar dewa-dewa Hindu dari periode Kekaisaran Majapahit (1293-abad ke-16) dan oleh karena itu, arca itu bisa jadi juga berasal dari abad ke-14 .
Di Desa Karangkates, dekat Malang di Jawa Timur, terdapat patung Ganesha dalam posisi berdiri yang sangat mirip dengan patung di Leiden. Perbedaan yang mencolok terdapat pada alas patung di Karangkates, yang didepannya terdapat motif sembilan tengkorak berbentuk setengah lingkaran. Arca dalam koleksi Wereldmuseum tidak memiliki tumpuan seperti itu. Fakta bahwa alas kedua patung tempat kaki Ganesha bertumpu terlihat sama, menunjukkan menurut beberapa peneliti, bahwa patung di Leiden awalnya berdiri di atas alas yang berbentuk sama.

Laporan Asal-usul :
Koleksi Wereldmuseum berisi gambar pena patung Ganesha dengan nomor objek RV-1403-3635, yang dilengkapi keterangan singkat dengan tinta: ‘Genésa (berdiri) ditemukan di lereng Gunung Smeroe. ‘Gunung berapi di sudut timur Jawa’. Di atas patung tersebut kemungkinan tertulis ‘Batara(m) Dhana(m)‘ dalam aksara Jawa. Makna hal ini tidak dapat ditentukan selama penyelidikan. Keterangannya dilanjutkan dengan pensil, pertama-tama menyebutkan tinggi patung dalam pengukuran panjang Rhineland dan kemudian menambahkan catatan dengan tulisan tangan yang berbeda ‘pada ketinggian 6000 kaki. ‘ di atas permukaan laut’ sebagai berikut. Berdasarkan kaki sungai Rhine, ketinggiannya hampir 1900 meter. Di kanan bawah gambar, juga digambar dengan pensil dan mungkin dengan tangan yang sama seperti catatan sebelumnya, adalah ‘van Nes. Smeroe dapat dibaca.
Angka 126 di bagian atas mengacu pada nomor gambar di bawah manajer sebelumnya, Museum Purbakala Nasional. Pada tahun 1904 salinan tersebut, bersama dengan beberapa ratus gambar, lukisan, peta, cetak biru, dan foto lainnya, disumbangkan ke Museum Etnografi Rijks, yang sekarang menjadi Wereldmuseum Leiden. Gambar patung Ganesha tersebut pada saat itu ada di dalam sebuah map yang diberi nama Passaroean, yang berisikan tiga belas gambar yang disumbangkan Adrianus Johannes Bik (1790-1872) ke Museum (Purbakala). Gambar-gambar tersebut dibuat di Jawa Timur di sekitar Pasuruan dan Malang, seperti tampak dari inventaris koleksi yang dipindahkan pada tahun 1904.

Adrianus Johannes Bik dan adiknya Jannes Theodorus Bik (1796-1875), didaftarkan pada tahun 1816 sebagai juru gambar yang ditunjuk untuk Caspar Georg Carl Reinwardt (1773-1854), yang menjadi direktur urusan Pertanian, Seni dan Ilmu Pengetahuan di pemerintahan kolonial di Batavia (1816-1822), terlibat dalam pengumpulan dan pengangkutan benda-benda sejarah alam dan arkeologi ke Belanda.
Pada bulan Februari 1821, mereka menemani Reinwardt dalam perjalanannya ke Maluku dan Sulawesi. Perjalanan pulang ke Batavia dilakukan melalui darat dari Jawa Timur. Dari tanggal 5 sampai 7 Januari 1822, ketiganya tinggal di Pasuruan, sebelum melanjutkan perjalanan ke Malang.
Pauline Lunsingh Scheurleer dan sebelumnya juga Pieter Hendrik Pott (1918-1989), dari tahun 1947 hingga 1982, kurator untuk bidang budaya India dan direktur Museum Etnologi Nasional, sekarang Wereldmuseum Leiden, menyimpulkan bahwa salah satu bersaudara Bik, membuat gambar tersebut pada tahun 1822. Dengan kata lain, gambar Ganesha sudah ada di Pasuruan. Tidak jelas dari sumber mana Lunsingh Scheurleer dan Pott mendasarkan temuan mereka. Bahwa patung tersebut, menurut keterangannya, ‘ditemukan di lereng Gunung Smeroe‘ setidaknya tampak menunjukkan bahwa benda itu tidak ada saat digambarkan. Di sisi lain, gambar tersebut tampaknya tidak ditandatangani, keterangannya tidak menyebutkan bahwa patung tersebut berada di Pasuruan saat itu dan berkas ‘Passaroean‘ juga memuat gambar-gambar yang tidak dibuat oleh Adrianus Johannes atau Jannes Theodorus Bik. Singkatnya, tidak ada cukup bukti bahwa Gambar ini digambar oleh salah seorang di antaranya di Pasuruan pada tahun 1822.
Selama penelitian asal-usul, ditemukan beberapa sumber yang tidak disebutkan oleh Pott dan Lunsingh Scheurleer. Ini terutama menyangkut artikel di Javasche Courant (10 September 1836) dan Jurnal Hindia Belanda (dari tahun 1849), yang melaporkan dilakukan dari pendakian Gunung Semeru. Artikel di Javasche Courant menceritakan kisah tentang upaya yang dilakukan pada bulan Agustus 1836 yang gagal. Siapa yang terlibat dalam hal ini? tidak jelas. Sumber kedua, di mana ilmuwan Jerman-Belanda Franz Wilhelm Junghuhn (1809-1864), menjelaskan bagaimana ia mendaki gunung berapi tersebut pada bulan September 1844, memberikan kejelasan pada poin ini.
Junghuhn menyebutkan empat pejabat pemerintah kolonial yang pada tahun 1836 berusaha mencapai puncak Semeru : Johan Frederik Walraven van Nes (1795-1873), Residen Pasuruan, Jean Henri Dickelman (± 1789-1850), Asisten Residen Malang, dan kontrolir Hendrik Albertus van der Poel (1807-1866) dan Gerard Cornelis Schonck (1807-1892), yang juga bekerja di Pasuruan. Pada tanggal 3 Agustus, mereka memulai perjalanan ke gunung berapi tersebut dari Malang. Laporan di Javasche Courant menunjukkan, bahwa mereka bergerak dengan menunggang kuda melalui desa Bululawang ke arah tenggara, dan setelah menyeberangi Sungai Lesti mereka memasuki desa terdekat.
Ketika Van Nes dan yang lainnya melanjutkan perjalanan, mereka menemukan beberapa kuburan di sekitar patung
tersebut, sebuah bak air dengan tutup dan sebuah batu dengan prasasti. Bukit tempat patung itu berada di Majang Tengah tempat mereka bermalam. Keesokan harinya rombongan menyeberangi beberapa sungai, termasuk Kali Padang dan Kali ‘Pringapoes‘. Dekat sungai terakhir itu ada sebuah hutan belantara yang disebut Oetan-Soongie-Petoeng’:
Kami menemukan di sana, di sebuah bukit kecil, di sebelah kanan jalan setapak yang diukir, sebuah patung setinggi 4 kaki dan lebar 2 kaki, yang merupakan patung Ganesa yang sedang berdiri, serta dua ornamen lepas dari batu, yang mungkin milik pintu masuk sebuah kuil’. Ini menggambarkan patung Ganesha yang disumbangkan oleh Van Nes ke Museum Purbakala Nasional beberapa tahun kemudian dan sekarang menjadi bagian dari koleksi Wereldmuseum Leiden.
Ketika Van Nes dan yang lainnya melanjutkan perjalanan, mereka menemukan beberapa kuburan di sekitar patung tersebut, sebuah bak air dengan tutup dan sebuah batu dengan prasasti. Bukit tempat patung itu berada ‘Utan Sungi Petung‘ (ejaan bahasa Indonesia saat ini), dicatat oleh Sejarawan Indonesia Inggris, Hadi Sidomulyo (nama Inggris: Nigel Bullough, lahir 1951) mengidentifikasi lokasinya sekarang yaitu di Lemahduwur di desa Simojayan, di kaki barat daya Gunung Semeru di Kecamatan Ampelgading. Lemahduwur terletak lebih dari 600 meter di atas permukaan laut, yang merupakan ketinggian dimana patung tersebut ditemukan sesuai dengan keterangan gambar (sekitar 1900 meter) tidak mungkin benar. Di desa Petungombo yang berdekatan dari Simojayan, patung-patung Hindu-Buddha dan batu-batu bertulis (prasasti) ditemukan kemudian pada abad kesembilan belas oleh penguasa kolonial.
Penemuan arkeologi juga telah dilakukan di lokasi lain di Ampelgading, baik selama masa kolonial maupun dalam beberapa tahun terakhir, termasuk linga perunggu (benda ritual) yang disumbangkan ke Museum Nasional Purbakala pada tahun 1891 dan telah menjadi koleksi Wereldmuseum Leiden saat ini sejak tahun 1904. Terakhir, terletak di pinggiran Desa Mulyoasri yang berdekatan dengan Desa Simojayan, ditemukan sebuah candi, Candi Jawar, yang mungkin berasal dari abad ke-14 atau ke-15 .
Menurut Sidomulyo, benda-benda dari Ampelgading dapat dikaitkan dengan jaringan tempat suci yang terhubung melalui pusat komunitas keagamaan. Sidomulyo berpendapat bahwa pusat yang disebut Kukub ini, yang ada sekitar tahun 1350, tetapi mungkin sudah ada sejak jauh sebelum itu, terletak di Simojayan, karena sebagian besar arca dan prasasti ditemukan di sana. Dalam konteks ini, sangat mungkin Gambar Ganesha, sebagaimana yang dilaporkan di Javasche Courant, merupakan bagian dari kuil di Kukub. Tidak dapat dipastikan berapa umur patung tersebut berdasarkan penelitian Sidomulyo. Tidak jelas pula apakah ia berdiri di atas alas dengan tengkorak, seperti contoh di Karangkates. Bagaimanapun, hal ini tidak disebutkan dalam laporan tahun 1836. Saat yang tepat kapan arca Ganesha dipindahkan dari Lemahduwur tidak dapat dipastikan saat dilakukan penelitian asal-usulnya. Sudah pasti hal ini terjadi sebelum atau pada tahun 1839, dan Van Nes yang memberi perintah untuk ini. Van Nes pergi cuti ke Belanda pada tahun 1839.
Proses Pengiriman ke Belanda
Korespondensi dari Conrad Leemans (1809-1893), direktur kabinet arkeologi Universitas Leiden, Museum Purbakala Nasional saat ini, menunjukkan bahwa ia bertemu Van Nes pada bulan Mei 1840, di klub pria De Besognekamer di Den Haag. Kemungkinan besar selama pertemuan ini, residen memberikan patung tersebut sebagai hadiah untuk koleksi kabinet arkeologi. Setelah itu, Leemans menerima ‘gambar‘ patung, mungkin gambar yang dibahas di atas dengan
nomor objek RV-1403-3635. Pada bulan Juni 1840, Leemans menulis surat kepada Menteri Dalam Negeri agar Van Nes memberitahukan sumbangan tersebut kepada kementerian dan bahwa patung tersebut telah ‘diangkut ke suatu tempat
di mana pemberangkatan dapat dilakukan tanpa kesulitan dan biaya‘, atas perintah residen.
Ketika menjadi jelas pada bulan Oktober 1841 bahwa Van Nes belum menghubungi Kementerian Dalam Negeri, Leemans mengambil inisiatif. Ia meminta izin kepada Residen Rotterdam agar dapat mengurus masalah tersebut lebih lanjut dengan kementerian. Leemans juga menanyakan di mana patung itu berada saat itu dan siapa yang harus dihubungi untuk pemindahan tersebut jika penghuni tidak ada di sana. Van Nes setuju dan menyatakan bahwa patung tersebut akan ditempatkan di pengusaha gula Thomas Benjamin Hofland (1799-1858) Pasuruan bersama Peter William Hofland (1802-1872). Ia mengirim Leemans sebuah otorisasi untuk Hofland bersaudara, sehingga mereka dapat menyerahkan patung itu untuk diangkut ke Belanda. Jika ‘gambar‘ yang dilihat Leemans setahun sebelumnya menyangkut objek nomor RV-1403-3635, jelaslah bahwa gambar itu dibuat di Pasuruan ketika patung itu dibawa ke sana.
Setelah Leemans memberi tahu Menteri Dalam Negeri, pengangkutan dimulai pada bulan November 1841 oleh Kementerian Angkatan Laut dan Koloni. Tidak sampai bulan April 1843 patung Ganesha dibawa ke Belanda dengan kapal fregat Rotterdam. Mungkin tidak ada kapal atau ruang kapal yang tersedia sebelum waktu tersebut. Kapal Rotterdam tiba di Den Helder pada bulan Agustus 1843, setelah itu patung tersebut disimpan sementara di gudang angkatan laut di galangan kapal Willemsoord. Pada bulan November 1843, Leemans melaporkan kepada Menteri Dalam Negeri bahwa patung tersebut telah tiba di Leiden. Dilengkapi dengan merek ‘vN‘, itu disumbangkan oleh Van Nes terdaftar dalam inventaris. Lebih dari enam puluh tahun kemudian, pada tahun 1904, patung tersebut dipindahkan ke Museum Etnografi Rijks saat koleksi patung Hindu-Buddha dari Museum Purbakala Nasional disimpan di sana.
Sumber : Laporan Komite Koleksi Nasional di https://committee.kolonialecollecties.nl/ No. ID-2023-9 tanggal 28 Juni 2024.

Kembali ke Indonesia
Sesuai dengan hasil penelitian asal-usul dan saran dari Komite Koleksi Kolonial, maka permintaan pengembalian patung Ganesha Semeru dapat dilaksanakan tanpa syarat. Mengutip berita dari Tempo.co pada 10 November 2024 : Menyebutkan di Musium Nasional Indonesia pada 27 September 2024, menerima sejumlah benda bersejarah yang dikembalikan ke Indonesia. Di antaranya termasuk patung Ganesha Semeru, yang kemudian arca hasil repatriasi dari Belanda ini dapat dilihat di pameran Repatriasi di Museum Nasional Indonesia (MNI), mulai 15 Oktober 2024 hingga 30 Desember 2024.

Postingan Terkait :
Laporan Ekspedisi Pertama ke Puncak Semeru oleh van Nes (Residen Pasuruan) 1836
https://www.anjani.id/catatan-perjalanan-junghuhn-dari-malang-ke-puncak-semeru