Menjabat sejak 27 Januari 1928, R. M. T. P. Darto Soegondo, diberhentikan dengan hormat dari jabatannya sebagai bupati Pasuruan pada 9 September 1930. Dengan alasan “Ketidak mampuan secara fisik”. Bermula sejak tanggal 5 Februari 1930, ia diberi cuti sakit selama 2 bulan. Selama masa cuti, fungsinya digantikan oleh Patih Pasuruan, R. M. A. Mohamad Sahehudin. Namun karena sakit yang berkepanjangan, beliau mengajukan beberapa kali cuti sakit tambahan lagi, yang kemudian berakhir dengan pemecatannya.

Cukup lama terjadi kekosongan jabatan bupati Pasuruan, pasca R. M. T. P. Darto Soegondo diberhentikan. Dalam pencalonan bupati, gubernur Jawa Timur awalnya lebih fokus pada kerabat mantan Bupati Pasuruan. Calon utama yaitu mantan bupati sebelumnya, saat itu masih menjabat anggota dewan (Volksraad), R. A. A. Soejono. Namun setelah lebih dari 18 bulan, belum ada seorangpun yang ditetapkan, diduga penghematan anggaran karena resesi ekonomi.

Bupati Pasuruan baru ditunjuk kemudian pada 24 Maret 1932, yaitu Mas Kartohadiprodjo alias Bawadiman, sebelumnya adalah patih di kabupaten Sidoarjo. Dengan dianugerahi gelar bangsawan Raden dan gelar resmi Tumenggung. Untuk selanjutnya ia diperbolehkan menyebut dirinya dan ditulis Raden Tumenggung Kartohadiprodjo, atau disebut juga Raden Tumenggung Bawadiman.

R. T. Kartohadiprodjo alias R. T. Bawadiman, dilahirkan pada tanggal 25 Desember 1886 di Rembang. Sejak 24 Desember 1904 hingga 25 Mei 1906, ia menjadi asisten juru tulis bupati Tuban. Selanjutnya diangkat menjadi juru tulis wedana Jatirogo, selanjutnya pada tahun 1908 menjadi mantri polisi.

Pada tanggal 24 Mei 1911, ia diangkat menjadi asisten wedana Todanan, di kabupaten Blora. Tanggal 16 Oktober 1915, menjadi jaksa di pengadilan negeri Blora. Di tahun 1916, melanjutkan sekolah di sekolah tata usaha negara hingga tahun 1918. Setelah itu ia diangkat menjadi wedana di Rembang. Pada tahun 1920 dipindah ke Panolan di Cepu. Dilanjutkan dengan pengangkatannya sebagai patih pada tanggal 29 September 1924 di Bojonegoro.

Pada tahun 1926, selain jabatannya sendiri ia juga ditugasi menjadi pengawas PNS di Bojonegoro. Pada 12 Juli 1930, diangkat menjadi pemimpin Sensus Penduduk tahun 1930. Tidak lama kemudian pada 27 Oktober 1930, dipindah menjadi patih di Sidoarjo.

Pelantikan

Upacara pelantikan secara resmi oleh gubernur Jawa Timur (Godefridus Hendricus de Man), dilakukan di pendopo kabupaten Pasuruan. Pada hari Sabtu pagi 23 April 1932. Acara dihadiri oleh residen Moreu, asisten residen Hogewind (mewakili residen Surabaya, Mr De Koek). Asisten residen Tijdeman dari Sidoardjo, asisten residen Scheffel dari Bangil. Dari Malang hadir residen Kool dan sekretaris Meijers, serta pengawas Wempe dan Otto. Garnisun di Malang diwakili oleh Kolonel De Jonge van der Halen dan komandan garnisun, Vuil Raesfeld Meijer.

Para bupati di Jawa Timur yang hadir antara lain dari : Malang, Surabaya, Kediri, Bojonegoro, Jombang, Lamongan, Gresik, Probolinggo, Blitar, Tulung Agung, Bangil dan Nganjuk, serta mantan bupati Jombang.

Dari POJ ada direktur departemen pertanian, Dr. Koningsberger dengan pejabat direktur departemen kimia, Dr. Douwes Dekker. Dari kalangan perkebunan hadir para pengurus PG : Alkmaar, Pleret, Winongan, Gayam dan Wonorejo. Hadir pula perwakilan dari berbagai layanan pemerintah, walikota Pasuruan Boissevain bersama beberapa anggota dewan, sejumlah pejabat pribumi serta China dan Arab.

Pidato pelantikan Gubernur menyatakan : “Pemerintah menyatakan kepercayaannya kepada anda melalui penunjukan ini, dan sekarang saya dengan tulus mendoakan semoga anda beruntung.” Meskipun pengambilan sumpah telah dilakukan, pelantikan sebenarnya masih tetap ada. Mengenang bagaimana bupati menapaki jenjang jabatan dari bawah ke atas dalam kurun waktu 18 tahun. Memberikan perhatian khusus pada permasalahan krisis, yaitu ketersediaan pangan, kekurangan uang, dan kemungkinan konflik karena benturan kepentingan. Bupati diharapkan selalu menjadi teladan bagi semua, jujur, tidak korup, tidak memihak, dan bermoral tinggi. Gubernur menutup dengan harapan agar usahanya berhasil dengan pertolongan Tuhan dan kemudian menyatakan bupati dilantik.

Bapak Bupati baru dalam bahasa Belanda yang halus, mengucapkan terima kasih kepada pemerintah dan gubernur serta menerima tugas pemerintahan dengan rasa bersyukur.

Walikota Boissevain juga berbicara atas nama masyarakat Pasuruan. Mengingatkan beberapa kepentingan yang sama antara pemerintah kota dan kabupaten, seperti kebersihan dan layanan pendidikan.

Wafat Mendadak

Pada hari Rabu pagi, 18 Oktober 1933, bupati Pasuruan R. T. Kartohodiprodjo alias Bawadiman meninggal secara mendadak. Almarhum R. T. Kartohodiprodjo adalah seorang penganut agama Islam yang taat. Perbuatan terakhirnya yang disaksikan keluarga adalah menunaikan salat subuh, beberapa jam sebelum ajal menjemputnya dalam tidurnya. Raden Ayu istrinya menyangka masih tertidur, namun menemukan beliau sudah wafat.

Raden Ayu Oemi Oentari, istri bupati R. T. Bawadiman Kartohadiprodjo
Berita Kematian R.T. Kartohadiprodjo pada 18 Oktober 1933. Sumber : De Indische courant, 23-10-1933.

Kabar meninggalnya bupati secara mendadak, disambut dengan geger dan haru di kalangan masyarakat pribumi dan Eropa di Pasuruan. Kematian ini memang terjadi dalam keadaan yang sangat tragis. Suasana gembira keluarga bupati masih terasa, di acara khitanan salah satu putranya. Selasa malam sebelumnya, bupati sempat mengadakan pesta perpisahan untuk patih Pasuruan, yang dimutasi ke Bangkalan. Bupati meninggalkan istri dan 7 orang anak, yang bungsu berusia 2 1/2 tahun dan yang tertua bersekolah di Sekolah Tinggi Hukum di Batavia. Almarhum wafat dalam usia 47 tahun dan baru menjabat bupati selama 19 bulan.

Pemakamannya dilakukan pada Kamis pagi pukul 10 hari berikutnya. Di pemakaman pribadi keluarga Algadrie di Pasuruan, yang disebut juga Astana Kadipaten. Sebidang tanah kecil yang di atasnya terdapat beberapa kuburan yang beraroma kesucian, sehingga menjadi tempat favorit umat beriman untuk berdoa.

Tak terhitung banyaknya rangkaian bunga dan telegram yang diterima di kabupaten di Pasuruan. Dikirim oleh rekan-rekan, lembaga, pejabat dan perorangan dari kalangan Eropa dan pribumi.

Tampak yang hadir di rumah duka berbagai pejabat seperti : Van Werkum selaku wakil Gubernur Jawa Timur, residen Malang, asisten residen dan walikota Pasuruan. Mr. Soebroto dan Mr. Soesanto, mewakili dewan propinsi Jawa Timur. Bupati Panarukan, Bondowoso, Lumajang, Probolinggo, Sidoarjo, Surabaya, Bangkalan, Jombang, Kediri, Blitar, Bojonegoro, Tuban dan Bupati Kota Mangkunegoro. Bupati Bangil berhalangan hadir karena sakit. Selanjutnya para pimpinan POJ, para pengurus pabrik gula, para pimpinan perusahaan dan lembaga swasta dan resmi, sejumlah pejabat dari kabupaten lain, seluruh jajaran pegawai kabupaten Pasuruan. Para wakil dari komunitas Timur Asing dan banyak individu swasta, antara lain Dr. Soetomo.

Usungan jenazah dibawa keluar rumah duka oleh kerabat terdekat dan didahului oleh para petinggi yang membawa karangan bunga dan tanda duka. Dalam perjalanan menuju pemakaman, para pengusung terus bergantian, para priyayi dan pejabat, santri dan haji. Semuanya bersaing untuk memberikan penghormatan terakhir. Di belakang pengusung, mobil-mobil ikut melaju dalam antrean sepanjang satu kilometer. Bendera di gedung-gedung publik, POJ dan perkumpulan dikibarkan setengah tiang.

Selama jenazah baru dimakamkan, diawasi oleh para priyayi dan santri hingga hari ketiga setelah pemakaman.

Lokasi Makam

Mantan bupati Pasuruan asal Rembang, R.T. Kartohadiprodjo alias R. T. Bawadiman, atau ditulis gabung R.T. Bawadiman Kartohadiprodjo. Makamnya dapat ditemukan di komplek makam yang sekarang dikenal masyarakat Pasuruan sebagai makam Turba. Berada di jalan Panglima Sudirman, kelurahan Kebon Agung Kota Pasuruan. Satu komplek makam dengan Habib Alwi Assegaf, serta tokoh kapten Arab (ketua komunitas Arab), Sayid Alim bin Miran bin Hamid Al Gadrie.

Lokasi Makam bupati Pasuruan R.T. Bawadiman Kertohadiprodjo di jalan Panglima Sudirman, Kelurahan Kebon Agung Kota Pasuruan
Makam bupati Pasuruan R.T. Bawadiman Kertohadiprodjo
Prasasti makam yang tertulis : R.T. Bawadiman Kartohadiprodjo (25 Desember 1885 – 17 Oktober 1935).

Dalam prasasti makam yang kini tertulis : R.T. Bawadiman Kartohadiprodjo (25 Desember 1885 – 17 Oktober 1935). Berdasarkan sumber data dari koran lama, seharusnya tanggal lahir adalah 25 Desember 1886, sedangkan tanggal wafatnya dapat dipastikan pada tanggal 18 Oktober 1933.

Sumber : berbagai koran lama di delpher.nl

Catatan Tambahan :

Tokoh-tokoh terkenal putra bupati Pasuruan R. T. Bawadiman Kartohadiprodjo, diantaranya :

Prof. Mr. Soediman Kartohadiprodjo, (03 September 1908 – 26 Januari 1970) adalah seorang pakar dan akademisi bidang hukum yang dalam masa hidupnya berprofesi sebagai Hakim, Jaksa dan Pengacara serta merupakan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, salah satu pendiri dari Akademi Hukum Militer dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Parahyangan, Bandung. Karyanya Pengantar Tata Hukum di Indonesia djl I : Hukum Perdata merupakan buku wajib yang digunakan di berbagai fakultas hukum di Indonesia hingga saat ini. (Sumber : Wikipedia)

Prof. Mr. Soediman Kartohadiprodjo

Letnan Jenderal TNI (Purn.) Sayidiman Suryohadiprodjo, (21 September 1927 – 16 Januari 2021) adalah seorang purnawirawan perwira tinggi militer dan diplomat Indonesia yang menjabat sebagai Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Darat dari tahun 1973 sampai dengan tahun 1974, Duta Besar Indonesia untuk Jepang dari tahun 1979 sampai tahun 1983, dan Duta Besar Indonesia untuk Afrika dari tahun 1992 sampai dengan 1995. Sedangkan di luar lingkungan TNI ia menjabat sebagai Gubernur Lemhannas. (Sumber : Wikipedia)

Letnan Jenderal TNI (Purn.) Sayidiman Suryohadiprodjo

Postingan Terkait :

Soejono : Menteri yang Tragis dalam Kabinet Gerbrandy

404 Not Found

Not Found

The requested URL was not found on this server.

Additionally, a 404 Not Found error was encountered while trying to use an ErrorDocument to handle the request.