Jacob Derk Kobus lahir di Deventer pada tahun 1858, di mana ia menempuh sekolah dasar dan kemudian di sekolah menengah. Dia kemudian belajar kimia di Göttingen, Halle dan Thaaand. Setelah itu dia ditunjuk sebagai asisten kimia di Stasiun Penelitian Pertanian Nasional di Wageningen. Terlepas dari pekerjaan yang sangat sibuk, ia masih meluangkan waktu untuk belajar di Sekolah Pertanian Nasional. Disana dia berhasil memperoleh gelar Ahli Agronomi.
Ketika pada tahun 1886, diputuskan untuk mendirikan Stasiun Uji Gula Jawa Timur (POJ) di Pasuruan. Kobus diangkat sebagai wakil direktur atas saran inspektur pertanian, Dr. J. H. F. Sollewijn Gelpke, dan ia tiba di Jawa pada November 1887.
Dia segera memulai pekerjaannya dengan penuh semangat dan mencurahkan perhatian khusus pada pengendalian penyakit sereh. Penyakit yang pada waktu itu menjangkiti perkebunan tebu. Baik secara langsung, melalui percobaan desinfeksi dengan garam logam dan agen anti bakteri lainnya. Secara tidak langsung melalui impor spesies tebu asing yang tahan penyakit, dengan memperbaiki kondisi di mana tebu tumbuh. Upaya ini baik dalam skala kecil maupun besar, telah memberikan kontribusinya. Yaitu untuk mengurangi penyakit yang ditakuti ke dimensi yang lebih sederhana.
Pada mulanya Dr. Soltwedel, direktur stasiun Semarang, yang menunjukkan bahwa perbanyakan tebu dengan biji dimungkinkan. Merekomendasikan agar bibit ditanam di pegunungan. Untuk mendapatkan varietas sereh-imun yang kuat, Dr. Soltwedel berangkat ke British India. Tetapi dalam perjalanan pulangnya di tahun 1889, kematian merenggutnya. Sampel itu kemudian diambil alih oleh Kobus. Setahun setelah kematian Dr. Soltwedel, Kobus diperintahkan pergi ke British India. Untuk mencari varietas tebu lain yang dianggap cocok untuk Jawa. Dia membawa tiga bibit tebu bebas sereh bersamanya : “Chunnee, Ruckry, dan Puryrite“.
Untuk mencegah masuknya penyakit parasit baru atau serangga parasit, yang saat itu tidak diketahui di Jawa. Diputuskan bahwa spesies British India ini terlebih dahulu menjalani semacam karantina. Jika setelah ditanam di sana selama beberapa tahun, ditemukan bebas dari gejala penyakit atau parasit. Mereka baru dapat dipindahkan dengan aman ke Jawa. Pulau Bangka dipilih untuk tujuan ini, dan di bawah pengawasan Kobus. Tebu itu ditanam, dibudidayakan, dan akhirnya dipindahkan ke Jawa pada tahun 1896. Selain kegiatan ini, Kobus terlibat dalam studi tentang anatomi tebu dan berbagai musuh tebu dari kerajaan hewan.
Pada tahun 1897, fungsi POJ di Pasuruan diubah lagi. Didominasi oleh penelitian tentang cara untuk mendapatkan panen tebu yang lebih tinggi. Kobus kembali ditunjuk sebagai pemimpin penyelidikan ini, yang pergi ke Eropa pada akhir tahun 1896. Waktunya dipergunakan untuk beristirahat dan bertukar pandangan dengan rekan-rekan Eropa. Dia kembali ke Pasuruan pada bulan Mei dan mengambil alih jabatan direktur POJ.
Prestasi
Betapa kuat keyakinannya akan kemungkinan mencapai hasil yang lebih tinggi. Pernyataannya yang dibuat tanggal 20 Januari 1897, dalam pertemuan “N.I. Maatschappij voor Nijverheid en Landbouw“. Memprediksi kenaikan paling sedikit 25 persen. Hasil gula yang lebih besar per bahu (1 bahu sekitar 0,7 HA) hanya dapat dicapai dengan menggunakan metode rasional.
Prediksi yang begitu sering ditentang pada saat itu, dimana tidak hanya menjadi kenyataan. Tetapi telah terlampaui dengan gemilang. Rata-rata hasil gula per bahu, yang pada tahun 1896 hanya 83,29 pikul (1 pikul sekitar 60 Kg). Sudah mencapai angka 121,20 pikul pada tahun 1908. Jadi tidak hanya 25 persen, tapi meningkat lebih dari 40 persen. Dalam percobaan ini, tebu “Chunnee” yang dibawa dari British India telah memberikan hasil yang sangat baik. Telah menjadi salah satu nenek moyang dari banyak varietas tebu.
Penyelidikan penyebab belang kuning dan penyakit dongkelan, pada saat yang sama dirancang cara untuk memeranginya dengan sukses, penyelidikan kimia tanah dan fisik yang ekstensif, penanaman spesies tebu tanpa tanaman perantara, penyelidikan kebutuhan untuk makanan tebu pada usia yang berbeda dan banyak pertanyaan lain, yang secara bertahap muncul dan menuntut solusi. Semua investigasi dan pengamatan ini diterbitkan dalam “Archives for the Java Sugar Industry“, di mana Kobus tetap menjadi anggota komite redaksi, untuk sementara mewakili pemimpin redaksi dan kolaborator yang rajin dan berharga, bahkan setelah pengunduran dirinya sebagai editor ketua. Artikel-artikelnya kadang-kadang muncul di berbagai majalah asing, yang mengungkapkan hasil karya hebat yang dilakukan oleh ilmuwan Belanda di tanah Jawa.
Penghargaan
Oleh karena itu, Kobus tidak kekurangan ekspresi penghargaan yang jelas. Pada tahun 1889 ia diangkat sebagai “Ksatria Ordo Oranye Nassau” oleh Ratu, pada tahun 1904 “Internationale Zweigverein för Zuckertechniker” mengangkatnya sebagai anggota kehormatan, pada tahun 1905 ia menerima Medali Sindikat Emas untuk karya ilmiah, sementara pada tahun 1907 “Leopoldinisch-Carolinische Academie Deutscher Naturforscher” menerimanya sebagai anggota. Yang paling berharga adalah fakta bahwa pada tahun 1904, POJ memungkinkan untuk memiliki gedungnya sendiri, dibangun sesuai dengan rencananya sendiri dan sesuai dengan persyaratan terbaru. Dilengkapi dengan semaksimal mungkin laboratorium, tempat penelitian untuk kepentingan industri gula agar dapat dilanjutkan dalam skala yang jauh lebih baik dan lebih luas.
Penghargaan lain adalah penghargaan yang diberikan oleh Sindikat Umum Pabrik Gula di Jawa berturut-turut pada tahun 1906 dan 1909, sebagai perwakilan resmi mereka untuk Kongres Kimia Terapan, yang diadakan di Roma dan London.
Skandal Kematian dan Makam yang Hilang
Karena kondisi kesehatan, Kobus dijadwalkan kembali ke Eropa pada akhir bulan Maret 1910. Kondisinya yang semakin memburuk, membuat rencana perjalanan dipercepat pada hari Rabu, 9 Maret 1910 pukul 1 siang, bersama istrinya menumpang “SS Goentoer” dari pelabuhan Pasuruan. Begitu lama kapal ini berlayar, kemungkinan besar masih berlabuh lagi di Surabaya. Dalam perjalanan antara Surabaya dan Semarang, antara tanggal 12-13 Maret 1910, atau hampir 4 hari setelah keberangkatan, beliau dikabarkan meninggal. Yaitu karena penyakit usus yang terjadi terutama di daerah tropis dan subtropis yang disebut “Indische spruw “. Jenazahnya tiba di Semarang pada hari Minggu, 13 Maret dan segera dipetikan, dibawa dengan kereta api dari Semarang menuju Pasuruan.
Cara yang menjengkelkan telah dilakukan dalam pengangkutan jenazah almarhum Kobus. Minggu pagi dikirim dari Semarang via Gundih ke Surabaya, bukan via Solo langsung ke Pasuruan, di mana bisa saja tiba malam itu juga. Dan dari stasiun Surabaya, bukannya membawa peti mati secepatnya ke Pasuruan pada Senin pagi, 14 Maret 1910, dia diperlakukan sebagai kargo umum biasa, sehingga tidak tiba di Pasuruan di pagi hari, namun datang di sore hari pukul 13.26. Bagi mereka yang menghadiri pemakaman, ini adalah kekecewaan yang tidak menyenangkan dan menyakitkan.
Keluarga yang ditinggalkan adalah seorang ibu yang lanjut usia, istri dan empat orang anak. Makamnya tentu di “Kerkhof” kota Pasuruan, yang sangat disayangkan komplek pemakaman ini kini tidak berbekas. Untuk mengenang jasanya, patungnya dibuat dan awalnya diletakkan di halaman POJ. Namun kemudian gedung utama POJ hancur di masa perang, konon di bom oleh Jepang atau hancur akibat aksi bumi hangus (Agresi Militer tahun 1947) . Masyarakat Pasuruan kala itu pasti paham betul jasa-jasa Kobus, sehingga patung ini masih dapat diselamatkan, kini tersimpan di gallery P3GI.



Dirangkum dari berbagai sumber.
Postingan Terkait :
Rumah Direktur Pabrik De Bromo Pasuruan
Sejarah Pabrik De Bromo, Diperluas Dari Benteng Kuno Pasuruan