Di bawah animo yang sangat besar, pada Minggu pagi (17 Juli 1921), peresmian jalur baru kereta api (lori angkutan tebu) milik PG. “Kebon Agoeng”, yang membentang dari Oro Oro Dowo ke perkebunan tebu di Blimbing sepanjang 5 Km, berlangsung dengan meriah. Di antara mereka yang hadir adalah Walikota Malang dan direktur G. W. (PU Provinsi), Bupati dan Patih Malang, Kontroler Kota, tuan Ebenstein, kepala pabrik mesin “Kalimas Amsterdam“, ir. Aafjes dari pengairan Brantas, dan undangan lainnya.
Untuk menambah kemeriahan, sebuah ruang pertemuan (semacam terop) didirikan. Sekitar pukul 10 pagi, dengan kereta yang telah dihias, para tamu mengambil tempat duduknya, mulai bergerak dan berhenti sedikit agak jauh. Di sini dimulailah jalur baru, yang secara simbolis masih ditutup dengan untaian bunga di bawah gerbang kehormatan. Jean Gogelein, putri dari administrator PG. “Kebon Agoeng”, diberi kepercayaan untuk menyingkirkan rintangan terakhir secara simbolis. Ia memotong tali tersebut, di mana kembang api dan petasan kemudian dinyalakan dan musik dimainkan dengan meriah.
Setelah bebas dari rintangan ini, kereta api kemudian melanjutkan perjalanan. Pertama-tama melewati jembatan setinggi 10 meter di atas jalan raya menuju Batu, kemudian jembatan sepanjang 30 meter di atas Kali Brantas. Diikuti oleh 33 karya bangunan teknis lainnya, baik yang besar maupun kecil. Jembatan di atas Kali Brantas perlu mendapat perhatian khusus. Untuk menjaga agar rel tetap pada ketinggian yang sama dengan jembatan, penyangga rel harus dibangun dengan memindahkan tanah dalam jumlah yang sangat banyak. Kedalaman yang dilewati rel kereta api sangatlah mengagumkan.
Di perbatasan setiap desa kereta berhenti sejenak. Gerbang kehormatan telah didirikan di sana dan di sebelahnya terdapat sebuah los, tempat para petinggi desa memberikan sedekah (sajian). Kembang api dan petasan menambah kemeriahan.
Di akhir perjalanan, para tamu turun di kantor jembatan timbang. Disambut dan disapa oleh tuan Gogelein. Butuh waktu lima tahun – katanya – sebelum jalur ini dapat dibuka. Pembangunannya merupakan hasil dari kebangkitan Kotapraja Malang, yang sebagai kota modern, tidak dapat lagi mengizinkan transportasi tebu di sepanjang jalan rayanya. Begitu banyak waktu yang telah berlalu, karena harus menunggu tahun yang tepat untuk melakukan pekerjaan teknis. Sekarang setelah jalan tersebut siap, pembicara merasa bahwa ia tidak boleh membiarkan hari pembukaannya berlalu begitu saja. Kepada kepala B. B. (ASN) Walikota Malang (Herman Isak Bussemaker) dan direktur G. W., dan semua pihak yang telah memberikan sumbangannya dalam merealisasikan jalur baru itu, ia mengucapkan terima kasih. Ia mengatakan bahwa ia juga berbicara atas nama pemiliknya yang tidak bisa hadir, tuan Tan Tjwan Bie. Lebih lanjut dengan mengungkapkan rasa terima kasihnya atas perhatian yang diberikan, pembicara mengusulkan untuk mengangkat gelas demi kemakmuran “Kebon Agoeng“. (disambut tepuk tangan)
Walikota Bussemaker kemudian berdiri memberikan sambutan. Setelah proses pembangunan selesai tanpa kecelakaan, dan para undangan dapat menikmati pemandangan yang indah di sepanjang perjalanan. Ia merasa perlu untuk mengucapkan sepatah kata kepada para pengusaha yang berani ini. Perasaan istimewa memenuhi dirinya. Kota ini tidak terlalu banyak berurusan dengan pabrik-pabrik gula, tetapi dengan “Kebon Agoeng” adalah masalah yang berbeda karena karakternya yang istimewa. Ketika kota harus memperluas wilayahnya, hal itu berarti mengorbankan lahan-lahan subur milik “Kebon Agoeng”, yang akibatnya membuat kebun-kebun di sana terbagi dua di perbatasan selatan dan utara kota.
Gogelein baru saja mengatakan, bahwa pengangkutan tebu di tengah Kotapraja (Malang) tidak dapat ditoleransi lagi. Sempat terjadi gesekan di kedua belah pihak, namun berkat sikap akomodatif dari administrator “Kebon Agoeng”, sebuah solusi damai berhasil ditemukan. Itu adalah keinginan pembicara, selain kepada para pengusaha proyek pembangunan, untuk memberikan penghormatan.
Setelah gelas-gelas diisi ulang, J. C. van Blommestein mengambil kesempatan untuk menyampaikan penghargaannya. Atas energi dari mantan rekan kerja yang telah berbagi suka dan duka di tahun-tahun sebelumnya. Selebihnya, ia mengangkat gelas untuk menghormati tuan Gogelein !
Tidak lama kemudian, pesta pun bubar. Baik saat kereta api tiba maupun saat pidato-pidato berlangsung, suara gamelan terdengar mengiringi. Los-los yang dihias menandakan bahwa makanan yang lezat juga disajikan di sini.
Terakhir, beberapa detail teknis :
Jembatan besi di atas Kali Brantas dipasok oleh pabrik mesin “Kalimas – Amsterdam” di Surabaya. Jalur kereta api dirancang oleh firma Orenstein und Koppel, yang juga bertindak sebagai pemasok bahan. Namun, pekerjaan dilakukan secara in house.
Dikutip dan diterjemahkan dari : De Preanger-bode, edisi 21-07-1921.
Catatan Tambahan :
- PG. Kebon Agoeng sebelumnya mempunyai emplassemen lori yang berada di wilayah pasar Oro-Oro Dowo sekarang. Karena pengembangan kota (bouwplan) di kawasan burgenbuurt (Jalan gunung-gunung), emplassemen tersebut kemudian dibongkar dan jalur dialihkan ke sebelah barat area pacuan kuda (racebaan/raceterrein).
- Jembatan baru dapat digunakan oleh warga masyarakat yang berjalan kaki untuk menyeberang sungai Brantas. Di tengah rel dipasang plat besi ukurang sekitar 25x100cm, dipasang berjajar dua (lebar sekitar 50cm) sepanjang rel.
- Jalur kereta lori pengangkut tebu Oro-oro Dowo – Blimbing, di non aktifkan pada sekitar tahun 1970-an.
- Jembatan yang melintang di atas jalan raya menuju Batu sudah dibongkar, salah satu pilarnya masih tersisa di Jl. Brigjend Slamet Riadi (sisi utara). Di sisi selatan sudah berganti bangunan masjid.
- Jembatan yang tersisa melintang di atas sungai Brantas, oleh masyarakat sekitar disebut “Peller“, kini menjadi jalan Parangtritis. Kata “Peller” kemungkinan besar dan diyakini berasal dari kata “pijler“, dari bahasa Belanda yang berarti : pilar, tiang, atau penyangga utama. Faktanya bisa dilihat dari banyak pilar/tiang penyanggah yang dibangun. Pilar ditepi sungai yang cukup tinggi, dulu sering dimanfaatkan oleh prajurit TNI dan komunitas pecinta alam atau pramuka untuk berlatih panjat/turun tebing.