Ayo bangun… Ini sudah jam lima! kamu akan terlambat ke bus. Ritual yang sama setiap pagi bersama oma tersayang. Membuat roti lapis untuk bekal ke sekolah dan kacang ijo dengan santen yang enak dan masih hangat untuk sarapan. Seperti biasa, ibu mengambilkan tas sekolah kami. Setelah ciuman selamat tinggal, kami berlari ke halte bus di sebelah besaran (rumah administratur). Adikku Les terlambat, kami harus selalu menunggunya, yang membuatku malu. Saya mendengar Banu si kernet (pendamping sopir): ‘Nyoo Lekselie (Leslie) belum ada. Wah kebacut anak itu! Semua komplit, ayo berangkat!” Bus sekolah kami kemudian berangkat dari pabrik gula Tulangan menuju Surabaya.

Pabrik Gula Tulangan di Sidoarjo.

Lalu tiba-tiba terdengar teriakan ramai dari bus lain yang mendahului bus kami. Oh, tentu saja bus sekolah dari pabrik gula Candi. Yang selalu melaju kencang, tak mungkin sebaliknya dengan supir yang masih muda. Sopir bus kami sudah tua dan kurus, yaitu pak Karnen, tapi beliau selalu baik kepada kami! Kami kembali ke rumah jam setengah dua siang. Lelah, berdebu dan kelelahan kami duduk di meja makan makan siang kami. Oma selalu ada dan mendengarkan cerita seru kami. “Mama dimana, oma?”. Ooh, mamamu ada rapat, mungkin di perusahaan akan ada taman kanak-kanak dan mamamu harus mencari guru di Surabaya.

Desa Sudimoro

Tidur siang setelah makan siang atau langsung mengerjakan PR. Tapi saya ingin pergi ke desa dengan sepeda. Tidak masalah kemana saja, tapi sebaiknya ke desa Sudimoro. Banyak betet dan sawah yang indah disana. Berbekal ketapel saya, pertama-tama saya mengunjungi Edo Basjeau dan bersama-sama kami pergi ke desa kami yang terkenal, Sudimoro. Oh betapa indahnya di sana, dan begitu damai.

Eh, tunggu sebentar. Ada tebu yang bagus, jadi turunlah kami dari sepeda dan naik lori dan ayo berangkat teman-teman.. Wah, ini enak sekali! Pak Tebangnya dia menatap kami dengan wajah marah, tapi tidak berani berkata apa-apa. Kami anak anak tuan Dokter Gula, jadi kita punya kebebasan.

Pulang jam lima sore, untuk minum teh dengan pisang goreng yang nikmat. Makanan lezat yang dibuat khusus untuk ayahku. Ayah suka pisang goreng, jadi kami memakannya dan dalam beberapa detik, pisang gorengnya habis! Ibu dan ayah sedang menikmati kopi tubruk mereka di teras, memperhatikan orang yang lalu lalang dan pedagang asongan. Segera hari menjadi gelap, para jangkrik, kodok, dan tokek bangun dan mulai membuat keributan. Om Henk dan tante Dee Lamree kini telah tiba dan ayah menarik beberapa kursi dan mereka mulai bermain. “Kamu tahu apa yang enak sekarang?” Kalian mau apa?” tanya ibuku. ” Yang dingin dan panas sekali,” kata om Henk. “Gisa! Gisa! Ayo beli kupang yang pedes ya… Inggihh Ndoro..”

Setelah makan malam mereka ngobrol lagi, tapi kali ini tentang Belanda. Tentang teman-teman mereka yang telah pergi ke Belanda sebelumnya. Dan bagaimana masa depan anak-anak mereka dan banyak lagi pembicaraan yang menakutkan.

Ini hari Minggu, hari Minggu yang panas dan oma serta juru masak sibuk memasak. “Oma, untuk siapa masak sebanyak itu?” Ibu dan ayahmu mendapat pengunjung hari ini, seperti biasa. “Lalu siapa, oma?”. “Entahlah, mungkin om Jerry dan tante Ineke, om Niki dan tante Hetty dari Malang. Dan seluruh keluarga Kho dari Surabaya, aku yakin. Apakah kamu sudah lapar? Lebih baik kita makan lebih awal nyoo”. “Jangan nanti, nek!” Dan ya, satu jam kemudian rumah kami sudah penuh. Banyak musik country dari Grady Martin, Wesley dan Tuttle dan tidak ketinggalan Les Paul dan Mary Ford! Orang-orang tua di ruang tamu dan kami di atas tikar di taman di bawah pohon mangga. Selalu menyenangkan di rumah kami dan kemudian kami semua pergi ke pabrik gula Krembung dengan bersepeda untuk berenang.

Kampanye gula berakhir pada minggu berikutnya. Perusahaan kemudian dibersihkan dan seluruh pabrik kemudian diperiksa dan diperbaiki. Sekitar sebulan kemudian, seluruh karyawan pabrik gula pergi piknik dan mau kemana? Hal ini biasanya diputuskan oleh kepala kebun atau kepala pembukuan. Semakin jauh semakin seru. Ke Pasir Putih atau ke Borobudur. Tidak masalah asalkan jauh dari rumah! Dan kemudian mempersiapkan turnamen tenis. Pemain pabrik TVK yang terkuat melawan pemain pabrik HVA yang terkuat. Kami bangga dengan orang tua kami, karena mereka selalu terpilih sebagai campuran terkuat. Pesta malam diselenggarakan setelah pertandingan. Itulah yang dilakukan ibu saya; dia ada di panggung. Menyenangkan sampai dini hari. Ayah saya bermain piano di orkestra pabrik gula. Nanti aku dan kakakku Les juga bermain dan orang tua kami bangga!

Aku tidak bisa melupakan kenangan saat-saat yang indah itu. Aku masih bisa melihat ayahku dengan celana dan blus putihnya. Muda dan berani. Terkadang sedikit “nakal” dan bangga pada istrinya, yang muda, sporty dan manis. Ayah sudah tidak ada lagi dan ibu, serba abu-abu dan sendirian, namun tetap cantik dan manis!

Seperti yang dikisahkan oleh Ed Brodie, di terjemahkan dari majalah Moesson, edisi 15 Agustus 1997.

Postingan Terkait:

Kisah “Anak Gula” Pabrik Gula Umbul Probolinggo

Om Jordan dari Porong (1957)

Omaku Orang Jawa