Menara air (water toren) ini mulai dibangun pada tahun 1913 dan selesai pada tahun 1917. Bersamaan dengan penambahan jaringan pipa air minum dan menara air di Lekok, dengan mengambil air dari sumber Umbulan. Membutuhkan anggaran sebesar 89.500 Gulden dengan kapasitas 750 M3, sedangkan yang di Lekok 13.500 Gulden dengan kapasitas 75 M3.

Menara air di utara alun-alun ini sudah lama terbengkalai, dibangun oleh Ir. Asger Smith, yang kemudian menjadi Direktur PAM di Batavia.

Ketika menara beton bertulang yang berat ini, dengan tinggi lebih dari dua puluh meter selesai dibangun, lapisan padasnya pecah. Sehingga bagian tempat pondasi diletakkan, seperti pelat dengan menara dan semua bagiannya turun ke lapisan lumpur di bawah padas, ambles sekitar 3 (tiga) meter!

Foto lama yang menunjukkan pintu utama di sisi selatan yang masih tinggi sebelum ambles.
Foto tahun 1917 dengan pintu utama di sebelah selatan yang masih nampak tinggi sebelum ambles.

Pengeboran dan perbaikan serta pengujian dilakukan lagi, untuk menegakkan struktur pada pondasi, tetapi hasilnya sia-sia. Dengan anggaran dan biaya perbaikan yang sudah lebih dari 90.000 gulden, akhirnya proyek ini gagal dan menara air tidak dapat digunakan.

Pintu masuk yang dibuat baru disisi timur yang ambles. Foto tahun 2021.
Tampak air menggenang di depan pintu masuk baru di sisi timur bagian bawah menara air. Foto tahun 2021.

Sempat timbul semacam olok-olok (bully) di kalangan orang Eropa pada waktu itu, bahwa menara ini sebagai “Varian dari Menara Miring Pisa” (variante op Pisa’s scheeven toren), ada juga yang menyebut “Menara Dansa Pasuruan” (Pasoeroean’s dansende toren).

Pemantauan penurunan ketinggian permukaan menara dari empat titik. Sumber : Geologische onderzoekingen ten behoeve van ‘s lands waterstaat-, gewestelijke- en gemeentewerken in Nederlandsch-Indië, DEEL 3, 1920-1921

Konon yang ikut membangun menara ini, Ir Asger Smith sendiri atau entah orang lain, akhirnya gantung diri di salah satu tangga menara ini karena malu. Namun kebenaran cerita ini masih perlu di verifikasi lebih lanjut.

Menara air yang juga dibangun di alun-alun oleh pemerintah Hindia Belanda juga ada di kota Magelang, yang di Magelang hingga kini masih berfungsi dengan baik. Dinilai secara estetika, baik di Pasuruan maupun di Magelang, pembangunan menara air ini dinilai tidak pada tempatnya. Pendapat ini disampaikan oleh DR. F.D.K Bosch, ex kepala Dinas Arkeologi di Batavia, yang mengatakan alun-alun sebagai suatu bidang yang indah, dihiasi dengan “Menara Air Beton Raksasa (seperti Monster) yang Mengerikan”.

Sumber : Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indië, edisi 18 Oktober 1924, De Indische Courant, edisi 21 Juli 1936, Geologische onderzoekingen ten behoeve van ‘s lands waterstaat-, gewestelijke- en gemeentewerken in Nederlandsch-Indië, DEEL 3, 1920-1921.

Catatan :

Sejak tahun 2022 kawasan sekitar Water Toren ini direnovasi dan digunakan untuk Tourisme Information Centre (TIC). Pembanguna TIC sebagai pusat informasi wisata ini diresmikan pada Januari 2023. Dibangun dengan anggaran APBD Kota Pasuruan sekira Rp 6 miliar, gedung TIC juga dilengkapi dengan amphiteater yang nantinya bisa berfungsi menjadi fasilitas pergelaran pertunjukan.

Kawasan Water Toren yang sedang dalam proses renovasi untuk TIC (Tourisme Information Centre).

Postingan Terkait :

Kota Pasuruan Tempo Dulu Dalam Memori Morbeck

Sejarah Pabrik De Bromo, Diperluas Dari Benteng Kuno Pasuruan