Salah seorang dari keturunan trah Niti Adi Ningrat, “R. A. A. Niti Adi Ningrat VI”, pernah menjabat sebagai bupati di Surabaya, yaitu sejak 6 September 1912. Pada tahun 1914, beliau sempat menulis buku : “SEDJARAH PORO LELOEHOER DIE PASOEROEWAN”. Sebuah buku tentang sejarah Pasuruan dan keluarga Niti Adi Ningrat cukup detil.
Copy Buku
Copy buku ini pernah dipegang dan disaksikan oleh mantan camat Bugul Kidul, Drs. B. Sulistyo Wardono (pak Sulis). Penulis pernah menanyakan keberadaan buku ini pada pak Sulis, yang kini sesepuh di Pasuruan. Di waktu ada kesempatan berkunjung ke rumah beliau, awal tahun 2022. Beliau mengkonfirmasi dan sempat memiliki 10 copy, dan membagi-bagikannya ke kolega yang berminat. Tapi sayangnya, copy terakhir miliknya juga ada yang meminjam, dan lupa pula siapa peminjamnya. Namun akhirnya kami temukan juga copy buku itu, diawal tahun 2023, masih disimpan oleh ahli waris bapak Untung Sucahyo.
R. A. A. Niti Adi Ningrat VI, di tahun 1926, dilaporkan memiliki niat serius untuk pensiun dari negara pada bulan Juni 1927. Saat itu ia akan menjabat tepat 40 tahun, di mana 15 tahun sebagai bupati. Ia menolak reformasi dan inovasi, konsekuensi dari reorganisasi administrasi, yang akan dilakukan di Jawa Timur pada tahun 1928. Menurut keyakinannya, momen pengenalan reorganisasi itu terlalu dini, setidaknya untuk kabupatennya. Selain sangat terikat pada sistem pemerintahan lama, yang terbukti benar dan kebiasaan serta praktik yang begitu erat terkait dengannya. Dia lebih suka mengundurkan diri daripada peduli dan khawatir. Terhadap efek gangguan yang dia yakini, akan dihasilkan dari efek reformasi.
Rupanya niat beliau ini ditolak oleh pemerintah, dan tetap dipertahankan menjabat sebagai bupati di Surabaya. Bulan Desember 1927, menerima bintang jasa emas dari residen Hardeman. Tahun 1932, selain bupati di Surabaya, masih diberi kepercayaan, menjabat sekaligus sebagai “bupati di Sidoarjo”. Pengangkatan yang kedua setelah yang pertama di tahun 1925.
Di tahun 1934, pemerintah mengabulkan permohonannya untuk pensiun. Yaitu per 31 Mei 1934, saat beliau berusia hampir 64 tahun. Dengan hormat dan ucapan terima kasih atas pengabdiannya selama ini. Cukup lama beliau menjabat sebagai bupati Surabaya, hampir 22 tahun.
Penggantinya adalah “R. A. A. Soeriowinoto”, mantan bupati Grissee (Gresik). Dalam keadaan krisis ekonomi, kabupaten Gresik dihapus dan digabungkan dengan kabupaten Surabaya. Kecuali distrik Karangbinangun, yang digabungkan dengan kabupaten Lamongan, berlaku sejak 1 Januari 1935. Sama halnya dengan penghapusan kabupaten Bangil, yang dihapus dan digabungkan dengan kabupatan Pasuruan. Kabupaten Kraksaan, yang dihapus dan digabungkan dengan kabupaten Probolingo, dll.
Wilayah kabupaten Surabaya yang baru selanjutnya, adalah dengan perluasan dengan kabupaten Gresik. Wilayah asli kabupaten Surabaya adalah distrik : Soerabaja, Djabakoeta, Goenoengkendeng dan Bawean. Ditambah wilayah baru, distrik : Grissee, Tjermee dan Sidajoe.
Mantan bupati Gresik setuju dengan syarat, asalkan ibukota kabupaten Surabaya yang baru, “dipindah ke Gresik”. Hal ini juga di setujui dalam sidang volksraad, yang didukung mayoritas anggota.
Pemerintah menyetujui ibukota kabupaten Surabaya dipindah ke Gresik, dengan masa uji coba 2 tahun. Pelantikan Bupati Surabaya yang baru, akhirnya dilaksanakan di pendopo Gresik, pada 12 Juni 1935. Pendopo kabupaten Surabaya tercatat beberapa kali pindah, yang terakhir dibangun baru di Gentengkali. Pembangunannya pada awal tahun 1938 dan selesai di tahun 1940.
R. A. A. Niti Adi Ningrat VI, panjang umur beliau dan menikmati masa pensiun hingga 25 tahun. Beliau wafat pada 12 Januari 1959, dalam usia 89 tahun. Makamnya di belakang masjid jamik kota Pasuruan. Beliau menyaksikan sejarah rakyat Indonesia pada masa kolonial, pendudukan Jepang, serta masa-masa kemerdekaan. Mudah2an ada buku atau tulisan lain dari beliau, sebagai sumber literasi sejarah.
Dirangkum dari berbagai artikel koran lama di delper.nl
Postingan terkait :
Karir Cemerlang R. A. A. Niti Adi Ningrat (VI), Mantan Bupati Surabaya