Bukti perisitiwa terbunuhnya Babah Tumenggung Han Kik Ko, beserta beberapa perwira Inggris, dapat dijumpai di kampung benteng Mayangan, di kota Probolinggo. Berbentuk prasasti batu persegi empat, dengan tulisan dalam bahasa Inggris. Prasasti ini merupakan pindahan dari makam Inggris, yang sebelumnya berada di timur alun-alun kota Probolinggo. Belum diketahui pasti kapan prasasti makam ini dipindah dan oleh siapa.

Beberapa tulisan di prasasti ini tidak bisa dibaca dengan jelas, karena rusak atau dimakan usia. Berdasarkan buku “Genealogische en heraldische gedenkwaardigheden betreffende Europeanen op Java, 1934-1939”, tulisan yang diyakini kebenarannya tertulis sebagai berikut :

” Sacred / to the memory of / Lieutt. coll. James Fraser and capt. James Mc. Pherson / of his Majesty ’s 78th Higland Regiment / who were barbarously murdered by a band of insurgents / near Probolingo on the night of the 18th / of May 1813 This monument in erected over their remains by their brother / officers as a mark of the high esteem in which / they held their worth / and virtues.”

Yang artinya kurang lebih : “Dipersembahkan untuk mengenang Letnan Kolonel James Fraser dan Kapten  James Mc. Pherson dari resimen dataran tinggi ke-78 Yang Mulia yang dibunuh dengan kejam oleh sekelompok pemberontak dekat Probolingo pada malam 18 Mei 1813 Monumen ini didirikan di atas jasad mereka oleh para perwira saudara mereka sebagai tanda penghargaan yang  tinggi di mana mereka memegang nilai dan kebajikannya.

Jadi merupakan prasasti dari makam 2 (dua) orang perwira Inggris, Letnan Kolonel James Fraser dan Kapten James Mc.Pherson, dari resimen dataran tinggi ke-78 Yang Mulia. Resimen ke-78 (tujuh puluh delapan) seringkali dibaca salah dengan dibaca resimen ke-18 (delapan belas), disebabkan topi atau “capil” dari angka “7” tidak terbaca dengan jelas. Juga dari buku sumber yang sama, komplek makam di timur alun-alun kota Probolinggo, selengkapnya terdiri dibawah ini :

Daftar makam yang ada di timur alun-alun kota Probolinggo, sebelum dibongkar dan dipindah ke kampung Benteng.
Makam David Hopkins di timur alun-alun kota Probolinggo, sebelum dibongkar.
Makam perwira Inggris di timur alun-alun kota Probolinggo sebelum dibongkar.

Selain makam 2 orang perwira Inggris, terdapat 5 makam orang lainnya. Yang paling besar dan tampak paling menonjol, adalah makam David Hopkins, wafat pada 29 Desember 1813. David Hopkins disebut sebagai
“Commissioner” atau perwakilan pemerintah sebagai penguasa tertinggi di Probolinggo dan distrik-distrik disekitarnya. Meninggal 7 bulan setelah peristiwa pemberontakan.

Berita kematian David Hopkins pada 29 Desember 1813, Sumber : Java government gazette, 8 Januari 1814.

Tragedi ini terjadi setelah Han Kik Ko, atau kadang disebut Han Tik Ko, membeli tanah di kabupaten Probolinggo. Pada pemerintahan Gubernur General Herman Willem Daendels (1808-1811), seharga 1 juta Rijksdaalders, dicicil dalam waktu 10 tahun, pembayaran dilakukan tiap 6 (enam) bulan sebesar 50.000 Rijksdaalders.

Tragedi Keproek Tjino

Setelah pembelian kabupaten Probolinggo, Daendels kemudian mengangkat Kapitein Han Kik Ko, menjadi “Majoor der Chinezen” (Mayor China), serta sebagai bupati Probolinggo dengan gelar bangsawan Jawa “Tumenggung”. Masyarakat Probolinggo menyebut bupati ini “Babah Tumenggung”. Babah adalah istilah untuk orang China yang mempunyai reputasi baik di Hindia Belanda. Bupati yang baru memiliki otoritas langsung atas 150.000 jiwa berbeda dengan saudaranya, Mayor Han Chan Piet, yang memerintah distrik Besuki dan Panarukan melalui anggota sekutu birokrasi tradisional Jawa, termasuk anggota muslim dari keluarga Han di Lasem.

Aturan utama Han Kik Ko memunculkan perkembangan yang baik di kabupaten. Metode baru irigasi dilaksanakan, budidaya padi meningkat, dan tanaman baru diperkenalkan. Mayor Bupati juga mendorong imigrasi orang Madura ke wilayahnya untuk meningkatkan populasinya.

Namun ia dituduh melakukan despotisme (lalim atau semena-mena) dalam pemerintahannya di Probolinggo. Lima puluh persen dari semua tanaman yang ditanam di distrik itu diambil sebagai upeti. Sisanya dibeli secara paksa oleh Bupati-Mayor dengan harga murah. Ada pajak tambahan untuk banyak hal lain, mulai dari orang yang masih hidup hingga ke pemakaman, termasuk juga ternak kerbau. Hal ini disebabkan karena dia membeli tanah di Probolinggo terlalu mahal, dari penghasilan normal yang dapat diperolehnya, tidak cukup untuk membayar cicilannya kepada pemerintah.

Sebelum pemberontakan terjadi, sebenarnya sudah diperingatkan oleh “landdrost Surabaya”, Goldbach :

“If there be a place where rebellion may be apprehended, it is at Probolinggo, where there are still a number of relations of the former Regent, who (through his removal) have been deprived of the best dessa’s and ricefields, and whose discontent with the Chinaman-landholder has been very evident.”

Jika ada tempat di mana pemberontakan dapat terjadi, itu adalah di Probolinggo, di mana masih ada sejumlah kerabat mantan bupati, yang telah kehilangan desa dan sawah terbaik, dan ketidak puasan dengan pemilik tanah China sangat jelas.

Namun, peringatan itu tidak direspon dengan penempatan pasukan Inggris yang cukup di Probolinggo. Sehingga pada tanggal 18 Mei 1813, terjadilah pemberontakan – yang kemudian dikenal dan disebut “Keproek Tjino” (Encyclopaedie van Nederlandsch-Indië, 1917-1939), atau artinya “pukulan (dengan benda tumpul) ke kepala China”, sumber lain menyebut “Ketoebroek Tjina” (Lekkerkerker,1931). Pada saat itu Mayor Han Kik Ko sedang menjamu para pejabat Inggris yang sedang berkunjung, bupati dan beberapa tamunya kemudian dibunuh oleh para pemberontak.

Berikut ini adalah terjemahan dari koran kuno yang memuat kejadian tersebut. Dimuat di koran “Bombay Gazette”, Vol 24, No. 1205, terbitan 7 Juli 1813. Atau 67 hari setelah kejadian, yang dilaporkan atau diberitakan oleh pemerintahan Inggris yang berada di Hindia (Barat). Laporan itu sendiri berasal dari pemerintahan Inggris di Jawa (Hindia Timur), di Batavia, tertanggal 29 Mei 1813 dan 5 Juni 1813, tidak lama setelah kejadian.

Kliping koran kuno “Bombay Gazette”, Vol 24, No. 1205, 7 Juli 1813.

DARI LEMBARAN BERITA PEMERINTAH JAWA.

BATAVIA, 29 MEI 1813.

Dengan menyesal kami harus menyebutkan berita yang sangat tidak menyenangkan dari wilayah Timur dimana terjadi keributan di distrik Probolingo.— Berbagai laporan telah beredar mengenai hal ini, dan kami yakin pernyataan berikut ini adalah pernyataan yang paling benar mengenai keadaan tersebut, sejauh yang diketahui sampai sekarang.

Pada tanggal 18 (Mei 1813), Kolonel dan Ny. Fraser, dengan empat Perwira Resimen ke-78 Yang Mulia. Melakukan perjalanan ke Probolinggo dan menghabiskan hari bersama pemilik tanah di provinsi tersebut,—pada malam harinya diterima informasi bahwa ada beberapa perampok pada sebuah desa tetangga, dimana Kolonel Fraser bersama perwira lain dan pemilik tanah Probolingo, berangkat ke tempat itu bersama beberapa pengikutnya (pengawal).—Mereka tiba di desa sekitar pukul 10, dan menemukan di sana sejumlah orang berkumpul. Kolonel Fraser menembakkan pistolnya beberapa kali, tetapi para pengikutnya melarikan diri, dan pemberontak (disebut dengan “Banditti”) mengejar dan menangkap Kolonel Fraser dan Kapten McPherson dari Resimen ke-78 dan pemilik tanah Probolingo. Jumlah mereka kemudian semakin bertambah dan melanjutkan perjalanan ke kota Probolingo, yang mereka jarah (kuasai); Namun sebelum kedatangan mereka, petugas lainnya telah berhasil menggunakan sebuah perahu, dan melarikan diri bersama Ny. Fraser ke Passaroang (Pasuruan).

Sebuah Detasemen Pasukan dikerahkan dengan ekspedisi maksimal dari Sourabaya, di bawah komando Mayor Forbes, bersama dengan sejumlah besar orang bersenjata yang dikumpulkan oleh Residen Passaroang. Catatan selanjutnya menyebutkan bahwa Detasemen ini datang menjumpai pemberontak pada pagi hari tanggal 20, dan berhasil mengusir mereka sepenuhnya, Pimpinan (pemberontak) ditangkap dan dipenggal di Passerban Probolingo, dan sekitar 150 pemberontak terbunuh tanpa ada yang hilang di antara Pasukan .

Namun kami dengan tulus menyesal menambahkan bahwa nasib menyedihkan para perwira yang jatuh ke tangan mereka sudah dikonfirmasi, dan dipastikan bahwa Kolonel Fraser dan Kapten McPherson terbunuh.— Dapat disimpulkan bahwa pemilik tanah (Han Kik Ko) Probolingo juga mengalami nasib yang sama . .

BATAVIA, 5 Juni 1813 ,

PERINTAH UMUM,

Oleh Yang Terhormat, Letnan Gubernur di Dewan dengan senang hati menyatakan persetujuan dan pengakuannya atas tindakan Detasemen yang penuh semangat dan gagah berani di bawah komando Mayor Forbes, Resimen ke-78 Yang Mulia, dalam penyerangan dan pembubaran pemberontak yang baru-baru ini berkumpul di Provinsi Probolingo .

Kemajuan pesat Detasemen dan kegagahan mereka di tempat aksi tidak cukup hanya dipuji; dan Letnan Gubernur di Dewan, pada waktu yang sama menyampaikan ucapan terima kasih khusus kepada Mayor Forbes atas tenaga, keputusan, dan penilaian yang secara pribadi ditunjukkan olehnya pada kesempatan ini, mengarahkan agar ucapan terima kasih Pemerintah ini disampaikan kepada beberapa Perwira dan Prajurit Detasemen atas keberanian dan perilaku luar biasa yang telah mereka tunjukkan.

Dengan rasa penyesalan yang mendalam Letnan Gubernur di Dewan telah menerima informasi intelijen tentang nasib Letnan Kolonel Fraser dan Kapten McPherson dari Resimen ke-78 Yang Mulia.— Kematian para Perwira ini, yang sebelumnya telah lama dikenal memiliki karir yang panjang pada pelayanan yang aktif di India, harus dianggap sebagai kerugian publik, dan hal ini diperparah oleh keadaan yang menyedihkan yang mendasari peristiwa tersebut.

Atas perintah Yang Terhormat Letnan Gubernur di Dewan.

C. ASSEY,

Sekretaris Pemerintah.

Sejak publikasi kami yang terakhir, telah diterima laporan bahwa pemberontak di Probolingo telah sepenuhnya ditindas dan dibubarkan, dan kami diizinkan untuk memasukkan laporan otentik berikut ini mengenai keadaan di mana nasib menyedihkan para Perwira yang jatuh ke tangan mereka telah dikonfirmasi dengan jelas.

Ekstrak surat dari Kapten Cameron, kepada Mayor Forbes, dari Resimen ke-78 Yang Mulia,

“Menjelang siang hari tanggal 18, Kolonel dan Ny. Fraser, Kapten McPherson, Letnan Robertson, Ensign Cameron, dan saya sendiri, datang berkunjung ke Major China.—di malam hari, saat sedang berkendara, beberapa Mantri datang dan melaporkan bahwa sekitar 300 orang telah turun dari pegunungan, dan telah menguasai sebuah desa sekitar 2 atau 3 paal dari rumah—bahwa mereka tidak mengganggu penduduk setempat dan bahwa mereka telah menyatakan bahwa mereka datang untuk mengambil alih negara tersebut atas perintah Muhammad.—Menganggap mereka tidak lebih dari sejumlah penganut agama yang fanatik, kami bertekad untuk memeriksa mereka secara pribadi dan memastikan niat mereka. Dengan pandangan ini Major China yang menemani kami mengumpulkan orang-orangnya yang berjumlah sekitar 200 orang bersenjata tombak. Kami melanjutkan perjalanan sekitar enam paal ketika kami menjumpai mereka, posisinya di perkebunan kopi.

—Saat kami memerintahkan beberapa orang untuk maju dan mengadakan pertemuan dengan mereka, dan berusaha memastikan keinginan mereka, dan jika mungkin untuk membubarkan mereka, mereka tiba-tiba menyerang kami dengan sangat ganas, didahului dengan teriakan yang sangat mengerikan. Orang-orang Major China mundur berhamburan ke segala arah. —Kapten McPherson dan saya sendiri, yang kebetulan berada di depan (dia memegang pistol dan saya membawa sepucuk senapan di tangan saya) mendapati diri kami ditinggalkan, mundur ke arah Kolonel Fraser, dan perwiran lainnya yang menemani Major China, dan beberapa kerabatnya.

—Kami berusaha untuk bertahan dan melepaskan beberapa tembakan yang kami punya, tapi kami segera terpaksa mundur, karena tekanan keras dan diikuti dari dekat oleh pemberontak.—Pada saat ini Kolonel Fraser dan Kapten McPherson yang sangat kelelahan, terjatuh, dan dengan kesedihan terdalam saya harus menceritakan bahwa mereka telah jatuh ke tangan pemberontak, tanpa sedikitpun harapan bahwa kita akan mampu memberi bantuan kepada mereka sedikitpun karena saat ini dikelilingi oleh kerumunan orang di antara mereka.

—Letnan Robertson, Ensign Cameron, dan saya sendiri, berhasil melarikan diri dengan susah payah dan dalam bahaya, diikuti dari dekat sampai ke rumah, di mana kami tiba dalam keadaan lelah sekitar pukul sepuluh. Kami segera menempatkan rumah itu dalam posisi pertahanan terbaik yang bisa kami laukan.— Kami mempunyai rumah-rumah yang luas untuk dipertahankan, dan hanya beberapa orang China dan budak yang membantu kami.- Dalam situasi ini kami berdiam sepanjang malam, dalam harapan sesaat lagi akan terjadinya serangan, yang untungnya bagi kami mereka tidak mencobanya, seperti yang saya yakini, karena ketidakpuasan dan kepengecutan masyarakat di negara tersebut, mereka seharusnya akan berhasil dengan mudah, seperti upaya kami bersama dengan beberapa orang China yang kami miliki, jauh dari cukup untuk mempertahankan wilayah yang begitu luas.

—Pada malam hari beberapa budak dikirim untuk mengumpulkan orang-orang Major China, dan jika mungkin untuk mengumpulkan orang-orang tersebut untuk menemani kami.- Menjelang pagi kami dapat mengumpulkan sekitar 150 orang, sebagian saya kirimkan untuk mendapatkan informasi intelijen. Tak satu pun dari mereka yang kembali, dan saya punya alasan kuat untuk menduga mereka telah bergabung dengan para pemberontak; dan satu-satunya metode yang saya miliki untuk menjaga sisanya tetap bersama adalah dengan mengurung mereka di dalam alun-alun dan menempatkan budak yang terpercaya di semua gerbang dan pintu keluar.

Akibat perbedaan permintaan yang diteruskan ke Passeroang dan Sourabaya, 70 orang Djyang Sekar tiba dari Passeroang pada pukul setengah lima pagi tanggal 19.—Setelah bergabung dengan pasukan ini, aku sekali lagi mengirimkan rombongan untuk mengumpulkan penduduk, karena tekadku untuk menyerang pemberontak, dan jika mungkin untuk menyelamatkan saudara perwiraku dan Major China, jika masih hidup; tapi aku segera terpaksa melepaskan prospek yang begitu menyenangkan dari keengganan yang mereka tunjukkan untuk bergerak, dan berbagai upaya yang mereka lakukan untuk membubarkan diri, yang meyakinkanku bahwa aku tidak punya apa-apa untuk diandalkan selain Djyang Sekar, yang hanya bersenjatakan tombak.

—Pemberontak saat ini telah maju dalam jarak satu mil dari tempat itu, dan kekuatan mereka telah meningkat pesat. Segera setelah itu, pimpinan pemberontak mengirim seseorang untuk memberi tahu kami bahwa dia telah membunuh orang Inggris, dan menantang kami untuk keluar dan melawannya.—Saat saya menerima konfirmasi atas peristiwa yang menyedihkan ini, saya melepaskan semua gagasan untuk menyerang mereka, karena saya tidak melihat prospek kesuksesan terkecil dengan sedikit Djyang Sekar yang saya miliki, yang persenjataannya sangat buruk – namun saya mengambil segala tindakan untuk melakukan perlawanan yang gigih.—Sekitar pukul 10 saya menemukan orang-orang China sedang memindahkan segala sesuatu dari rumah, dan mempersiapkan keberangkatan mereka sendiri, dalam hal ini saya seharusnya telah kehilangan bantuan mereka, yang dalam situasi berbahaya ini sangatlah penting, dan hanya tersisa Djyang Sekar saja.

” Saya kemudian menganggap perlu untuk melihat Ny. Forbes ditempatkan dengan aman, dan melanjutkan bersamanya ke perahu yang akan membawa keluarga orang China itu ke Passeroang – Setelah melakukan ini saya kembali., sekitar jam 12, membawa Kapten China (dari Johanna) dan salah satu putra China Major bersama saya.- Saat kami masuk ke dalam rumah, kami menemukan bahwa semua orang Melayu dan China telah meninggalkannya, Djyang Sekar mundur, dan pemberontak menguasai bagian depan gedung.

—Kini kami tidak punya pilihan selain melarikan diri, yang kami lakukan dengan susah payah. Saya memesan Djyang Sekar melanjutkan perjalanan melalui jalan yang mengarah dari belakang rumah, dan menjadi cemas untuk memberikan segala perlindungan dan bantuan semampuku kepada Ny. Fraser, aku berjalan ke perahu, yang belum kucapai ketika pemberontak muncul di pantai dalam jumlah besar, bersiap mengikuti kami dengan sampan—Perahu segera memuat dan mengarah ke Passeroang dan kami tiba di sana pada pukul 11 malam, ketika saya mengambil kesempatan paling awal untuk menempatkan diri di bawah komando Anda.

“ Izinkan saya memanfaatkan kesempatan ini untuk menyampaikan terima kasih yang terbaik kepada Letnan Robertson, dan Ensign Cameron atas keteguhan hati mereka dan bantuan mereka selama situasi singkat namun berbahaya di mana kami ditempatkan.- Saya juga mohon izin untuk mengomentari perilaku baik orang -orang China dan khususnya untuk meminta perhatian anda terhadap perilaku Mantri Kartoodjoyo, yang sejak awal menemani kami dan berperilaku paling gagah.—Dia terluka parah di bagian dada saat memberikan segala bantuan kepada Kapten McPherson dan yang menemani saya sejak saat itu.’

Berikut daftar korban terbunuh dan terluka pada peristiwa naas tersebut,

TERBUNUH.

  • Letnan Kolonel Fraser, Resimen ke-78 Yang Mulia.
  • Cap. McPherson, Resimen ke-78 Yang Mulia.
  • Han Kikko, Major China
  • Ong tiong tiong, sanak saudara diatas.
  • Felix Dupre, pembantu Kapten Cameron.

TERLUKA.

  • Onting Soey, putra dari Major China.
  • Mantri Kartodjoyoo
  • Satu orang budak.

Berikut ini adalah ringkasan yang benar dari usaha yang berani dan sukses melawan pemberontak.

Segera setelah informasi intelijen diterima dari Probolingo, Mayor Forbes dengan Detasemen Resimen ke-78 Yang Mulia, terdiri dari 100 prajurit, dengan proporsi perwira, dan disusun untuk pengiriman lebih besar, melanjutkan perjalanan pada sore hari tanggal 19. Ditemani rombongan Djayang Sekar, di bawah komando Letnan Dwyer.

Di tengah jalan tibalah informasi, bahwa para pemberontak telah menemukan 5 Fields Piece (meriam lapangan), dan sejumlah amunisi di rumah Major China, di Probolingo, dan jumlahnya diperkirakan jauh lebih banyak, bahwa Residen di Passeroang telah mengirimkan pasukan bersenjata dalam jumlah besar, di bawah komando Kolonel Arenschild, seorang pensiunan perwira yang tinggal di sana, dan bendera kuning telah dikibarkan oleh pemberontaki. Mayor Forbes melanjutkan perjalanannya tanpa penundaan; dan datang bersama Kolonel Arenschild pada fajar tanggal 20 di Tongas.

Setelah berhenti beberapa saat untuk mengatur mode serangan; seluruh rombongan bergerak maju menuju Probolingo; dan setelah dua paal berbaris, sekelompok pemberontak ditemukan dan mereka mundur. Banyak mayat penduduk pribumi ditemukan menghalangi pergerakan detasemen, Mayor Forbes memutuskan untuk maju bersama Detasemen Resimen ke-78 Yang Mulia. Djayang Sekar dan satu meriam. Pada jarak dua paal; tiga meriam lapangan ditemukan diletakkan di jalan, dan ditutupi oleh banyak tubuh pemberontak, Terutama bersenjatakan tombak; mereka langsung diserang, dan ketika Detasemen telah mencapai jarak 20 yard dari mereka, dilanjutkan tembakan keras selama bergerak maju, mereka buru-buru melarikan diri, meninggalkan meriam, dan sejumlah orang tewas dan terluka.

Setelah pertempuran sepanjang satu paal, dua meriam lagi terlihat di jalan yang tertutup seperti sebelumnya, hanya saja dengan kekuatan yang lebih besar, dengan dua bendera kuning besar, yang memberikan alasan untuk mengira Pimpinan pemberontak yang memerintahkan. Mereka berteriak dan maju menemui Detasemen, untuk memberi semangat, Mayor Forbes mengambil posisi di setiap sisi jalan, mengarahkan pasukan. Djayang Sekar menjaga jarak di belakang. Pemberontak maju sambil berteriak, dan Detasemen, yang menahan tembakan hingga jarak beberapa yard, melancarkannya ke arah mereka dengan cara yang paling efektif dan destruktif; setelah beberapa saat mereka berlari, dan berpencar ke segala arah. Sang Pimpina, ketika akhirnya ditinggalkan oleh orang-orangnya, bergegas maju, dan ditangkap, terluka parah; Pimpinan kedua kemudian dibawa masuk, menderita hukuman yang sangat pantas diterimanya, dan saudara laki-laki dari pimpinan pemberontak tersebut kemudian juga terbunuh. Oleh karena itu, penghancuran pemberontak dapat dianggap selesai, dan laporan selanjutnya menyebutkan, bahwa Mayor Forbes telah kembali dengan Detasemennya ke Sourabaya .

Sangat memuaskan untuk menambahkan bahwa tidak satupun dari Detasemen yang gagah berani itu terbunuh, dan hanya dua yang terluka – dan distrik tersebut telah dikembalikan ke ketenangan yang sempurna.

Postingan Terkait :

Koran Kuno Tragedi Han Kik Ko dan Perwira Inggris

Han Kik Ko dan Uang Kertas Probolinggo