Pernak Pernik Kisah di Pabrik Gula Tempo Doeloe (I)
Seperti diketahui, setiap pabrik gula juga memiliki tempat pembakaran kapur. Susu kapur ini digunakan untuk proses memurnikan sari tebu. Di salah satu pabrik gula pasir paling modern di Jawa, memiliki oven besi tempat pembakaran kapur setinggi 15 m. Saat oven ini digunakan seperti biasanya, memiliki 90 M3 “neraka” di dalamnya. Dua pria berdiri secara permanen di atas oven. Tugas mereka adalah mengosongkan gerobak berisi batu kapur dan arang, yang diangkat dengan lift ke dalam mulut oven yang rakus. Untuk tujuan ini, kubah penutup dari besi yang berat dinaikkan menggunakan kabel baja dengan kerekan.
Segalanya berjalan baik selama bertahun-tahun. Tidak ada yang pernah mengira. bahwa lubang merah yang tercipta saat penutup dinaikkan, bisa sangat berbahaya. Namun pada suatu malam, salah seorang pria bernama Karto, tersandung rel gerobak dan tiba-tiba tergelincir masuk ke dalam oven. Dia berdiri di atas bara yang terbakar di dalam dan berteriak putus asa. Temannya dengan cepat melemparkan sebatang bambu yang berhasil diraih ke arahnya. Namun saat itu rupanya dia sudah menghirup gas panas dan paru-parunya terbakar. Dia pingsan di atas api nampak seolah-olah pasrah.
Jadi Karto memang meninggal dengan cara mengenaskan. Namun, mengapa dia kemudian menjadi “hantu” adalah sebuah misteri bagi saya. Di pabrik modern dengan lantai keramik, mesin mengkilap, ketel uap, dan manometer. Sama sekali bukan “kawasan hantu” yang legendaris seperti misalnya : kastil tua, rumah kuno atau kuburan. Apa yang bisa kami lakukan? Tentu saja tidak mungkin untuk segera mematikan oven. Memasang selang pemadam kebakaran di atasnya? Maka ovennya akan pecah!
Pemakaman
Ketika istri Karto, paman, bibi, saudara laki-laki, saudara perempuannya, singkatnya seluruh warga desa yang hadir di pabrik. Akhirnya mengetahui bahwa dia bahkan tidak dapat dikuburkan, rasa sedih dan duka tidak dapat disembunyikan. Mereka berunding selama 45 menit, sebelum sampai pada kesimpulan bahwa harus ada “sesuatu” yang dikubur. Karena tokoh utama tidak ada, maka penutup kepala dan sarungnya terpaksa dititipkan ke pangkuan bumi. Dan tentu saja harus ada slametan dan seorang pemuka agama!
Bos langsung menyetujuinya dan bahkan memberikan 250 Gulden, bukan 100 Gulden yang disyaratkan. Dan pekerjaan dapat dilanjutkan lagi. Dua pria lainnya datang untuk berdiri di atas oven. Insinyur pertama membuat kisi-kisi besi di atas lubang pengisian, untuk mencegah terulangnya kecelakaan. Saat batu kapur disekop, ditemukan ikat pinggang tembaga yang bengkok dan setengah meleleh, yang dengan khidmat dipersembahkan kepada janda almarhum Karto.
Keesokan harinya prosesi pemakaman melewati halaman pabrik. Pemuka agama berjalan di depan, di belakangnya muncul janda Karto dengan membawa baki tembaga. Yang di atasnya terpampang rapi kain penutup kepala, sarung, dan gesper tembaga dari sabuk korban. Kemudian disusul sedikitnya seratus peziarah, anggota keluarga, sahabat, kenalan, dalam pajangan pakaian baru yang berwarna-warni. Prosesi pemakaman kemudian ditutup oleh atasan, insinyur pertama dan beberapa karyawan. Kehadiran pihak-pihak tersebut sangat dihargai. Hal ini membuat pemakaman menjadi “bermartabat” karena “tuan-tuan” sendiri juga hadir disana !”
Suasananya menjadi agak aneh. Pengikut Muhammad biasanya dimakamkan di kuburan mereka menghadap ke Barat, menuju arah Mekah. Namun karena tidak ada jenazah yang nyata pada saat itu. Maka bagian depan penutup kepala itu, diarahkan menghadap ke Mekah di dalam kubur. Ketika kuburan ditutup, upacara keagamaan yang terdengar ramai berlangsung. Dupa dibakar, melati dan bunga-bunga lainnya ditebar, dan akhirnya semua orang bergegas kembali ke desa, mengadakan slametan.
Hantu Karto
Dua minggu setelah itu, Karto mengganggu kami untuk pertama kalinya! Mandor itu datang ke arahku, nampak sangat terkejut. “Tuan,” katanya, “aku melihat sosok dekat oven tadi malam. Itu adalah Karto. Sesuatu pasti akan terjadi lagi.” Itu membuat saya merinding. “Apakah kamu memberi tahu yang lain ?” Saya bertanya. “Belum tuan, mereka saat ini belum tahu apa-apa. Tapi cepat atau lambat mereka akan melihat Karto juga.” “Kerja bagus“, kataku, “Dengar, malam ini tuan ahli kimia akan datang bersamamu dan memeriksanya. Itu harus dilakukan antara jam 1 dan 3 pagi. Setelah itu, kita lihat saja nanti.“
Tentu saja tidak ada hantu yang terlihat. Untungnya, karena saat itu hari Jumat, dan shift malam baru akan mulai bekerja keesokan harinya. Kita tentu tidak menginginkan adanya keresahan buruh, di perusahaan padat karya!
Saya hampir melupakan semuanya, ketika manajer shift malam yang baru berbicara kepada saya. “Tuan,” kata laki-laki ini, benar-benar kesal, “Tadi malam ada laki-laki yang keluar dari oven ketika tumpukan sedang dibangun. Orang-orang melihat bahwa itu adalah Karto dan melarikan diri.” Sekali lagi ahli kimia pabrik mengambil tindakan. Pria itu seharusnya tidak mungkin hidup lagi. Mereka tidak berani masuk ke dalam oven tanpa didampingi oleh si ahli kimia. Dan beberapa hari kemudian ada laporan, bahwa Karto terlihat di dalam lift, oleh delapan orang sekaligus. Situasi menjadi tidak dapat dipertahankan. Tidak ada seorang pun yang berani mendekati oven.
Selamatan
Lalu aku mendapat ide bagus. “Teman-teman,” kataku kepada kedua mandor saat pergantian shift, “Kalian lihat semangat Karto untuk hidup tidak ada hentinya. Ini tentu karena kita tidak melakukan kurban di oven itu sendiri. Ini 40 Gulden. Buatlah bersama pemuka agama kalian bahwa slametan akan diadakan di tempat itu. Dan pastikan bahwa semua karyawan dari kedua shift bagian kapur hadir.“
Dua hari kemudian, bangunan tempat pembakaran kapur itu dibersihkan, dan dihias dengan untaian daun kelapa muda. Di setiap sudut berdiri potongan pohon pisang dan buah-buahan bergelantungan di sana. Sebuah tikar baru yang indah dibentangkan di lantai. Di atasnya terdapat piring-piring berisi nasi kuning, ayam panggang, buah-buahan, kue basah, dan kue kering. Semuanya dihias dengan daun pisang raja muda yang masih hijau. Imam membuka acara dengan pidato khidmat, dan pembacaan ayat-ayat Alquran yang digumamkan oleh para lelaki. Karto kemudian diperbolehkan menikmati aroma makanan tersebut dan disantap secara simbolis oleh yang hadir. Dengan pembagian sisa makanannya, ritual yang diperlukan telah terpenuhi dan semua orang bekerja kembali.
Teror Hantu
Sayangnya, acara selamatan itu tidak berhasil! Karto rupanya sudah berpindah bidang pekerjaan. Seminggu kemudian manajer stasiun karbonisasi, datang diam-diam ke kantor saya dan wajahnya berkerut ketakutan, sudah cukup memberi tahu saya. “Gila,” aku mengabaikan ceritanya, “Bagaimana pendapat Karto, jika menyelam ke dalam susu asam dan dirinya dipompa ke karbonasi melalui pompa pendorong dan pipa panjang? Ada setitik noda di matamu, kawan”. Saya pribadi membersihkan matanya dengan bola kapas dan air borat. “Hati-hati kalau kamu mengemukakan cerita tidak masuk akal lainnya,” aku memperingatkannya.
Namun, setiap saya tidak ada di sana, hantu itu terlihat di beberapa tempat. Di ketel uap, di tempat pengepresan, di platform penyaring, di saluran jus, dan entah di mana lagi! Dan ceritanya semakin kuat! Kadang-kadang Karto terlihat menertawakan laki-laki lain, berjongkok santai di sudut dengan rokok krètèk menjuntai di mulutnya. Atau pada saat-saat yang paling tidak terduga, dia muncul dari sudut sambil berteriak “boo“. Kadang-kadang tangannya menjulur keluar dari selokan dan dia berteriak “tulung-tulung“. Bahkan terlihat tengkorak di dalam kuali di atas air mendidih, yang tidak salah lagi pasti milik Karto. Kerusuhan di pabrik semakin meningkat dari hari ke hari, saat para staf bekerja lembur. Para pekerja hanya mau bekerja di mesin di bawah kepemimpinan orang kulit putih. “Dengan begitu Karto tidak berani,” desak mereka.
Pengusir Hantu
Karena kehabisan akal, aku menelepon Alie untuk meminta bantuan. Alie adalah pria yang menyenangkan dan berpikiran jernih. Yang bisa dengan mudah mengikuti program studi yang sulit di Belanda, jika dia punya kesempatan untuk melakukannya. Dengan sedikit membaca, menulis, dan sedikit berhitung, dia masih berhasil mencapai puncak. Pencapaian tertinggi yang bisa dia raih, yaitu kepala dari semua akses di pabrik. Hal ini juga tepat baginya, karena dalam 12 tahun bekerja di pabrik gula, ia telah memperoleh banyak pengetahuan tentang mesin, kecepatan dan kapasitasnya. Seringkali dengan mengorbankan dirinya sendiri, sebagai seorang masinis yang berkualifikasi. Perawakannya yang besar dan kuat, serta jagoan pukul dan pencak Jawa. Menjadi salah satu alasan mengapa ia dipatuhi dan ditakuti oleh para pekerja pabrik.
Alie bekerja dengan caranya yang unik. Dia berjalan santai ke bagian karbonasi, di mana dia “secara kebetulan” bertemu dengan mandor.
“Halo,” sapa Alie pada mandor, “tersenyumlah padaku.”
“Kenapa?” tanya mandor keheranan.
“Begitu saja, tanda persahabatan,” kata Alie. Dan karena dia juga mengangguk ramah kepada mandor itu sendiri, dia pun mulai tertawa dan mengangguk. Secepat kilat Alie meletakkan jari telunjuknya di gigi depan mandor, yang tentu saja tersentak ketakutan.
“Jika kamu melihat hantu lagi,” ancam Alie sambil menunjuk gigi itu dengan nada mengancam. “Aku akan mencabut gigi itu dari mulutmu, dan menyerahkannya kepada manajer produksi.”
Alie kemudian berjalan menuju mesin penyaring, dimana mandor sedang sibuk menyortir kain. Dari jarak yang sangat jauh, agar yang lain juga dapat mendengarnya, Alie berseru kepada pria itu:
“Mas (kakak laki-laki), pernah nggak sih telinga kirimu gatal?”
“Apa maksudmu? Apa maksudmu?”
“Baiklah,” kata Alie, “Kalau di sana ada yang gatal, kamu masih bisa menggaruknya sekarang, karena kalau kamu melihat tangan hantu lagi mencuat dari jus, aku akan memotong telinga itu dan memeriksanya di laboratorium.”
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Alie akhirnya berjalan menuju stasiun penguapan. Dia ngobrol pelan dengan mandor di sana, karena dia orang penting. Di tengah perbincangan, tiba-tiba Alie berkata: “Diamkan kepalamu sejenak! Aku melihat sehelai rambut putih di kumis indahmu itu.”
Sebelum mandor yang terkejut menyadarinya, Alie telah mencabut sehelai rambut dari kumisnya.
“Katakan, apakah kamu sudah gila?” teriaknya, “Mengapa kamu melakukan itu?”
“Biar kuberitahu,” Alie menjelaskan, “Kalau kau melihat tengkorak lain menari di atas jus, seluruh kumismu akan memutih. Lalu aku akan merobeknya dari bibirmu dan menaruhnya di laboratorium untuk diperiksa.”
Sejak itu pabrik tidak lagi berhantu.
Belakangan Alie berkata kepadaku: “Kamu juga tahu sama seperti aku, bahwa mereka ingin kita percaya bahwa tempat itu berhantu. Mereka ingin terus mengadakan slametan…!”
Teks : J. W. LE COMTE
Postingan Terkait :
Kisah “Anak Gula” Pabrik Gula Umbul Probolinggo