Di tahun 1935, ibukota Kabupaten Surabaya dipindah ke Gresik, dengan masa uji coba selama 2 tahun. Wilayahnya meliputi Kabupaten Surabaya lama, yang diperluas dan digabung dengan Kabupaten Gresik. Bupati Surabaya pertama penggabungan ini, “R. A. A. Soeriowinoto”, adalah mantan Bupati Gresik, dilantik di pendopo Gresik pada 12 Juni 1935. Namun belum genap 2 tahun menjabat, beliau wafat pada 5 April 1937.

Menggantikan almarhum ditunjuk “Raden Mas Moesono”, pada tanggal 27 November 1937, mantan Wedono Kebon Candi di Kabupaten Pasuruan, dengan gelar resmi “Tumenggung”. Maka berhak menyandang nama “Raden Mas Tumenggung Moesono”. Beliau adalah putra Bupati Tulungagung, selain menantu Bupati Surabaya almarhum sendiri.

Alasan pengangkatan ini oleh pemerintah adalah karena Raden Mas Moesono ini anak mantu tertua dari Bupati Surabaya almarhum. Dalam kalangan keluarga bangsawan di Indonesia, memantu lelaki mempunyai hak paling besar buat mengganti jabatan ayah mertuanya sesudah anak sulungnya.

Walaupun RMT Moesono sudah diangkat menjadi Bupati Surabaya, sewaktu-waktu ia bisa diangkat menggantikan ayahnya sebagai Bupati Tulungagung. Sehingga pemerintah mengatur pendidikan putra sulung R. A. A. Soeriowinoto sedemikian rupa, hingga dalam tempo 7-9 tahun dianggap cukup matang untuk menduduki jabatan sebagai Bupati Surabaya.

Bupati Surabaya R. M. T. Moesono. Foto tahun 1938. Sumber : Soerabaijasch handelsblad, 27-04-1938.
Bupati Surabaya R. M. T. Moesono dan istri. Foto tahun 1938. Sumber : Soerabaijasch handelsblad, 27-04-1938.

Bupati Surabaya yang baru, R. M. T. Moesono, dilantik tanggal 27 April 1938, di kediaman Gubernur di Surabaya. Ibukota Kabupaten Surabaya, tidak lagi di Gresik, tetapi dikembalikan lagi ke Surabaya. Sebagai lambang penyatuan dan mengingat sejarah Kabupaten Gresik yang panjang, pendopo kabupaten di Gresik kemudian dibongkar dan dipindah ke Surabaya.

Pelantikan Bupati Surabaya R. M. T. Moesono. Foto tahun 1938.

Mempelajari sejarah pendopo Kabupaten Surabaya ini, ternyata cukup menarik. Pada tahun 1743, Surabaya diberikan kepada VOC oleh Kerajaan Mataram. Di tahun 1752 di Surabaya terdapat dua orang bupati, keduanya putra bupati sebelumnya, mereka disebut “Kasepuhan” (yang lebih tua) dan “Kanoman” (yang lebih muda). Mereka masing-masing menetap di Pasar Besar (regentstraat), tempat kantor pos utama berada dan di Bibis, sebelah barat Kalimas.

Pada tahun 1819 situasi berubah. Saat itu dengan besluit Komisaris Jenderal, hanya satu bupati yang diangkat, juga merupakan keturunan dari bupati pertama Surabaya. Bupati kemudian menetap di Genteng. Jalan ini kemudian disebut Genteng Kali, dimana rumah dan pendopo telah dibangun di tempat yang sama. Pada tahun 1863, “Dalem Kabupaten” (kediaman bupati) di Genteng ditinggalkan, dan bupati menetap di kabupaten besar di Pasar Besar, tempat Kasepuhan juga tinggal. Belakangan kabupaten yang ternyata terlalu besar, tersingkirkan juga. Ditinggalkan lagi dan bupati pindah ke rumah pribadi di Tegalsari, kemudian tidak lama bupati pindah lagi, ke dalem kabupatennya sendiri di Kaliasin (dahulu disebut Lemahputro), di tempat di mana dealer mobil berada.

Pada tahun 1912, sebuah bangunan pribadi di Ngemplak, mulai digunakan sebagai kediaman bupati, dan pada tahun 1934, sebuah kediaman militer di “Pregolan Bunder”, mendapat kehormatan untuk ditunjuk. Selama 70 tahun, Surabaya tidak memiliki kediaman resmi bupati. Bupati yang sekarang menjabat, R. M. T. Moesono, juga bertempat tinggal di rumah pribadi di Simpang.

Dalem kabupaten akan dibangun baru di Genteng, di tempat yang sama di mana kabupaten lama berada, yang terakhir digunakan pada tahun 1863. Sebelumnya gedung tersebut digunakan sebagai kantor dinas “Opium dan Garam”. Saat dibongkar, usianya sudah 120 tahun. Namun kabupaten tua itu masih 10 tahun lebih muda, dari rumah Gubernur di Simpang, yang dibangun pada tahun 1809, atas perintah Gubernur Jenderal Daendels.

Rumah dan pendopo kabupaten Surabaya yang lama. Foto tahun 1865. Sumber : KITLV

Kelahiran Kabupaten Baru.

Pada bulan Januari 1938, dimulailah pekerjaan yang ekstensif dan melelahkan, yang sekarang praktis telah selesai. Pembangunan kabupaten dilakukan secara “in-house” oleh Bagian Bangunan Dinas Pengairan Provinsi. Ini terdiri dari bangunan utama, pendopo dan dua paviliun tamu. Pendopo itu sama dengan pendopo yang berdiri di depan kabupaten di Gresik, yang dibongkar dan dipindahkan ke Genteng, ketika diputuskan untuk membangun lagi rumah dinas bupati resmi di Surabaya. Bangunan utama terdiri dari galeri depan dan belakang yang luas dan 8 kamar besar. Dengan pendopo, paviliun tamu dan bangunan luar, itu telah menjadi rumah yang sangat indah.

Pendopo kabupaten Gresik, yang dibongkar dan dipindah ke Surabaya. Foto tahun ca. 1924. Sumber : KITLV

Ketika kabupaten baru harus dibangun, kantor dinas Opium dan Garam yang berada di gedung lama di lokasi, belum memiliki kantor baru, sehingga kelahiran kabupaten baru membutuhkan waktu yang cukup lama. Pertama pendopo dipindahkan, yang tidak menghalangi apapun di halaman depan. Kemudian bangunan luar dan tempat tinggal pelayan di halaman belakang direnovasi, dan kantor Opium dari paviliun kiri untuk sementara dipindahkan ke sini, sampai kantor baru di Bubutan siap. Sementara itu, mulai merobohkan paviliun kiri yang bobrok dan membangun wisma yang sama sekali baru di sana. Dengan begitu kantor dinas Opium dan Garam benar-benar menghilang, mereka juga bisa mulai di gedung utama. Ini sebagian dihancurkan dan dibangun kembali dan sebagian direnovasi. Wisma sebelah kanan, yang sekarang sedang dibangun, dulunya digunakan sebagian oleh Pramuka dan sebagian lagi pegawai Opium dan Garam.

Pendopo kabupaten Surabaya yang baru, pindahan dari pendopo di Gresik. Foto tahun 1940. Sumber : Soerabaijasch handelsblad, 01-03-1940.
Pendopo kabupaten Surabaya yang baru, pindahan dari pendopo di Gresik. Foto tahun 1940. Sumber : Soerabaijasch handelsblad, 01-03-1940.

Dalem kabupaten baru ditempati oleh Bupati Surabaya, pak Moesono bersama keluarganya, tanggal 1 Maret 1940. Dengan kantor kabupaten akan tetap berada di Aloon-aloonstraat. Rencana awal, untuk mendirikan kantor di halaman kediaman bupati dibatalkan, karena tidak ada cukup ruang untuk itu. (dikutip dari Soerabaijasch Handelsblad, 01-03-1940).

Catatan Tambahan :

  • Tahun 1940, R. M. T. Moesono mendapat gelar “Ario”, berhak menyandang nama “Raden Mas Tumenggung Ario Moesono”.
  • Tahun 1942, R. M. T. A. Moesono, Bupati Surabaya merangkap Residen Surabaya.
  • Tahun 1945, masih tercatat sebagai Bupati Surabaya, sedangkan Residen oleh orang Jepang, Masaomi Yasuoka.
  • Tahun 1945-1947, belum diketahui Bupati Surabaya yang menjabat, kemungkinan masih pak Moesono hingga agresi militer Belanda yang pertama. Dugaan lain adalah dirangkap oleh bupati Sidoardjo, R. A. A. Soejadi.
  • Bupati Surabaya, periode 1948-1949, R. T. Djoewito.
  • Rumah dan pendopo Kabupaten Surabaya di jalan Genteng Kali, dimana pendoponya adalah pindahan dari Gresik, sekarang berada di area yang lebih dikenal sebagai “UPT Taman Budaya Jawa Timur”.
Pendopo kabupaten Surabaya tahun 2022. Koleksi Emi Kurniati di Google.

Postingan Terkait :

Karir Cemerlang R. A. A. Niti Adi Ningrat (VI), Mantan Bupati Surabaya

R. A. A. Niti Adi Ningrat VI, Bupati Surabaya Asal Pasuruan

404 Not Found

Not Found

The requested URL was not found on this server.

Additionally, a 404 Not Found error was encountered while trying to use an ErrorDocument to handle the request.