Sebuah laporan keadaan di Kota Pasuruan dibuat oleh NEFIS, pada masa pendudukan Jepang tahun 1943. NEFIS (Netherlands East Indies Forces Intelligence Service) adalah badan khusus intelijen Belanda yang bermarkas di Brisbane, Australia. Laporan dibuat berdasarkan interogasi kepada seorang mantan Hei-Ho, seorang warga asli Pasuruan yang berhasil dibebaskan tentara AS di pulau Biak.

Data Informan :

Nama : Achmad bin Wiroadmodjo, Umur : 19 tahun, Jenis Kelamin : Laki-laki, Ras : Jawa, Kewarganegaraan : Warga negara Belanda, Tanggal & Tempat Lahir : 20 Februari 1925 di Pasuruan (Jawa Timur), Pendidikan : Sekolah Negeri (5 tahun) Sekolah Teknik (1 tahun), Agama : Muslim, Status : Pengungsi, dibebaskan oleh Pasukan AS di pulau Biak. Pekerjaan : tidak ada, Kondisi Kesehatan : Baik.

*) Perkiraaan intelegensia dan kehandalan : Informan memberikan kesan cerdas dan informasinya dianggap dapat diandalkan.

Kronologi :

  • 1941 – September 1943 : Informan masih bertempat tinggal di Pasuruan (Jawa Timur)
  • September 1943 – Januari 1944 : di Malang sebagai anggota Hei-Ho.
  • Januari – Februari 1944 : di laut antara Surabaya dan pulau Biak.
  • Februari – Mei 1944 : di pulau Biak sebagai Hei-Ho.

Data Tentang Pasukan Militer Jepang :

  • Menurut informan tidak ada pasukan Jepang di Pasuruan pada bulan September 1943, kecuali satu detasemen kecil Mihari (semacam penjaga dari unsur pribumi). Pos pengamatan di Pasuruan diawaki oleh anggota Mihari. Menurut informan, markas besar Mihari terletak di bekas barak ke-8 Barak Militer di Malang. Detasemen di Pasuruan terdiri dari sekitar 10 orang Indonesia di bawah seorang Perwira Jepang (Letnan/Kopral); detasemen tersebut dibebastugaskan setiap bulan. Gaji anggota Mihari Indonesia adalah f 15.- per bulan.
  • Material dan Peralatan Musuh : Kadang-kadang Senapan Mesin A/A yang dipasang di truk yang tiba di Pasuruan untuk latihan menembak ke sasaran yang ditarik oleh pesawat terbang. Magazin biasanya berjumlah sekitar 10 buah.
  • Informasi Angkatan Laut.
    Alat bantu navigasi/Mercusuar: Pada bulan September 1943, Mercusuar di Pasuruan hanya digunakan sebagai pos pengamatan, yang dijaga siang dan malam oleh 1 orang Jepang dan 3 orang Indonesia anggota Mihari. Pada bulan September 1943, Jepang sedang membangun dermaga baru sekitar 1 km di sebelah timur dermaga lama. Ribuan kuli terlibat dalam pekerjaan ini. Dasar dermaga terdiri dari batu yang dibawa oleh truk dari tiga sungai di sekitarnya. Sekitar 1 km dari pantai, di seberang rumah mercusuar, sebuah kapal ditambatkan dilengkapi dengan pos pengamatan. Kapal itu panjangnya sekitar 20 meter dan membawa gubuk kecil di dek, yang berfungsi sebagai tempat tinggal bagi 4 anggota Mihari. Dilarang masuk ke area pelabuhan dan semua kegiatan memancing juga dilarang, yang melanggar akan ditembak.
  • Informasi Dasar Angkatan Udara
    Informan mendengar bahwa Jepang bermaksud membangun lapangan terbang di Pasuruan, dekat jalan Mayangan, tetapi tidak dapat memberikan rincian lebih lanjut.
Area sekitar Gading yang diduga akan dibangun lapangan terbang di Kota Pasuruan.

Politik dan Sosial

Berbagai organisasi diibentuk, disponsori, atau didorong oleh Jepang :

  • Kaibodan: Menurut informan, semua laki-laki berusia antara 25 dan 45 tahun, di Pasuruan dan di desa-desa sekitarnya, dipaksa untuk bergabung dengan Kaibodan. Anggota tidak mengenakan seragam atau membawa senjata apa pun. Mereka berlatih dua kali seminggu; tugasnya mirip dengan A.R.P.(?)
  • Seinendan: Pada bulan September 1943, Seinendan di Pasuruan terdiri dari sekitar 200 anggota yang direkrut dari kota dan desa-desa sekitarnya. Mereka tidak mengenakan seragam apa pun; satu-satunya senjata mereka adalah tongkat bambu. Usia mereka bervariasi dari 15 – 20 tahun. Mereka berlatih dua kali seminggu; menurut informan mereka tampaknya merupakan korps cadangan untuk Hei-Ho. Pemimpin gerakan ini adalah seorang pribumi Sumatera bernama Nasaroedin, yang konon berasal dari Padang. Nasaroedin juga merupakan Ketua Landraad (Pengadilan Negeri) di Pasuruan.
  • Layanan Keagamaan: Setiap hari Minggu, layanan keagamaan diadakan di Gereja Protestan dan Katolik Roma di Pasuruan. Kegiatan ibadah di Masjid diadakan seperti biasa.
  • Perawatan dan Perlengkapan Medis: Rumah sakit di Pasuruan di Kebon Agung masih buka pada bulan September 1943, yang dipimpin oleh seorang dokter Indonesia bernama Soedarsano. Personelnya terdiri dari mantri pria Indonesia dan perawat wanita Indonesia. Pasien rawat jalan dikenakan biaya 25 sen per minggu. Tidak ada perlengkapan medis yang dapat dibeli, karena toko-toko obat tutup. Orang-orang harus menggunakan obat-obatan lokal yang dibuat dari tanaman herbal.

Informasi Ekonomi :

  • Produksi Komoditas Pertanian : Di ​​sekitar Pasuruan kapas, beras, rami dan jarak (castor) ditanam, kapas menempati area terluas. Padi ditanam dua kali setahun tetapi lahan yang tersedia jauh lebih sedikit daripada sebelum perang, karena penanaman kapas wajib, dll.
  • Tenaga Kerja: Sekitar 1.000 orang perempuan dipekerjakan untuk memetik kapas dengan tangan di gedung bekas Sekolah Belanda-Cina di jalan Semarangan, dekat kediaman Asisten Wedana (Kantor Asisten Distrik pribumi). Sekitar 300 perempuan dipekerjakan dengan cara yang sama di bekas kediaman warga Belanda yang besar di belakang Kantor Kotamadya. Di bekas kediaman warga Belanda lainnya di Kalverstraat, sekitar 100 perempuan mengoperasikan mesin pembersih manual dengan tangan. Semua kapas dibentuk bal.
  • Industri dan Manufaktur : Pasuruan pada September 1943: Di gudang milik seorang Cina di Gadingstraat, sekitar 500 pria dan wanita bekerja membuat karung beras. Mereka menggunakan mesin yang dioperasikan dengan tangan dan kaki.
  • Eks Pabrik gula (di Kraton), digunakan untuk tujuan yang sama, pabrik ini juga mempekerjakan sekitar 500 pria dan wanita. Karung beras juga diproduksi di bekas Sekolah Putri “Mardiwanito” di Kebonsari, yang mempekerjakan sekitar 100 wanita.
  • Mesin kelautan diproduksi di bengkel bekas Pabrik Mesin “de Bromo” di jalan Mayangan dan Pabrik Mesin “Stinis” di jalan utama. Pabrik De Bromo, dikelola oleh seorang Jepang, mempekerjakan sekitar 5 insinyur Jepang dan 1.500 pekerja terampil dan kuli Indonesia. “Stinis” dikelola oleh orang Cina tetapi dikendalikan oleh “de Bromo” dan mempekerjakan sekitar 70 pekerja terampil dan kuli Indonesia; bengkel tersebut diperluas. Di bekas pabrik gula “Pleret” telah dipasang mesin untuk menenun kain. Instalasi tersebut hampir selesai pada bulan September 1943. Menurut informan, instalasi ini dimulai oleh Belanda dan sedang diselesaikan oleh Jepang.
Peta Kota Pasuruan pada era Jepang 1943.
Peta Kota Pasuruan pada era Jepang 1943.
Keterangan Peta Kota Pasuruan pada era Jepang 1943.

Propaganda dan Informasi Perang Psikologis

  • Propaganda Radio : (September 1943), semua radio swasta di Pasuruan telah disegel sedemikian rupa sehingga hanya berita yang dikendalikan Jepang yang dapat didengar. Berita dari Batavia disiarkan pada pukul 20.00 waktu setempat yang berisi laporan-laporan biasa tentang kemenangan Jepang yang gemilang, kekalahan telak ras kulit putih, dan seruan kepada semua orang Indonesia untuk bangkit dan menyapu bersih orang-orang Eropa dari muka bumi. Jika ada mata-mata di sekitar, orang-orang mendengarkan dalam diam, tetapi di antara teman-teman mereka tertawa mendengar omong kosong seperti itu.
  • Propaganda Non-Radio : Pada banyak kesempatan informan mendengar Nasaroedin berbicara kepada Kaibodan dan Seinendan di Pasuruan, mendesak mereka untuk mematuhi Jepang dan mencoba menghancurkan kepercayaan mereka pada ras Eropa. Nasaroedin sendiri memerintahkan informan untuk bergabung dengan Hei-ho, setelah gagal membujuk informan untuk mengambil kursus enam bulan di Sekolah Militer di Magelang (Jawa Tengah).
  • Film: Selama tahun 1943, informan mengunjungi bioskop di Pasuruan pada tiga kesempatan. Dia melihat gambar-gambar pengeboman Pearl Harbour, pendaratan Jepang di Pulau Singapura dan penyerahannya, yang menggambarkan bendera putih dan bendera Inggris diserahkan kepada Jepang. Dalam film terakhir, banyak korban tewas Inggris ditampilkan tetapi tidak ada satu pun korban Jepang.
  • Sekolah Bahasa: Ada sekolah khusus di Pasuruan tempat bahasa Jepang diajarkan. Gurunya adalah orang Jepang atau orang Jawa yang berkunjung dari Batavia. Informan mendengar bahwa ada sekolah Jepang yang besar di Batavia yang mengajarkan mata pelajaran militer dan politik. Tidak ada biaya yang dibebankan di sekolah bahasa di Pasuruan, sekitar 30 orang dewasa hadir di malam hari. Informan menambahkan bahwa banyak orang Jawa di Pasuruan dapat berbicara katakana.

Umum :

  • Prostitusi Paksa : Menurut informan, gadis-gadis desa dibujuk dengan dalih palsu untuk pergi ke Pasuruan. Biasanya gadis-gadis ini digunakan untuk tujuan tidak bermoral selama sekitar satu minggu, setelah itu Jepang memerintahkan penggantian.
  • Penyimpanan: Informan menyatakan bahwa pada bulan September 1943, ada sekitar 10 gudang besar di Pasuruan yang diisi dengan beras, bal kapas, peti bahan dan banyak hasil bumi lainnya.

Catatan Tambahan :

  • Dalam peta terbaru yang dibuat oleh sekutu, diketahui bahwa lapangan terbanga yang dibangun dan dikembangkan Jepang bukan di dekat jalan Mayangan. Namun sudah diketahui lapangan terbang tersebut dibuat di Raci dekat Bangil.
  • Dermaga baru yang dimaksud kemungkinan adalah perpanjangan dari dermaga lama yang disebut Boom (tempat kantor syahbandar berada) ke arah utara sampai dengan tempat yang dikenal sebagai Muara Mas.

Sumber : www.archieven.nl

Postingan Terkait :

Hilangnya Frans Van Mourik Yang Misterius – Walikota Pasuruan Terakhir Era Kolonial

Catatan Berbagai Peristiwa Hingga Jatuhnya Kota Malang ke Jepang

Detik-Detik Jatuhnya Kota Surabaya ke Tangan Jepang