Sejak 1935
Menjual sate ayam sudah dilakukan oleh bapaknya lebih dulu, sekitar tahun 1920. Sehingga pak Karim sudah berada pada generasi kedua, menyandang gelar besar : “Tukang Sate Ayam Madura Asli”.
Alangkah menariknya jika ada buku peringatan yang ditulis oleh pak Karim dengan judul : “Setengah Abad Menjual Sate Ayam”. Betapa melimpahnya, akan banyak materi yang bisa disediakan bagi para sejarawan, politisi, ekonom, budayawan, dll. Apabila ada “data” untuk mempelajari perkembangan “penjualan sate ayam”. Dan ini di jendela kota Pasuruan, dengan latar belakang peristiwa-peristiwa dunia. Pada tahun-tahun sebelum 1960-an yang lalu, yang baru saja kita lewati. Sayangnya pak Karim tidak pernah menuliskannya, setidaknya tentang sejarah (sate ayam).
Namun jangan dianggap remeh, karena ia bisa menulis berkat kursus “Pemberantasan Buta Huruf”.
Sama seperti bapaknya (pak Paniah) saat itu, pak Karim tinggal di Kampung Peturen di sebuah gang kecil. Namun setiap pecinta kuliner tahu di mana menemukannya, setidaknya para pembantu atau anak-anak dari pecinta kuliner yang disebutkan di atas. Karena toh di Pasuruan (waktu itu) hanya ada tiga penjual sate ayam lainnya, tapi… yang namanya pak Karim cuma SATU! Dan jika seseorang tidak membuat janji dengannya pada jam 12 siang, maka biasanya dia akan ketinggalan. Jika anda terlambat mendapatkan ide untuk mentraktir orang lain dengan “pak Karim”, meskipun niat anda sangat baik. Pertama-tama anda akan dibombardir dengan segala macam omelan yang tidak menyenangkan, karena tidak memesannya lebih awal… catat dengan baik!
Kemudian seseorang akan melompat ke atas sepedanya, kadang dua orang, atau terkadang seluruh tim pencari dikerahkan untuk “menemukan” pak Karim. Dan pada saat-saat seperti itu, seseorang tiba-tiba teringat bahwa Tuhan itu ada. Doa-doa yang khusyuk diluncurkan bagaikan banyak roket ke angkasa, agar pak Karim bisa “disewa”. Jika dia masih senggang, dia diantar pulang dengan berjalan kaki, dan dia akan disambut dengan sorak-sorai. Ketegangan telah hilang dan Tuhan kita telah dilupakan!
Sekali lagi, tidak ada seorang pun di seluruh kota Pasuruan, yang bisa membuat sate ayam Madura lezat seperti pak Karim. Tidak ada yang bisa membuat bumbu sate lezat seperti itu.
Anda dapat memilih antara dua jenis : a. Bumbu asli Madura, tidak pakai petis. b. Bumbu kacang, yang mungkin berasal dari pengaruh Barat. ( “Barat” di sini tidak lebih jauh dari Madiun dan Ponorogo.)
Lontongnya berukuran besar, terlihat sangat jelas di foto, tidak terlalu keras dan tidak terlalu lembek. Ya, pak Karim adalah seorang seniman atas karunia Tuhan. Dia adalah pria dengan “sate terlezat” di kota Pasuruan, tapi sayangnya, juga yang paling mahal. Dan jika karena keras kepala atau karena alasan ekonomi, anda telah “mencoba” salah satu sate tukang lainnya. Maka anda tidak akan menginginkan yang lain selain pak Karim. Dan kalau tidak punya cukup uang, jangan beli sate lainnya. “To be or not to be” (jadi atau tidak), ungkapan dari Shakespeare.
Resep Rahasia
Menanggapi pertanyaan kami: “Bapak, beritahu kami yang sebenarnya tentang sate ayam! (kalau tentang burung dan lebah kami tahu segalanya)”, pak Karim memberikan ceramahnya dalam bahasa Jawa dengan logat Madura yang kental.
“Rahasianya,” katanya (baiklah, kami mohon kebenarannya…) “Terletak pada pilihan ayam yang tepat. Saat membeli, dia menyentuh semua bulu ayam di semua tempat yang layak dan tidak layak, menyisir dengan keras hewannya – singkatnya, memilih seluruh ayam yang ada di kandang – lalu, lalu… membuat sate.” Jelasnya bagaikan lumpur dan rahasianya tetap menjadi rahasia. Sayang sekali pak Karim akan membawanya ke liang kubur, karena tidak ada anak yang mau menekuni profesi mulia berjualan sate ayam. Mereka lebih memilih bekerja di pabrik. Ternyata pak Karim juga sangat berhati-hati dengan namanya (Jaga nama). Jika suatu hari dia tidak bisa mendapatkan ayam yang bagus, dia tidak akan berjualan. “To be or not to be!” juga berlaku untuk dia!
Tentang sate itu sendiri. Sekali lagi, belum ada yang punya sate selembut dan mengenyangkan, selembut dan lezat di mulut seperti dari pak Karim kami!
Yang paling mahal adalah sate yang seluruhnya terdiri dari daging dodo menthok (dada ayam). Seharga 4 1/2 sen Belanda per tusuk, disukai anak-anak karena rasanya yang sederhana. Jika anak-anak beruntung, pak Karim mempunyai “bakal telur” untuk mereka. Tanpa cangkang, dengan ukuran yang berbeda-beda, berwarna kuning keemasan, juga digantung di tusuk dan dipanggang, seperti sate asli. Karena pak Karim hanya mempunyai tidak lebih dari lima atau enam tusuk, hal ini dapat menjadi penyebab banyak “perselisihan keluarga”.
Bagi para lanjut usia yang kurang nafsu makan, sehingga mencari rangsangan baru. Pak Karim antara lain memiliki sate dengan komposisi sebagai berikut : daging, lemak, daging, ati, daging. Atau juga daging, ati, rempelo, lemak, daging dan selanjutnya variasi rempelo, hati, telur, lemak, rempelo lagi, dll, dll.. Pak Karim memiliki imajinasi yang kaya dan pengalaman yang tak tertandingi.
Puncak Kenikmatan
Namun bagi sebagian orang, termasuk penulis sendiri, dan mungkin ini agak menyimpang. Hanya bisa benar-benar mencapai puncak kenikmatan, ketika mendapatkan “kulit ayam”. Jadi satenya terbuat dari potongan kulit ayam yang lebarnya sekitar 1 cm dan 4 cm panjang. Pada tusuk sate yang dirangkai bagai lembaran seng bergelombang. Sate jenis ini harus dipanggang dengan api yang sangat kecil, karena lemak yang menetes selalu menyulut api arang yang membara. Kami membiarkan pak Karim memanggang dalam jumlah kecil setiap kali, sehingga kulitnya meleleh di lidah panas dari api. Segera setelah itu, tusuk sepotong lontong dengan tusuk sate yang sama dan masukkan ke dalam mulut hingga dingin. Belailah dengan lidah, langit-langit mulut, dan tenggorokan dengan kulit agar rasa dan konsistensinya selaras sempurna. Tidak ada ballpoint yang bisa menggambarkan nikmatnya mendapatkan “kulit ayam” dari rombong pak Karim… Walaupun sate ini adalah yang paling murah dari yang dijual pak Karim.
M. Soetjahjo
Majalah Tong Tong, 15 Maret 1969
Catatan Tambahan :
Saat ini bisnis kuliner “Sate Ayam Madura Asli” pak Karim masih bertahan, diteruskan oleh para anak cucunya. Sejak tidak berjualan keliling lagi, beliau berjualan menetap di depan eks bioskop Kumala (outlet pertama). Sejak itu outletnya di kota Pasuruan terus berkembang menjadi 5, yaitu juga ada di : Jalan Pahlawan, jalan Hasannudin, Jalan Panglima Sudirman dan Jalan Untung Suropati.

Postingan Terkait :
Hidden Gem Kota Pasuruan : Cwie Mie Budi Boy Menara Pasuruan
Sejarah Pabrik De Bromo, Diperluas Dari Benteng Kuno Pasuruan