Kebutuhan transportasi penumpang dan barang yang cepat di Hindia Belanda, sudah dirasakan sejak lama. Baik antar kota di pulau Jawa sendiri, maupun ke berbagai pulau di Nusantara. Dalam mode angkutan darat dengan kereta api, SS membuka jalur KA Ekspres Batavia – Surabaya pada 1 November 1929. Namun, ini dapat dikatakan “terdesak” menghadapi persaingan dengan semakin majunya tehnologi dalam lalu-lintas udara. Dalam tanggal yang sama, juga dibuka jalur penerbangan terjadwal oleh KNILM (Koninklijke Nederlands-Indische Luchtvaartmaatschappij) atau Maskapai Penerbangan Kerajaan Hindia Belanda antara Batavia dan Jakarta, dengan stasiun transit di Semarang. Artikel ini menguraikan tentang pendirian maskapai KNILM ini dan proses panjangnya.

Tahun 1919 : Berdirinya KLM

Pada awal abad ke-20, penerbangan berkembang pesat di seluruh dunia, termasuk juga di Belanda dan Hindia Belanda. Penerbangan pertama dengan pesawat terbang di Hindia Belanda terjadi pada tahun 1911. Penerbangan antar benua pertama ke Hindia terjadi pada tahun 1919, baca artikel : Penerbangan Pertama dari Inggris ke Australia, Nyaris Gagal di Surabaya. Dan pada tahun 1924 ada penerbangan dari Belanda-ke Hindia, yaitu dari Schiphol ke Batavia.

Penerbangan terjadwal pertama di dunia terjadi pada tahun 1914 di AS. Pada tahun 1919, ada penerbangan terjadwal antara London dan Paris. Pada tahun yang sama, KLM (Koninklijke Luchtvaart Maatschappij) atau Maskapai Penerbangan Kerajaan Belanda didirikan. Butuh waktu hingga tahun 1928, sebelum ada penerbangan terjadwal di Hindia Belanda yang dioperasikan oleh KNILM.

Tahun 1919-1921 : KLM di Hindia Belanda?

Pada bulan Oktober 1919KLM didirikan di Amsterdam. Nama tersebut memperjelas bahwa tujuan perusahaan tersebut adalah untuk terbang tidak hanya dari dan ke Belanda, tetapi juga ke wilayah koloni, termasuk Hindia Belanda. Karena alasan ini, pada tahun 1920, KLM mengirim mantan jenderal Cornelis Jacobus Snijders, sebagai duta besar ke Hindia untuk menyelidiki kemungkinan dan peluang bisnis penerbangan.

Snijders membawa brosur yang berisi ide-ide KLM untuk Hindia. Dinyatakan bahwa dianggap diinginkan untuk memulai lalu lintas udara pada musim panas tahun 1920Untuk mendefinisikan pemikirannya,” berbagai rute udara diusulkan dalam brosur tersebut. Untuk memulainya perlu dibuka dua jalur, yaitu dari Batavia via Semarang ke Surabaya dan dari Batavia via Muntok (di Banka), Singapura dan Belawan (dekat Medan) ke Sabang (Aceh). Lihat kliping berita terlampir untuk rencana lengkap (Bat.nbl., 28 Mei 1920, hlm.2 ).

Rencana pertama KLM untuk rute udara di Hindia Belanda.

Pada bulan Juni, Jenderal Snijders mengundang tokoh-tokoh terkemuka dari dunia bisnis untuk membahas rencana penerbangan, termasuk perwakilan dari Java Bank, KPM dan BPM (Bataafsche Petroleum Maatschappij). Snijders mengatakan, bahwa KLM telah mengajukan permintaan konsesi kepada Gubernur Jenderal untuk monopoli penerbangan di Hindia. Namun, investasi besar diperlukan untuk maskapai penerbangan, dan ia menghimbau masyarakat bisnis Hindia untuk memberikan kontribusinya (Het nieuws, 19 Juni, hlm.1 ).

Dengan mengingat hal ini, Snijders kembali ke Belanda. Dalam wawancaranya pada bulan November 1920, ia menyatakan bahwa ia telah menerima banyak dukungan dari pemerintah Hindia dan komunitas bisnis, dan bahwa ia sekarang sedang menunggu keputusan dari Pemerintah Belanda, parlemen, dan KLM sendiri (Het nieuws, 10 November, hal.5 ). Oleh karena itu, masih terlalu dini untuk memulai penerbangan Hindia pada musim panas tahun 1920.

Pada akhirnya, ternyata tidak ada kesepakatan yang dicapai di pihak Belanda untuk maskapai penerbangan di Hindia oleh KLM. Menteri Koloni tidak menganggap bertanggung jawab untuk menginvestasikan banyak uang pemerintah dalam suatu perusahaan yang tidak memiliki kelangsungan hidup (prospek)”. Pengoperasian jasa penerbangan oleh negara sendiri juga tidak dilihat sebagai suatu pilihan, setelah itu masyarakat menjadi bertanya-tanya: Tidak ada eksploitasi dari negara, kalau bukan KLM… lalu siapa? (NRC, 22 Maret 1921, hal.21 ).

Tahun 1922 : Perusahaan Penerbangan Hindia Belanda NILO

Tidak puas dan kecewa dengan penundaan tersebut, sekelompok pengusaha di Hindia Belanda memutuskan untuk mendirikan maskapai penerbangan mereka sendiri. Perusahaan ini, Nederlands-Indische Luchtvaart Onderneming atau disingkat NILO, memulai penerbangan demonstrasi dari lapangan udara Ancol (Batavia) pada bulan Juni 1922, termasuk Melompat dengan parasut dari mesin terbang yang melaju di wilayah udara dengan kecepatan 120 km! (Berita, 31 Mei, hal.7 ). Pada bulan yang sama ada rencana untuk jalur udara penumpang dan pos antara Surabaya dan Batavia dengan stasiun transit di Semarang (Preanger-bode, 24 Juni, hlm.6 ).

Sebelum keberangkatan LVG C.VI dari bandara Ancol (sumber: hdekker.info ).

Namun, penerbangan pertama NILO dari Batavia ke Surabaya ternyata menjadi drama tragedi. Seperti yang tertulis di halaman depan Het Nieuws pada tanggal 8 JuliPenerbangan antar kota pertama NILO: Tiga tewas, satu terluka. Pesawat LVG C.VI, jatuh tak lama setelah lepas landas dari AncolTontonan itu mengerikan. Mesinnya hancur total, Hussni pingsan, Kees Borst mengerang kesakitan yang tak tertahankan, dan rekannya Gerritsen…. telah tiada (Bat.nbl., 8 Juli, hal.2 ). Tiga dari empat penumpang tewas: Pilot Turki Hussni dan jurnalis Borst dari Java-Bode dan Gerritsen dari De Indische Courant. Hanya Van Huut dari kantor berita Aneta yang selamat dari kecelakaan itu, mungkin karena ia terlempar dari pesawat sebelum menyentuh tanah.

Kelebihan muatan diidentifikasi sebagai penyebab bencana. Pesawat LVG C.VI dibuat untuk maksimal dua orang, sementara penerbangan ini mengangkut empat orang. Selain itu, barang bawaan juga turut dibawa, begitu pula bahan bakar tambahan untuk penerbangan yang relatif panjang menuju Surabaya. Penerbangan pertama NILO juga merupakan penerbangan terakhirnya, meninggalkan Hindia Belanda tanpa layanan udara. Kisah tragedi penerbangan ini dengan pilot Turki Djevad Hussni, akan diurai lebih lanjut dalam postingan khusus.

Tahun 1923-1926 : Masa Perkembangan yang Lambat

Untuk waktu yang lama hanya ada sedikit perkembangan, sampai KLM melaporkan pada bulan Oktober 1923, bahwaproposal baru akan segera diajukan kepada pemerintah Hindia mengenai pengoperasian jalur udara (Sumatra Post, 2 Oktober, hal.11 ). Pada awal tahun 1924, permohonan konsesi ini benar-benar diajukan. Akan tetapi sementara itu, hanya sedikit perhatian yang diberikan kepada maskapai penerbangan di Hindia Belanda. Semua perhatian difokuskan pada persiapan penerbangan pertama dari Belanda ke Hindia Timur. Penerbangan Belanda-Hindia yang diterbangkan pilot Jan van der Hoop ini akhirnya terlaksana pada bulan Oktober-November 1924. Akan tetapi, belum ada penerbangan terjadwal di Hindia Belanda.

Pesawat Fokker Van der Hoop di bandara Tjililitan, setelah penerbangan dari Belanda (1924).

Pada bulan November 1924, juga menjadi jelas bahwa pemerintah Hindia sedang menyusun pengaturan hukum yang akan memungkinkan kemungkinan konsesi untuk layanan udara yang akan dikeluarkan. Menurut peraturan tersebut, konsesi hanya dapat diberikan kepada perusahaan yang didirikan di Hindia Belanda : “Jika KLM melaksanakan rencananya mengenai pembukaan layanan udara di Hindia Belanda, maka ia harus mendirikan anak perusahaan di sini” (Bat.nbl., 12 November, hlm. 2 ) .

“Negosiasi yang telah dilakukan KLM dengan pemerintah Hindia Belanda sejak tahun 1921 mengenai pengoperasian layanan udara di Hindia dilanjutkan dengan semangat yang lebih besar pada musim semi tahun 1924. (…) Harapan bahwa keberhasilan [penerbangan dari Belanda ke Hindia] ini akan mempercepat negosiasi (…) sayangnya terbukti sia-sia (Indische Courant, 20 Mei 1925, hlm. 5 ).

Pada bulan Juni terdapat sebuah artikel di Bataviaasch nieuwsblad yang menyatakan bahwa penerbangan Belanda berkembang dengan sangat baik: Lalu, bagaimana mungkin Hindia Belanda (…) bersikap begitu acuh tak acuh atau takut-takut dalam hal yang sangat penting ini, yaitu menerapkan pesawat pos dan komersial pada kebutuhan dan tuntutan sosial kita, yang difokuskan pada kecepatan transportasi? (26 Juni, hal.1 ). Setelah satu setengah tahun, pemerintah Hindia masih belum membuat keputusan mengenai konsesi untuk KLM (Bat.nbl., 27 Juni, hlm.1 ).

Pada awal bulan Juli permohonan tersebut akhirnya ditolak. Pemerintah Hindia tidak menerima tuntutan KLM mengenai pembangunan bandara baru dan juga menganggap subsidi yang diminta sebesar f 613.000 terlalu tinggi (Indische Courant, 3 Juli 1925, hlm.2 ). Pada akhir tahun 1925, sebuah panitia didirikan di Surabaya untuk mempromosikan layanan udara ke dan dari kota ini. Albert Plesman, pendiri dan direktur KLM, menanggapi dengan menyatakan bahwa ia ingin bekerja sama dan bahwa perusahaan bermaksud untuk mengajukan aplikasi konsesi baru untuk Hindia (Bat.nbl., 28 Desember, hlm.1 ).

Tahun-tahun telah berlalu, tetapi masih belum ada penerbangan terjadwal ke Hindia Belanda. Pada bulan Januari 1926, ‘Komite Penerbangan Hindia Belanda di Den Haag‘, yang telah bekerja keras untuk penerbangan Hindia Belanda, kembali menyuarakan pendapatnya dengan memorandum mengenai lalu lintas udara di Hindia Belanda. kepulauan dan wilayah antara Belanda dan Hindia Belanda (Indische Courant, 29 Januari, hal.6 ). Laporan itu menyatakan bahwa pendirian segera lalu lintas udara sipil di Hindia Belanda sangatlah penting. Komite tersebut meminta pemerintah untuk menyediakan subsidi yang diperlukan. Akan tetapi, manifesto ini juga tidak banyak berpengaruh, dan satu tahun lagi pun berlalu.

Tahun 1927 : KLM dan Komite Van Aalst

Pada tahun 1927, komunitas bisnis menjadi lebih terlibat dalam rencana penerbangan untuk Hindia. Misalnya, Kamar Dagang di Rotterdam mengirimkan surat kepada Gubernur Jenderal. Gagasan mereka adalah sebagai berikut: surat yang dibawa dengan kapal laut milik perusahaan pelayaran Stoomvaart-Maatschappij ‘Nederland’ dan Rotterdamsche Lloyd di masa mendatang dapat dipindahkan ke pesawat menuju Batavia di Sabang (titik paling barat laut Indonesia), sehingga mempercepat pengiriman surat antara Belanda dan Hindia Belanda (Indische Courant, 8 Januari 1927, hlm.6 ). Tindakan serupa telah dilaksanakan di Belanda setahun sebelumnya: surat dikirim melalui pesawat ke Marseille, untuk dimuat ke kapal yang menuju Hindia (Sumatra post, 14 Juli 1926, hlm.12 ).

C. J. K. van Aalst, ketua komite persiapan.

Pada bulan April 1927Perusahaan Perdagangan Belanda dan Perusahaan Deli pada prinsipnya memutuskan untuk mendirikan perusahaan penerbangan sipil Hindia. Titik awal jalur udara ini adalah Sabang (Het nieuws, 15 April, hal.2 ). Untuk tujuan ini dibentuk sebuah ‘komite persiapan‘, yang juga dikenal sebagai ‘Komite Van Aalst‘ sesuai nama ketuanya Cornelis Johannes Karel van Aalst. Ia adalah presiden dan CEO Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM), pendahulu ABN Amro.

Tidak lama kemudian, KLM dan Komite Van Aalst bergabung dan mengajukan aplikasi konsesi bersama kepada pemerintah Hindia. Aplikasi ini jauh lebih luas daripada yang diajukan pada tahun 1924, dan karena itu subsidi yang diminta jauh lebih tinggi. Oleh karena itu, Bataviaasch Nieuwsblad menemukan bahwa permohonan tersebut memiliki peluang keberhasilan yang jauh lebih kecil (17 September, hal.4 ). Sementara proposal sebelumnya terutama merujuk ke Batavia, Surabaya, Medan dan Sabang, aplikasi konsesi ini juga menyebutkan koneksi antara lain ke Singapura, Palembang, Banka, Billiton dan Balikpapan. Perusahaan itu seharusnya disebut  Nederlands-Indische Luchtvaart Maatschappij (Perusahaan Penerbangan Hindia Belanda).

Ada dukungan luas dari komunitas bisnis terhadap rencana KLM dan Komite Van Aalst. Sebuah konsorsium yang terdiri dari puluhan perusahaan siap berpartisipasi dalam pendirian perusahaan penerbangan untuk Hindia, termasuk perusahaan pertambangan Billiton, keluarga tekstil Twente Van Heek, perusahaan pelayaran KPM, pabrik mesin Stork dan para penggagas NHM dan Deli Maatschappij (Indische Courant, 9 Desember 1928, hlm.10 ).

Tahun 1928 : Pembentukan Maskapai KNILM

Empat pesawat dipesan dari Fokker agar perusahaan itu didirikan. Menurut rencana, layanan penerbangan akan dimulai pada bulan September (Het nieuws, 4 Januari, hlm.1 ). Keempat pesawat yang dipesan adalah mesin tipe FA 7, yang juga digunakan Koppen dalam penerbangan Belanda-hindia (Indische Courant, 7 Januari, hal.14 ). Ini melibatkan Fokker F.VIIa/3m , yang digunakan Letnan George Alexander Koppen untuk terbang dari Belanda ke Hindia Timur dan kembali pada tahun 1927. F.VIIa/3m merupakan versi perbaikan dari Fokker F.VII yang digunakan Jan van der Hoop dalam penerbangan pertama antara Belanda dan Hindia Belanda pada tahun 1924 . Penambahan ‘3m‘ menunjukkan bahwa pesawat ini memiliki tiga mesin, bukan satu.

Pemerintah di Hindia juga memulai persiapan yang diperlukan. Sebuah ‘kantor penerbangan‘ didirikan untuk memastikan semuanya berjalan lancar, dan hanggar dibangun di berbagai lapangan udara (Indische Courant, 25 Februari 1928, hlm. 15 ). Sementara itu, perusahaan yang akan didirikan itu menetapkan Bandung sebagai ‘home base‘-nya, awalnya dengan layanan penerbangan Bandung – Batavia – Semarang – Surabaya, dan sebaliknya (Indische Courant, 9 Maret, hlm.2 ).

Kontrak antara pemerintah dan Perusahaan Penerbangan Hindia Belanda ditandatangani pada bulan Mei (Indische Courant, 10 Mei, hlm.2 ). Berdasarkan kontrak, perusahaan tersebut akan mengoperasikan penerbangan terjadwal Bandung-Batavia-Semarang-Surabaya setiap hari, dan mulai tahun 1929 penerbangan mingguan dari Batavia via Singapura ke Belawan (dekat Medan) juga akan dipertahankan (Het nieuws, 23 Mei, hlm.1 ).

Disebutkannya Belawan sebagai tujuan dan bukan Kota Medan itu sendiri, ada kaitannya dengan fakta bahwa lintasan pacuan kuda di Medan dijadikan sebagai bandara. Setiap kali pacuan kuda diadakan, lapangan terbang tersebut tidak dapat digunakan dan tidak sesuai untuk penerbangan terjadwal. Pada bulan Juli, Dewan Kota Medan mengusulkan untuk membangun bandara yang sebenarnya (Bat.nbl., 19 Juli, hal.2 ).

Singkatan resmi perusahaan tersebut menjadi ILM, untuk Indische Luchtvaart Maatschappij (Bat.nbl., 13 Juni, hlm.1 ), meskipun NILM juga sering ditulis di surat kabar. Setelah menjadi jelas bahwa Yang Mulia Ratu telah menganugerahkan gelar “Kerajaan” kepada Perusahaan Penerbangan Hindia Belanda (Bat.nbl., 13 Oktober, hlm. 26 ), banyak surat kabar beralih ke singkatan KILM. Singkatan terakhir KNILM, ditetapkan pada bulan yang sama: ““De Kon. Ned. Ind. Luchtvaart Mij.  Perusahaan Penerbangan meminta kami untuk menunjukkan bahwa inisial perusahaannya adalah KNILM dan bukan KILM (Het nieuws, 24 Oktober, hal.2 ).

Pesawat pertama KNILM

Empat Fokker bermesin tiga yang ditujukan untuk [KNILM] adalah tipe normal F.VII3m. yang terbaca. Setiap pesawat dilengkapi dengan tiga mesin Armstrong Siddeley “Lynx” tipe yang disempurnakan, yang menghasilkan daya 230 hp pada 2090 rpm. memberi. Pesawat ini dapat menampung 8 penumpang dan memiliki kapasitas bensin 1520 liter. (…) Harga masing-masing keempat perangkat tersebut kira-kira seratus ribu gulden (Bat.nbl., 29 Agustus, hal.1 ).

Pesawat pertama untuk KNILM, sebelum berangkat ke Hindia dari Schiphol (Bat.nbl., 15 September, hal.1 )

Rencananya, layanan penerbangan akan dimulai pada September, tetapi kedatangan pesawat mengalami sedikit penundaan. Pesawat pertama, dengan nomor ekor H-NAFA dan dipiloti oleh George Alexander Koppen, terbang dari Schiphol ke Cililitan (dekat Batavia) dari 13 hingga 25 September.

Pesawat kedua, H-NAFB yang dipiloti Jan Johannes Moll, terbang dari 20 September hingga 1 Oktober, tanpa masalah apa pun (Bat.nbl., hal.1 ).

Pesawat ketiga adalah H-NAFC , berangkat dari Schiphol pada tanggal 27 September. Pesawat ini, yang dipiloti Ernst AJ Prillwitz, rusak saat singgah di Cawnpore (Kanpur) di India Inggris, dan karena itu harus menunggu pesawat keempat untuk mendapatkan spare part (NRC, 4 Oktober, hlm.1 ). Setelah perbaikan yang diperlukan, H-NAFC mampu terbang ke Kalkuta (Kolkata), dan dari sana pesawat diangkut dengan kapal ke Batavia, di mana ia tiba pada tanggal 5 Desember (Bat.nbl., p1 ).

H-NAFD dengan kru sebelum berangkat dari Schiphol pada tanggal 4 Oktober
(Indische Courant, 5 November, hal.10 ).

Pesawat keempat, H-NAFD yang dipiloti J. Schott dan berangkat dari Schiphol pada tanggal 4 Oktober, juga mengalami masalah pada saat yang bersamaan. Kru menderita akibat hujan lebat dan karena itu harus menunggu cuaca yang lebih baik di Akyab, sekarang Sittwe di Myanmar (Het Centrum, 15 Oktober, hlm.2 ). Setelah penundaan beberapa hari, mereka melanjutkan perjalanan ke Rangoon (Yangon), tetapi di sini masalahnya menjadi lebih besar. Saat lepas landas tanggal 16 Oktober, lapangan terbang (lintasan pacuan kuda) sangat berawa, dan roda pendaratan tersangkut di lumpur. Baik roda pendaratan maupun sayapnya rusak (Het volk, 16 Oktober, hlm.1 ). Pesawat itu tidak dapat diperbaiki di lokasi, jadi pesawat kemudian dibongkar dan awaknya diangkut dengan kapal ke Hindia (Indische Courant, 5 November, hal.10 ).


Penerbangan pertama KNILM

Jadwal pertama KNILM (Indische Courant, 26 Oktober 1928, hlm.10 ).

Penerbangan KNILM akhirnya dapat dimulai pada tanggal 1 November 1928. Saat itu, dua pesawat tersedia (H-NAFA dan H-NAFB). Satu ditempatkan di Bandung untuk penerbangan harian ke Batavia, yang lainnya di Batavia untuk penerbangan harian ke Semarang. Belum ada penerbangan ke Surabaya, karena bandara Morokrembangan Surabaya ditolak karena jenis tanahnya (Bat.nbl., 30 Oktober, hal.1 ). Namun, layanan dari dan ke Semarang diatur sedemikian rupa sehingga ada koneksi ke kereta api, sehingga rute Batavia-Surabaya dan sebaliknya dapat diselesaikan dalam satu hari (Het nieuws, 30 Oktober, hlm. 3 ).

Jalur penerbangan dibuka di Bandara Cililitan pada tanggal 1 November 1928, oleh Gubernur Jenderal Andries Cornelis Dirk de GraeffYang Mulia memberikan penghormatan yang hangat kepada KNILM dan memberikan jaminan bahwa dia akan selalu bersedia memberikan dukungan kapan pun perusahaan membutuhkannya. “Kemudian Dia menarik blok (plat perak) penyangga dari bawah roda dan pembukaan baris penerbangan pertama KNILM menjadi kenyataan ​​(Bat.nbl., 1 November, hlm.1 ).

Blok penyangga sebuah plat dari perak dengan tulisan yang ditarik dari bawah roda pesawat oleh Gubernur Jenderal, menandakan secara simbolis KNILM diresmikan.
Pembukaan jalur penerbangan pertama KNILM ke Semarang dan Bandung pada bulan November 1928 di lapangan terbang Cililitan.
Pembukaan jalur penerbangan pertama KNILM ke Semarang dan Bandung pada bulan November 1928 di lapangan terbang Cililitan.
Gubernur Jenderal De Graeff saat pembukaan jalur penerbangan di bandara Cililitan (sumber: Tropenmuseum).

Awalnya, penerbangan terjadwal Bandung-Batavia dioperasikan oleh pilot Koppen, sementara Moll bertanggung jawab atas Batavia-Semarang. Namun, Jan Johannes Moll segera menderita masalah aklimatisasi , yang berarti ia tidak bisa lagi terbang (Het nieuws, 9 November, hal.2 ). Pilot pesawat keempat, J. Schott, yang tiba pada saat itu juga sakit, yang berarti Koppen harus mengoperasikan kedua jalur selama periode ini. Karena hal ini merupakan beban yang berat bagi pilot, departemen penerbangan militer kemudian menugaskan seorang pilot untuk mengambil alih jalur Semarang (Bat.nbl., 10 November, hlm.1 ).

Kemudian pada bulan itu, Bataviaasch nieuwsblad menerbitkan ‘ulasan‘ mengenai jadwal penerbangan, setelah beberapa wartawan terbang dengan penerbangan KNILM dari Batavia ke Semarang dan kembali.

Dengan H.-NAFB ke Semarang dan kembali. (Bat.nbl, 22 November 1928, hal.1 )

(…) Pesawat baru akan berangkat pukul 8, tetapi agar dapat memuat barang bawaan dan sebagainya, perusahaan meminta Anda tiba sekitar dua puluh menit sebelum keberangkatan. Maka kami menemukan diri kami (…) di Tjililitan suatu pagi pada pukul delapan kurang seperempat.

Namun, sekaranglah saatnya untuk turun tangan. H.-NAFB penuh hari ini; Selain Tuan Nieuwenhuis [perwakilan KNILM], Tuan Behage, kepala layanan teknis, juga hadir dari KNILM. Selanjutnya, ada lima pedagang lainnya.

Dua pilot mengambil tempat di kokpit: Tuan Moll dan de la Rivière. (…) Di sanalah mesin menderu; semuanya sudah siap dan H.-NAFB meluncur maju melintasi medan. Berhenti sejenak: ada yang lupa membawa tas! Namun penundaan ini hanya berlangsung beberapa detik dan sesaat kemudian kami melaju lagi. (…)

Kami bertanya-tanya dengan takjub kapan kami akhirnya akan mengudara. Kita melihat melalui jendela di sebelah kita dan… Bumi sudah jauh di bawah kita. Kami lepas landas tanpa menyadari apa pun!

H.-NAFB terbang melintasi wilayah udara secara teratur seakan-akan ia diam saja. Omong-omong, ada banyak hal seperti itu; Kita hampir tidak dapat membayangkan bahwa kita sekarang melaju dengan kecepatan 175 KM per jam. Setelah penerbangan dua puluh menit kita berada di atas Krawang [Karawang] dan tepat pukul 8. Pada tanggal 26 kami melewati kereta ekspres ke Semarang, yang berangkat dari Weltevreden jauh sebelum kami dan baru akan tiba setelah pukul empat sore.

(…) Lalu pada pukul setengah sepuluh kita sudah melihat Semarang; Tepat pukul setengah sepuluh mesin dimatikan dan kami meluncur melewati medan perbukitan dalam tikungan besar menuju bandara Simongan. Turunnya memberikan sensasi sesaat. Pertama-tama timbul perasaan akan cuaca buruk selama tujuh hari di laut, kemudian muncul rasa takut bahwa kami akan berakhir di pepohonan. (…) Sesaat kemudian kami sudah aman di landasan (…).

(…) Kita kini telah mengenal KNILM dalam segala hal dan kita tidak dapat menahan harapan dan ekspektasi bahwa hubungan ini akan bertahan selama bertahun-tahun mendatang.

Berdirinya KNILM akhirnya telah menjadi kenyataan, penerbangan terjadwal di Hindia Timur terbukti sukses. Pada rute Bandung-Batavia, KNILM telah mengangkut 286 penumpang berbayar pada bulan pertama, sementara permintaan tambahan telah diterima sebanyak 800 orang (Bat.nbl., 6 Desember, hal.2 ). Pada akhir Desember, dua pesawat lainnya (H-NAFC dan H-NAFD) juga telah diperbaiki, dan pertimbangan dapat diberikan untuk memperluas jaringan.

Inilah awal mula berdirinya KNILM dan penerbangan terjadwal di kepulauan Hindia Belanda (Indonesia). KNILM tetap aktif sampai pendudukan Jepang pada tahun 1942. Selama Perang Kemerdekaan Indonesia, KNILM akhirnya dibubarkan pada tanggal 1 Agustus 1947, dan penerbangan di kepulauan tersebut kemudian dilayani oleh KLM Interinsular Company, yang kemudian dinasionalisasi menjadi Garuda Indonesia.

Sumber : indearchipel.com, LIJNVLUCHTEN IN INDIË: DE OPRICHTING VAN DE KNILM, 29 Oktober 2019.

Postingan Terkait :

Penerbangan Pertama dari Inggris ke Australia, Nyaris Gagal di Surabaya

Sejarah Layanan Kereta Api Batavia – Surabaya

Haji dan Pesawat Convair (1955)

Peran Bandara Singosari Malang pada Kancah Perang Dunia II

404 Not Found

Not Found

The requested URL was not found on this server.

Additionally, a 404 Not Found error was encountered while trying to use an ErrorDocument to handle the request.